webnovel

Burung bercerita

Aku benar benar tak mengingat apa apa. Aku mungkin tak mempedulikan soal kejadian kemarin, tapi dalam hati aku sangat penasaran.

Hari Sabtu yang begitu cerah, kumulai pagi ini dengan sambutan hangat dan berbagi kisah dengan burung burung di pohon tua.

Ku bersihkan ruangan kelas sambil melantunkan lagu lagu yang masih ku hafal sebelumnya. (NOAH BAND)

Entah kenapa hari ini aku bahagia. Semenjak kejadian kemarin teman temanku mulai saling memahami.

Mengapa aku merasa sedang diperhatikan? Aku melanjutkan membersihkan ruangan kelas ku.

"Pagi Ci"

"Pagi"

"Lo udah beres ngerjain PR ips?"

"Udah"

"Gua lihat dong"

"Itu ada di tas, bawa aja buku coklat itu"

"Oke gua bawa ya, terimakasih princess"

"Giliran nyontek aku dibilang princess"

"Haha yayaya nona yang baik hati dan setiap hari selalu jadi princess"

Akupun menggeleng geleng kepala mendengar perkataan Ratih.

perasaan bahagia pun mulai tertutupi dengan hatiku yang hampa. Seberapa keras usahaku untuk mengingat kejadian kemarin rasanya benar benar tak ingat apapun.

Bel kelas pun berbunyi

Wali kelas pun datang untuk mengajar di kelas kami

"Keluarkan PR kalian"

"Baik Bu"

"Ada yang sakit atau tidak hadir sekarang"

"Hadir semua Bu"

"Baiklah, sekarang kita mulai pelajaran matematika"

"Ada yang kurang paham? Silahkan boleh bertanya"

"Paham Bu"

"Sekarang kerjakan soal halaman  112. Ibu kasih waktu 30 menit ya"

"Baik Bu"

"Ra, Ra. Bangun, kamu tidur?"

"Hmhh, kenapa?"

"Ngerjain soal halaman 112"

"Males"

"Ayo bangun, ibu merhatiin kita dari tadi. Ayo kerjain"

"Iya iya"

Dibangku Sandi dan Diki

"Kenapa tiba tiba ibu kita jadi dingin"

"Kenapa emang?"

"Gak seperti biasanya. Apa ada yang salah dengan Citra?"

"Kenapa lagi?"

"Dari tadi ibu memperhatikan pacar Lo"

"Bukan ke Citra mungkin, tapi itu yang tidur, teman sebangkunya"

"Owalahh tapi mataku gak salah lihat ko".

"Yayaya"

"Lo dikasih tau bukanya khawatir"

"Iya nanti gue tanya Citra"

Suasana dikelas pun hening. 30 menit kemudian.

"Anak anak waktunya habis. Coba kumpulkan buku kalian di depan meja ibu"

"Baik Bu"

"Sekarang ibu mau menilai hasilnya"

Pada Saat Bu Tini memeriksa jawaban siswa. Tak lama kemudian Syifa menjerit secara tiba tiba.

"Aaaa"

"Tolong keluarkan dia dari tubuh ibu. Sekali lagi tolong keluar dari tubuh ibu"

Anak anakpun panik, berhamburan, aku mencoba menenangkan keadaan.

Langsung pergi ke bangku Syifa. Sandi terlihat melapor ke meja Bu Tini, tapi Bu Tini hanya diam seribu bahasa. Lalu aku mencoba memperhatikan Bu Tini.

"Syifa, kalau kamu gak suka sama pelajaran saya keluar saja. Jangan bikin gaduh di kelas". Ucap Bu Tini.

Semua orangpun terdiam, mendengar ucapan Bu Tini. Aku begitu heran dengan apa yang terjadi. Mengapa Bu Tini tidak seperti biasanya, aku memberanikan diri untuk ke depan dan mencoba berbicara secara baik baik dengan Bu Tini. Syifa semakin menjerit, saat langkah demi langkah ku tertuju ke meja Bu Tini. Mata merah Bu Tini terlihat begitu nyata, seperti ada yang ingin disampaikan tapi entah itu kepada siapa.

