webnovel

Hari itu Pun Tiba

Hati Suro berdebar mellihat ruangan kapal yang akan digunakan sebagai tempat acara pernikahannya. Sederhana dan tak banyak pernak-pernik yang biasa digunakan dalam acara pernikahan. Yang penting baginya adalah, prosesi pernikahannya sesuai dengan tata cara Islami, syukuran dan selesai. Yang semula haram sebentar lagi akan menjadi halal.

Semalam, kapalnya sudah bersandar, lalu pagi-pagi sekali setelah setelah matahari nampak diufuk timur, Cheng Yu turun dengan membawa serta beberapa orang awak kapalnya ke darat. Rencananya mereka akan menjemput Kyai yang pernah ia ceritakan pada Suro ke kapal, dengan maksud untuk menikahkan Suro dengan dua orang gadis yang selama ini bersamanya.

Hingga menjelang tengah hari, akhirnya Cheng Yu datang bersama beberapa orang anggotanya mengapit seorang lelaki separuh baya berpakaian sederhana, kepalanya tertutup kain surban yang diikat melingkar. Wajahnya yang bersih bersinar berhias kumis tipis dan janggut segenggam yang sebagiannya sudah memutih karena usia.

Ia tersenyum menyapa para awak kapal yang menyambutnya ketika ia datang dan naik di atas kapal Cheng Yu. Sementara dua orang anak muda berpakaian sederhana berada mengiringi langkah sang Kyai disampingnya, mereka terlihat sebagai murid atau santri dari lelaki itu.

Suro tak lama keluar dari dalam ruangan kapal disusul Li Yun, Rou Yi dan Huang Nan Yu begitu mereka mendengar suara langkah kaki dari rombongan yang di bawa oleh Cheng Yu, dengan maksud menyambut kedatangan penghulunya.

Wajahnya langsung tersenyum bahagia melihat seorang lelaki berusia setengah abad lebih yang tersenyum padanya. Tidak salah lagi, dilihat dari wajahnya yang nampak bersinar dan penuh kebijaksanaan orang tua itu adalah Kyai Rahmat, seorang ulama yang di kenal Cheng Yu.

"Assalamu'alaikum!" Suara Suro dan Lelaki itu seperti berebut mengatakan salam, dan membuat mereka berdua saling tertawa kecil.

"Wa'alaikum salam," Mereka kembali berebut menjawab salam, membuat tertawa mereka semakin keras.

"Alhamdulillah! Alhamdulillah!" Lelaki tua itu mengucapkan kalimat pujian. Kyai Rahmat seperti langsung merasa senang begitu melihat Suro.

Sebelum ia dibawa kemari, Cheng Yu sudah menceritakan tentang Suro serta perjalanannya di negeri China secara singkat, hingga menimbulkan rasa penasaran dan rasa ingin tahu rupa dari orang yang diceritakan oleh Cheng Yu.

Meskipun pada persinggahan sebelumnya, Cheng Yu kerap mendatangi Kyai Rahmat, dan menceritakan awal perkenalannya dengan Islam melalui Suro, dan menceritakan sosok Suro kepada Kyai Rahmat. Maka, untuk kali ini, Cheng Yu pun tak menyangka kalau pertemuannya dengan Kyai Rahmat juga membawa serta orang yang diceritakannya itu. Ia tak menyangka kalau Suro bakal kembali ke tanah Jawa.

Suro buru-buru merebut tangan lelaki tua itu untuk menyalami kemudian mencium tangannya, lalu memeluk dengan erat dan akrab.

"Alhamdulillah," katanya sambil membalas pelukan Suro, "Nopo sampeyan ingkang namine Suro Bawu (Apakah anda yang bernama Suro Bawu itu)?"

"Inggih leres kulo (Iya benar saya), Kyai Rahmat," jawab Suro. Seperti mimpi, Suro masih bisa dan cukup fasih berbicara dalam bahasa Jawa.

Orang tua itu mereganggakan pelukannya sambil menatap Suro dengan penuh bahagia, kepalanya menggeleng beberapa kali tanda kekagumannya pada Suro.

"Saya sudah mendengar cerita tentangmu dari tuan Cheng Yu. Ananda luar biasa... Subhanallah," ujar lelaki itu yang dipanggil dengan sebutan Kyai Rahmat, kemudian ia memandang orang-orang yang berada di belakang Suro, "Dua mbak Ayu ini yang menjadi calonmu, ya?"

