webnovel

BAB XX Sang Merah dan Sang Putih  

Bersama kepulan asap hitam di sekelilingnya, Morteas yang mengangkat tinggi sabit tengkoraknya. Dan bersamaan dengan belasan tubuh serdadu VOC yang terpenggal itu tubuh mereka berubah menghitam dan menjadi monster hitam berkepala anjing.

Sejenak Morteas terdiam sebelum ia mengancungkan sabitnya ke depan sambil berseru.

"SERANG!!"

Maka segera pun para monster anjing itu menyerbu Akno yang berzirahkan tulang putih.

Namun, jelas belasan monster itu masih tak mampu mengalahkan Akno. Terlebih dalam wujud zirah putihnya, belasan monster itu satu-persatu terlihat terpental selagi Akno berjalan perlahan dengan udara panas yang keluar dari sela-sela zirah tebalnya.

Morteas yang melihat itu menggeritkan giginya dengan kesal. Matanya memerah dan napasnya sangat berat ia embuskan. Dan tepat di belakangnya bala bantuan serdadu VOC yang tersisa di Kastil berdatangan. Jumlahnya sekitar dua ratus orang lebih. Selagi berlarian mereka segera mengambil posisi untuk menembak sang ksatria putih di depan kastil itu. Morteas meliriknya namun para serdadu itu terlalu sibuk dengan senapan mereka yang sudah mulai dinyalakan sumbunya.

"BODOH!! TAK ADA GUNANYA MENEMBAKNYA DENGAN SENAPAN KALIAN ITU!!!"

Kemarahan Morteas yang tak tertahankan menghadapi tekanan medan pertarungan itu dan segera memecahkan konsentrasi para serdadu yang siap menembakan senjatanya. Namun, sumbu telah menyala dan senapan tak terarahkan dengan benar karena kemarahan Morteas.

Letupan pun segera terjadi, dan letupan itu terjadi dengan sangat fatal. Beberapa meletup saat senapan mereka masih terarah ke tanah dan beberapa kearah berbeda.

Morteas yang berada di tengah-tengah mereka hanya bisa melihat dengan terkejut selagi berusaha menutup wajahnya dengan kedua lengannya yang disilangkan. Sungguh kekacauan komando yang sangat konyol.

Namun Akno yang sedang mendekat kearahnya tak menghiraukan kekonyolan itu dan terus maju.

Selangkah demi selangkah hentakan zirah putih terdengar menggetarkan tanah. Para serdadu lain yang masih berbaris tak beraturan lagi di belakang Morteas hanya bisa terdiam melihat kematian konyol rekan-rekannya.

Akno semakin mendekat, namun otoritas Morteas masih terbuka karena pactanya. Maka Morteas pun segera melirik kebelakangnya dan menghempaskan tangannya kebelakang. Seketika itu asap hitam menelan seluruh serdadu di belakangnya dan merubah mereka menjadi monster anjing hitam, persis seperti belasan serdadu sebelumnya.

Lalu serempak dengan komando dari sabit tengkorak Morteas para monster itu berlarian menerjang Akno hingga bertumpuk-tumpuk membukit.

§

Akno terhentak sejenak melihat ratusan monster menerjang kearahnya. Zirahnya begitukuat, namun dengan ratusan monster tak berakal yang mengerumuninya secara bersamaan itu pergerakannya terhenti total.

Lalu seketika bisikan Herman bergetar seperti suara radio yang mengiang di sekitar Akno.

"Sekarang!!"

Seraya dengan aba-aba Herman yang muncul entah dari mana itu, zirah putih tebal Akno yang tadinya melekat erat di tubuhnya segera meledak dan menghempas ke udara. Puing-puingan zirah putih itu terbang melayang menghantam ratusan monster anjing hitam yang menerjang dan menjatuhkan puluhan dari mereka.

Dari ledakan zirah putih itu muncul sosok Akno yang terlihat berbeda. Rambut yang seharusnya putih itu telah menghitam dan kulitnya menjadi sawo matang tepat seperti kulit seorang pribumi pada umumnya. Dan bersamaan dengan hawa panas yang menguap dari tubuhnya, Akno melesat seperti petir menembus ratusan monster anjing hitam yang bergerumun menghadangnya.

Bayangan garis merah tertinggal di udara kosong selagi Akno melesat dan menghempaskan puluhan monster di depannya. Dan dalam sekejab jarak antara Akno dan Morteas telah tiada. Sambil melayang di udara, terlihat di bawahnya Morteas menengadah ke arahnya. Lalu bersamaan dengan gravitasi yang menariknya ke bawah, zirah putih tebal kembali terbentuk menutupi tubuh Akno.

§

Hantam keras menggetarkan tanah.

Akno dengan zirah putihnya kini telah berdiri berhadap-hadapan dengan Morteas sang serigala hitam dengan tinggi dua kali lipat dari dirinya. Mata keduanya bertemu, bersama dengan embusan angin malam yang menyapu. Lalu suara berdengung terdengar di telinga Morteas.

"Apa kabar Morteas, tak kusangka kita bertemu lagi!"

"Su ... suara itu, tak mungkin!! Tak mungkin x3!!! TIDAK MUNGKIN!!!"

Selagi terus menyangkal apa yang ia dengar, Morteas segera mengayunkan sabit raksasanya. Namun, sabit besar yang bermotifkan tengkorak itu ternyata tak mampu menembus zirah tebal Akno. Di mana bilah tajam sabit itu berhenti tepat pada ujung jari Akno yang menghadangnya tanpa bergeser sedikit pun.

Perlahan darah kental merambat keluar dari sela-sela zirah putih itu berkumpul, menggumpal dan mulai membentuk sebuah kepala. Dan terbentuklah bagian wajahnya dengan sempurna membentuk wujud wajah Herman.

"... !!! Herman, kau?!! Bagaimana bisa, kau masih hidup??!!"

Tersentak akan kehadiran Herman, mata Morteas tebelalak ditemani keringat yang mulai mengucur. Namun tiba-tiba suasana segera teralihkan oleh getaran besar yang terasa mengguncang seluruh tempat itu.

Kreeeek!!! Kreeekkk!!!

Tembok akar yang tinggi menjulang jauh di belakang Akno tiba-tiba tumbang dan terbuka menjadi dua oleh dua sosok raksasa yang bertarung. Salah satunya terlihat terbentuk dari puluhan akar-akar besar yang berlilitan membentuk wujud gajah, dan satu lagi terlihat seperti salamander raksasa dengankulit putih dan tiga buah tangan di masing-masing sisinya. Salamander itu terus mendorong sang Gajah selagi berteriak dengan mata yang berputar gelap seakan menenggelamkan apapun yang melihatnya.

Keduanya berukuran sangat besar, bahkan lebih besar dari wujud serigala raksasa Bastion. Sambil saling dorong dan berteriak layaknya monster raksasa, keduanya roboh bersama ke tanah dan menyapu bersih ratusan monster anjing hitam Morteas yang ada di dekat tembok akar itu.

Menghadapi kejadian itu Morteas langsung bereaksi untuk melarikan diri, namun segera tangan Akno memegangnya dengan erat dan dengan rotasi yang diciptakan oleh tumpuan kakinya Akno membanting Morteas dan menguncinya dengan badannya ke tanah.

"SIALAAAN!!!! LEPASKAN AKUUU!!!!!!!!"

Bab berikutnya