"Tak tak tak" suara langkahku terdengar jelas dan semakin mendekati Bu Tini, Syifa semakin menjerit di buatnya, saat aku mau menghentikan langkahku dan melihat Syifa yang semakin menjerit tiba tiba aku kehilangan keseimbangan, kakiku terlilit bersilangan sehingga Akupun jatuh dan memegang tangan Bu Tini. Bu Tini pun sempat berteriak dengan sangat lantang, entah itu karena tarikan tangan dariku dan kaget atau ada hal lain yang membuatnya berteriak sekeras mungkin.

"Maaf Bu" ucapku dengan rasa penuh penyesalan. Sandi berlari kearahku dan membantuku berdiri, namun Syifa pun menangis keras dan tak lama dari sana dia langsung pingsan.

"Citra?" Ucap Bu Tini

"Iya Bu"

"Kamu gak apapa?"

"Gak apapa Bu, maafkan saya membuat ibu juga  hampir terjatuh"

"Terjatuh?"

"Duduk duduk.. anak anak semua duduk. Kenapa kalian berkerumun? Itu siapa?"

"Syifa Bu. Dia pingsan" ucap Novi

"Yaampun pingsan kenapa? Apa dia sakit? Ayo bawa ke UKS, coba hubungi teman kalian yang PMR"

"Baik Bu" ucap Ana.

Semua orangpun terheran heran dengan keadaan sekarang. Aku ingin menjelaskan bagaimana situasi ini. Namun rasanya kepalaku ikut pusing untuk mengingat sesuatu. Bayang bayang kejadian di gudang kemarin nampak terlihat jelas menyamakan keadaan dan persepsi.

"Citra, aku bawa kamu ke UKS juga ya? Wajahmu benar benar pucat"

"Gak usah San, aku gak apapa."

"Kaki kamu beneran gak apapa?"

"Nanti juga baikan"

Sandipun mengangguk dan memapahku ke mejaku.

Suasana sangat tidak kondusif, sepertinya semua orang bingung, mengapa ada 1 orang dengan berbeda kepribadian diwaktu yang sama.

Tak lama dari sana Bu Tini mendekati mejaku, lalu memanggilku

"Citra, kamu bisa mengikuti pelajaran ibu? Kamu ikut Syifa ke UKS dulu"

"Gak apapa Bu, saya sudah baikan"

"Nanti kalau ada apa apa bilang ibu atau temen sebangku ya"

"Baik Bu terimakasih"

Bu Tini berjalan kembali ke depan kelas.

"Anak anak harap tenang. Syifa udah di bawa ke UKS. Kalian jangan panik, ibu harap kalian selalu menjaga kondisi kesehatan kalian". Ucap Bu Tini.

"Apakah kita bisa melanjutkan pelajaran ini?"

"Bisa Bu"

"Baiklah anak anak mari kita bahas soal soal berikut ini"

Tak terasa 10 menit berakhir lebih cepat dari jam istirahat sebelumnya, Bu Tini membiarkan kami istirahat terlebih dahulu. Karena beliau ingin sekali melihat kondisi Syifa di UKS, kami melakukan penjengukan secara bergantian untuk melihat keadaanya.

"Anak anak pembahasan soal kali ini dicukupkan sampai hari ini saja, nanti kalian pelajari di rumah hal 161. Yang mau menjenguk Syifa, kita lakukan secara bergantian ya, suapaya tidak berdesak desakan"

"Baik Bu terimakasih Bu"

"Sama sama"

Semua orang pergi keluar untuk menjenguk Syifa di UKS.

"Ci, gue bener bener khawatir sama Lo, kaki Lo gak apapa kan?" Ucap Ratih

"Gak apapa Ra"

"Lo gak mau ke UKS?" Ucap Santi.

"Kaki ku baik baik aja, aku cuma sedikit pusing hari ini"

"Lo diem disini aja dulu, kita mau lihat Syifa ke UKS, Lo mau nitip makan apa? Gue beliin, sekalian Lo San" ucap Ana.