Suro ikut memandang Li Yun dan Rou Yi, kemudian mengangguk.

"Benar Kyai. Ini adalah Yang Li Yun dan ini Yin Rou Yi. Sedangkan ini bibi dari Yin Rou Yi," satu-persatu Suro memperkenalkan orang yang dibawanya.

Selesai diperkenalkan oleh Suro, mereka memberi salam dan kepala sedikit menunduk sebagai tanda penghormatan dan sapa.

"Subhanallah, Mbak Ayu apa sudah bisa berbahasa Jawa?" tanya Kyai Rahmat kemudian, ia bertanya pada Suro, tetapi sambil melempar pandangan pada dua gadis itu.

Suro memberi isyarat pada Li Yun mau pun Rou Yi untuk langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh Kyai Rahmat.

"Alhamdulillah, sedikit kami bisa. Mohon maaf karena masih belajar tuan Kyai," Li Yun menjawab, dan Rou Yin mendukungnya dengan anggukan.

Kyai Rahmat tertawa senang mendengar jawaban Li Yun. Ia memaklumi jika kedua gadis itu agak kesulitan mengucapkan kalimat-kalimat dari bahasa yang baru dipelajarinya dari Suro.

Cheng Yu meraih bahu Kyai Rahmat, sementara tangan yang lainnya memberi isyarat agar mereka masuk ke dalam ruangan kapal.

"Mari Kyai, lebih enak kita lanjutkan acara kita di dalam ruangan," katanya sambil tersenyum penuh semangat.

Orang tua itu mengangguk, lalu masuk bersamaan dengan Cheng Yu diikuti oleh orang-orang yang bersamanya.

Ruangan yang sederhana tetapi sudah ditata rapi terlihat cukup luas dan lega, semua perabotan meja dan kursi sengaja dikeluarkan agar lebih luas dan banyak orang yang bisa ikut menyaksikan prosesi pernikahan. Mereka mengambil posisi duduk di lantai yang dialasi permadani-permadani cantik.

"Nak Suro," Kyai Rahmat mengawali berkata, "Semua yang diceritakan oleh tuan Cheng Yu sungguh membuatku kagum. Allah SWT teramat sangat menyayangimu hingga selalu selamat dari bahaya. Aku harap, selesai prosesi jika belum ada tempat tinggal, aku akan sangat senang bila kamu sekeluarga menginap di gubukku beberapa waktu. Aku ingin mendengar cerita perjalananmu secara langsung."

Mendengar ucapan Kyai Rahmat, Suro manggut-manggut sambil tersenyum. Ia merasa kalau Cheng Yu telah membuat cerita yang berlebihan pada orang tua itu, hingga ia merasa sungkan.

"Insyaallah, Kyai. Ananda akan menemui Kyai setelah tuan Cheng Yu pergi kembali berlayar," jawab Suro.

Setelah mengobrol cukup lama dan penuh keakraban, acara pernikahan pun dimulai.

Suasana haru sangat kental sekali, terutama Cheng Yu dan Huang Nan Yu. Mereka sampai-sampai tak bisa lagi menahan air mata bahagia melihat Suro dan dua orang gadisnya. Bagaimana tidak, mereka bisa membayangkan betapa berat perjalanan hidup mereka yang penuh tragedi, hingga menghilangkan beberapa nyawa anggota keluarga Suro, Keluarga Yang, Keluarga Yin, dan para sahabat setia yang semestinya bisa ikut menyaksikan acara pernikahan ini.

***

Setelah melaksanakan ibadah Shalat Asar berjama'ah, Kyai Rahmat yang bertindak sebagai imam dalam ruangan kapal itu duduk menghadap para jama'ahnya. Matanya sekali lagi memandang dengan penuh kekaguman dan wajah kebahagian pada Suro.

Di shaf paling belakang, dua orang gadis yang sekarang sudah syah menjadi isterinya nampak menunggu dengan wajah sumringah wejangan yang akan disampaikan oleh Kyai Rahmat. Mereka berdua masih merasa tak percaya akan menemui hari yang berbahagia saat ini.

Mukena yang mereka kenakan, hingga menyisakan wajah dan telapak tangannya membuat kedua gadis itu benar-benar terllihat cantik dan lembut.

"Semoga Allah mengkaruniakan pendamping terbaik pilihan-Nya, sehingga perjuangan kita dalam meniti kehidupan berumah tangga senantiasa terasa indah dan menyejukan berkat pertolongan dan karunia Allah tersebut.

