webnovel

Sadewa (Chapter 47)

Di pagi hari menjelang siang, Dewa menemui Benny yang di bawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Dewa memasuki sebuah ruangan di mana Benny dirawat. Ia tersenyum ketika melihat sahabatnya itu baik-baik saja.

"Gimana keadaan lo?" tanya Dewa, Benny pun tersenyum.

"Yeah, kaki gue nggak bisa jalan selama sebulan ntar," sahut Benny. "Gue pikir, gue bakalan mati di tangan cewek itu,"

"Enggaklah, gue nggak bakal biarin itu sampai terjadi," sahut Dewa. Benny pun mengembuskan napas panjang. Ia masih merasa ketakutan akibat kejadian yang baru saja ia alami.

"Tapi gara-gara kejadian ini, gue jadi nggak berani sendirian di manapun," gumam Benny, Dewa tersenyum dan menepuk bahu laki-laki di hadapannya itu.

"Gue tahu kok, emang wajar kalau lo ngerasa takut," sahut Dewa. "Tapi, jangan sampai trauma itu menguasai diri lo sendiri. Gue bakal bantu buat nyembuhin trauma lo,"

Mendengar ucapan sahabatnya, Benny tersenyum dan merasa terharu sekali.

"Makasih banget, Wa," ucap Benny. Dewa hanya menjawab dengan anggukan. Lalu, Benny pun kembali bertanya.

"Terus, cewek itu gimana?" tanya Benny.

"Hasil tesnya sih ada bercak darah yang menempel di tongkat bisbol itu. Dan darah itu udah bisa dipastikan punya Shinta. Di sana juga ada sidik jari Bonita," sahut Dewa. "Lagian, dia udah ngaku kok kalau dia emang pembunuhnya,"

Setelah Dewa bercerita, Benny merasa begitu lega. Beberapa saat kemudian, mereka berdua mendengar suara pintu yang dibuka. Rupanya, itu adalah Ibu Benny dan Rio yang memasuki ruangan itu.

"Eh, ada Dewa rupanya," sapa Ibu Benny, Dewa pun tersenyum dan mencium tangan beliau. Setelah berbasa-basi selama beberapa saat, Dewa melihat jam tangannya. Dia harus pergi sekarang. Sebab, ia sudah berjanji kepada Yahya untuk datang ke studio. Ia akhirnya memutuskan untuk berpamitan.

"Ben, gue harus pulang. Soalnya, gue ada janji. Lo nggak apa-apa kan gue tinggal?" tanya Dewa, Benny pun menganggukkan kepalanya.

"Iya. Lagian di sini udah ada ibu sama Kak Rio kok," sahut Benny. Dewa pun menganggukkan kepala, dan berpamitan kepada keluarga Benny.

*****

Begitu sampai di studio tempat berjanji untuk bertemu, Dewa sangat terkejut. Di papan tulisan itu bertuliskan nama studio ini, yaitu Yahya Studio. Bangunannya terlihat kuno. Namun, aroma cat yang masih baru langsung menyeruak di hidung Dewa. Laki-laki itu tiba-tiba melihat masa lalu dari studio yang dulunya pernah menaungi seorang penyanyi wanita pada saat era 90an. Namun sayangnya, penyanyi itu tewas dalam kecelakaan pada masa kejayaannya. Benar-benar miris sekali.

Dewa pun memasuki studio itu pelan-pelan. Ia melihat, ada dua orang yang tengah duduk di sofa. Salah satunya adalah orang yang bernama Yahya itu.

"Oh, kamu sudah datang rupanya. Kemarilah," ajak Yahya dengan ramah. Dewa pun menuruti ucapan Yahya, dan berhadapan dengan orang yang bersama Yahya.

"Kenalkan, dia adalah sahabatku. Dia juga produser yang sangat sering membantuku, namanya YoBoyz. Kamu bisa panggil dia dengan sebutan Mr. Yo," ujar Yahya sembari tersenyum. Mr. Yo pun mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri, begitu juga dengan Dewa.

Dewa memerhatikan Mr. Yo dari bawah sampai atas. Mr. Yo berpenampilan begitu swag seperti rapper, usianya sekitar tiga puluh tahun, dan asli Indonesia. Menurut penglihatan Dewa, Mr. Yo adalah orang baik yang berkepribadian bebas seperti burung yang terbang di udara. Tiba-tiba, Yahya membuyarkan lamunannya.

"Mulai hari ini, kamu bisa memulai rekaman," ucap Yahya sembari tersenyum. Tentu saja Dewa sangat terkejut mendengar ucapan beliau.

"Eh? Tapi, aku bahkan belum melakukan apa-apa," sahut Dewa. Lalu, Mr. Yo pun tersenyum.

"Udahlah, Pak Yahya ini nggak pernah salah kalau memilih orang," ujar Mr. Yo sembari tersenyum. Dewa sedikit tak menyangka, apa ini mimpi? Ia menampar pipinya sendiri dengan keras, rasanya begitu sakit. Itu artinya, ini bukanlah mimpi. Bahkan kelakuannya yang seperti itu membuat dua orang di hadapannya itu tertawa.

"Oh, ayolah! Ini bukan mimpi. Jadi, kamu nggak perlu menampar diri kamu sendiri," ucap Yahya. Dewa tersenyum dengan penuh haru. Ia pun membungkukkan badannya berkali-kali.

"Makasih ... makasih," ucap Dewa. Ia benar-benar tak menyangka bahwa mimpinya akan terwujud.

*****

Di malam hari, mereka masih berada di studio untuk menyelesaikan rekaman sebuah lagu untuk Dewa. Sekarang, Dewa dan Mr. Yo tengah beristirahat. Sedangkan Yahya sudah pergi sedaritadi karena ada urusan keluarga.

"Wa, kamu lapar nggak?" tanya Mr. Yo. Ingin rasanya Dewa menggelengkan kepala. Namun, perutnya tak bisa dibohongi. Mendengar suara dari perut pemuda itu, Mr. Yo pun tersenyum.

"Ya udah, biar aku belikan kamu makanan," ucap Mr. Yo. Dewa pun berusaha untuk menolak.

"Nggak us ..." belum selesai Dewa berbicara, Mr. Yo memotong.

"Udah, nggak usah nolak," ujar Mr. Yo. Dalam sekejap, pria itu pun menghilang dari hadapan Dewa. Ia merasa tak enak hati, tapi mau bagaimana lagi.

Dewa pun membaca lirik lagu yang diciptakan oleh Mr. Yo sembari menyanyikannya. Namun, tiba-tiba ia mendengar suara piano berdenting. Dan juga seorang wanita yang bernyanyi tak jauh dari tempatnya sekarang. Dewa pun berjalan untuk mencari tahu sumber suara yang sangat dekat ini.

Rupanya, suara itu berasal dari ruangan musik. Seseorang telah bermain piano sembari menyanyi. Tidak, lebih tepatnya bukan seseorang, melainkan makhluk halus berwujud wanita dengan rambut panjang yang sangat berantakan, serta pakaian putihnya yang panjang dan kusam. Dentingan piano itu begitu indah, begitu juga dengan suara makhluk itu yang begitu menyayat hati ...

***** TBC *****

Bab berikutnya