webnovel

4th Time

CHANYEOL membuat Wendy terkesiap saat menggeser kursi ke sebelahnya dan duduk di sana.

"Kagetan amat lo," cemooh Chanyeol, melihat Wendy sedang berusaha menghapus coret yang gak sengaja ditorehnya di atas rumus-rumus fisika.

"Jangan ganggu, ah," ujar Wendy, berjaga-jaga sebelum Chanyeol melakukan hal-hal ajaib lagi. "Asli, lo, kalau masih gangguin gue, gue bilangin bunda, ya."

"Eh—kok, lo hobi bawa-bawa bunda gue, sih, sekarang?"

Wendy cuma tersenyum dan tertawa dengan bibir terkatup–seperti mendengus. Tangannya masih sibuk menulis catatan.

"Wen, kok, otak lo bisa, ya, memuat hal-hal yang susah kayak gini?" Jari Chanyeol menunjuk-nunjuk soal yang sedang diselesaikan Wendy dengan cepat. "Gue, sih, bingung."

"Belajar, dong," jawab Wendy sekenanya. Tangannya menepis tangan Chanyeol yang mengganggu. "Awas, tangan lo."

Punggung Chanyeol direbahkan di sandaran kursi. Ia membuang napas lalu menyemat senyum iseng. "Makanya, pas disuruh sama Bu Kimia, kemarin, gue tembak lo aja. Lagian, daripada bingung tulis apaan. Kali-kali, lo terima."

Habis memberhentikan aktivitasnya, Wendy memandang Chanyeol gak percaya. Jari tengah dan ibu jarinya bersekongkol untuk menyentil dahi cowok itu sekeras-kerasnya.

"Lo, tuh, malu-maluin gue, tahu?" Wendy mengernyitkan dahi–kesal setengah mati. "Orang gila mana yang nembak cewek di depan kelas pakai media papan tulis? Lo doang!"

Chanyeol meringis dan mengelus-ngelus jidatnya yang memerah. "Iya, maaf, deh."

Bibir Wendy mencebik dan meniru kalimat Chanyeol dengan nada cemooh. Ia kembali menulis di atas bukunya.

"Ajarin dong, Wen," pinta Chanyeol.

"Serius, ya." Sorot mata Wendy terarah pada Chanyeol yang tidak kelihatan bercanda. "Ya udah, sini, deketan, Chan."

Chanyeol menggeser kursinya lebih dekat, hingga lengannya bertemu dengan siku Wendy.

Astaga, kenapa dia jadi deg-degan begini?

"Yang mana yang belum lo paham?" tanya Wendy sambil menjelajahi lembaran buku catatannya.

"Dari awal aja, deh." Chanyeol menunjuk asal. "Gak ngerti sama sekali."

"Lo udah tahun terakhir, yang bener belajarnya," ujar Wendy menasihati. Pulpennya diarahkan pada bab awal di halaman pertama buku tersebut. "Nih, sebenernya, kalau lo hapal rumus, lo juga bakal jadi lancar jaya ngerjainnya. Yang penting, lo paham sama isi konsepnya, cara ngehitungnya..."

Bukannya fokus sama apa yang ditunjuk-tunjukin Wendy, Chanyeol lebih fokus sama orang yang lagi ngejelasin.

Waduh, memang bener. Wendy itu cantik banget kalau lagi belajar dan ngajarin orang kayak begini.

Pantesan aja, Suga dari kelas sebelah, dulu hobi banget mampir-mampir buat minta diajarin Wendy—yang pada akhirnya, cowok itu berhenti mampir juga gara-gara gak tahan sama Chanyeol yang kelakuannya kayak bodyguard.

Kalau bukan di sekolah, kayaknya Chanyeol berani-berani aja nyosor buat cium pipi Wendy. Eh, izin dulu, deh. Siapa tahu, boleh sampai ke bibir...

"Chan, lo ngerti gak?"

Tanyaan Wendy bikin pikiran Chanyeol buyar.

Masih belum sadar, Chanyeol nyeplos, "Wen, jadi pacar gue, ya?"

Setelah itu, kepalanya dipukul habis-habisan.

"Gak mau!" teriak Wendy kesal. "Kalau lo masih mau bilang kayak gitu, mending lo minggat sekarang juga dari muka gue!"

Cowok itu melindungi diri dengan tangan, sambil berucap, "Ampun, Wen, ampun!"

Dia lari terbirit-birit saat Wendy udah siap ngejar dia dengan tempat pensilnya diangkat tinggi-tinggi.

Di depan kelas, Chanyeol berhenti. Dia mendecak kesal.

Masih salah juga? Gimana, ya, caranya?

Bab berikutnya