Pratista memakan roti bakar yang disediakan sang dokter dengan begitu lahap. Brie—yang juga ikut makan bukan karena ingin, tapi demi mengembalikan energi di tubuhnya—terus menghujamkan pandangannya ke wanita itu, sementara Revan dan Wilis berkali-kali mengubah posisi duduk karena gelisah. Sang Dokter memang meminta agar keduanya bersabar sampai kondisi Pratista cukup baik.
“Luar biasa sekali.” Sang Dokter yang tengah membuka perban Brie menggeleng-gelengkan kepala, takjub dengan kulit Brie yang kini kembali mulus, tanpa bekas luka sama sekali.
Setelah mencoba selama beberapa menit, saran dari Pratista itu berhasil, tubuh Brie sudah tidak dijangkiti perih.
“Lumayan, Dok. Saya jadi tidak perlu membayar operasi laser untuk menghilangkan bekas luka,” gumam Brie, menggigit rotinya lagi.
“Jadi, apa kamu sudah mau ngomong?” tanya Wilis saat Pratista mulai menjilati selai di jarinya.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com