"Aku beneran gak apapa"

"Gak ada penolakan buat Lo Ci, gua malah udah ngasih tau sebelumnya sama Sandi, bahwa Bu Tini hari ini bener bener beda. Gue yakin Sandi sebenarnya juga sangat khawatir sama Lo" ucap Diki

"Bener, selama pembelajaran tadi Sandi gak fokus, kakinya gak bisa diem, dia terus merhatiin Lo. Gue bener bener percaya sekarang hanya Sandi yang bisa jagain Lo" ucap Novi.

"Oke mumpung semua udah kumpul, kita gak tau, ini awal atau akhir dari segala perjalanan  yang selama kita tempuh. Tapi gue yakin kita harus saling menjaga satu sama lain" ucap Ratih.

"Makasih banyak semuanya" ucapku

"Makasih banyak atas bantuan kalian. Gue akan berusaha sekeras mungkin tuk bisa jagain Citra selama dia sekolah disini" ucap Sandi.

"Oke, ayo kita lihat Syifa. Sebelum bel istirahat berbunyi" ucap Novi.

"Ayo" ucap Santi

"Eh Lo nitip apa Ci" tanya Ana.

"Soto sama teh manis hangat, makasih ya"

"Oke. Lo San?"

"Samain aja."

"Hemmh masih aja bucin. Buruan cabut" Ucap Diki.

"Gue titip Citra sama Lo San" ucap Ratih.

Sandipun menganggukkan kepala.

Mereka pun pergi, aku dan Sandi tinggal dikelas. Aku pun meminjam hp Sandi hanya untuk sekedar main game.

"Ci, kamu gak apapa?"

"Gak apapa. Buktinya aku main game. Bentar tumben banget jendela belakang banyak burung terbang"

"Pohon di halaman belakang kan ditebang"

"Oh ya? Kapan?"

"Kemarin"

Akupun sedikit melirik wajah Sandi dengan serius dan menghentikan permainan game ku.

"Sebelum aku beli soto kemarin, Bu Tini menyuruhku nemuin mang Ujang buat nebang pohon di halaman belakang sekolah katanya pohon itu gak terurus. Tapi pak Jono tidak setuju, akhirnya aku bolak balik ke ruang guru"

"Terus?" Tanyaku penasaran

"Ya gak gimana gimana. Akhirnya tetep mang Ujang nebang pohon itu. Mau gimana lagi? Maaf, makanya aku lama pesen sotonya"

"Oh"

"Oh aja? Kamu marah?"

"Enggak ko"

"Lah terus?"

"Gak apapa" ucapku singkat.

"Aku heran aja kenapa kemarin aku teriak teriak di lapang kamu gak denger, kamu malah bawa kursi ke gudang di halaman belakang. Ya aku ikutin sambil lari"

"Kemaren aku gak denger apa apa, cuma aku rasa memang ada yang merhatiin di sebrang lapangan"

"Nah kan"

"Apa?"

"Gak apapa, kemaren pas Lo masuk ke gudang emang kekunci didalam. Aku lupa ngasih tau pintunya memang udah rusak kalau mau masuk ke gudang sana, harus bawa kunci buat jaga jaga"

"Kamu tau banyak tentang gudang?"

"Aku sempet bantuin pak Jono nyimpen kursi tua yang udah rusak disana"

"Tangan kamu udah gak apapa?"

"Tanganku gak apapa, aku malah kahwatir sama jidat kamu yang semakin melebar" ucap Sandi.

"Apa?" Ucapku

"Hehe bercanda. Jangan marah dong"

"Aku gak marah"

"Itu mukanya merah"

"Apaan sih"

"Yeee ngambek"

"Udah udah aku diem"

"Jangan main game lagi, mending istirahat. Nanti kalau ada Ana aku kasih tau."

"Hemmh" Akupun mengangguk. Dan menyandarkan kepalaku di meja sambil memejamkan mata sejenak.

Aku mencoba menutup mataku yang mulai lelah, namun aku mengingat sesuatu, sehingga mataku tertuju pada burung burung terbang di dekat jendela yang mulai berpamitan untuk terbang kembali yang entah kemana perginya.

"Tidurlah jika kamu lelah" terdengar samar samar ditelinga ku, namun aku sangat yakin itu suara Sandi. mataku benar berat dan sangat mengantuk, akhirnya akupun tertidur pulas dan tak mendengar apapun lagi.

To be continue

Bab berikutnya