Berumah tangga bukanlah suatu hal yang mudah seperti halnya membalikan kedua telapak tangan. Jika tidak hati-hati dalam menitinya, baik dalam perencanaan maupun ketika mengarunginya, ia akan menjadi bagian dari sebuah penderitaan yang tiada bertepi bagi siapapun yang menjalaninya.

Sejak awal, Allah Swt. memperingatkan kepada setiap orang beriman agar hati-hati dalam hal tersebut, firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. At-Taghabun [64]:14).

Bahwa bisa jadi pasangan yang telah kita pilih untuk mendampingi hidup kita dan anak-anak yang dilahirkannya menjadi musuh bagi diri kita. Seorang suami yang seharusnya menjadi seorang pemimpin di keluarga malah menjadi rusak karena bujukan istrinya yang terus menggerutu karena diperbudak segala macam keinginan. Ayah dan ibu terhancurkan kehormatan dan harga diri keluarganya karena perilaku dan akhlaq buruk yang diperlihatkan anak-anak yang dilahirkannya.

Untuk itu, hal pertama yang harus kita lakukan adalah memohon kepada Allah dengan segala kelemahan diri agar Ia menolong dan mengkaruniakan kita pendamping terbaik dan anak-anak yang shalih dan shalihah. Maka doa yang diperintahkan Allah dalam Alquran untuk hal tersebut adalah:

'Wahai Tuhan kami! Karuniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang menjadi cahaya mata, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang memelihara dirinya (dari kejahatan)'. (QS. Al-Furqan [25]:74)."

Panjang lebar Kyai Rahmat bertutur. Bahasanya santun, lembut dan begitu enak didengar. Membuat mereka yang ada dalam ruangan itu hatinya terasa sejuk dan penuh kedamaian.

Setelah berjeda menuturkan kalimat-kalimat nasehat untuk pengantin, ia melanjutkan dengan gayanya yang masih sama.

"Ciri-ciri dari yang dimaksud oleh doa ini adalah istri yang menyejukan ketika dipandang, dapat menjadi tauladan bagi siapapun. Ia juga tidak akan pernah memperlihatkan wajah yang muram durja, berbicara ketus dan rona wajah yang menyeramkan. Akhlaknya akan terlihat jauh lebih indah dibanding kecantikan wajah dan tubuhnya. Akhlaqnya akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari, baik terhadap suami maupun orang lain di luar keluarganya (tetangga), seperti senantiasa hormat meski suaminya berumur sama dengannya, atau senantiasa menghargai siapapun yang ia temui termasu anak kecil sekalipun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa menyejukan, bersih dan tidak pernah ada yang melukai.

Oleh karena itu, meski ia terus beranjak tua dan berubah karena perjuangannya dalam melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, namun ia akan tetap kelihatan cerah dan bersinar. Hal itu tiada lain karena cerminan dari suasana hati yang senantiasa bersih dan bening. Di samping itu, ia juga akan senantiasa bersyukur, menghadapi setiap kejadian dengan sabar dan yakin akan pelajaran dari Allah. Istri seperti ini tidak pernah meminta hal yang menjadi ketidakmampuan suaminya. Ia tidak pernah mau didahului bangun oleh suaminya, melainkan terlebih dahulu shalat dan munajat kepada Allah. Ia juga akan senantiasa memohon izin kepada suaminya untuk melakukan apapun yang akan ia kerjakan. Inilah sesungguhnya yang dimaksudkan dengan istri shalihah yang menjadi perhiasan paling berharga bagi para suami.

Jangan pernah memilih seorang laki-laki hanya dengan pertimbangan emosional belaka tanpa memperhatikan bagaimana akhlaq dan kepribadiannya. Calon suami yang baik dan senantiasa dapat membimbingnya harus menjadi bagian dari doa yang dipohonkannya kepada Allah, karena suami seperti inilah yang akan mendatangkan kebahagian yang hakiki bagi seorang istri. Ia akan memperhatikan apapun yang diinginkan oleh istrinya.

Istri akan senantiasa menjadi orang spesial dalam benak dan kehidupannya. Suami seperti ini akan senantiasa bersih ketika mau berhadapan dengan istri dan memanggil dengan panggilan terbaik. Jika kondisi istri berubah secara fisik, karena perjuangannya mengurus rumah tangga, ia akan menghiburnya dengan keuntungan-keuntungan di akhirat. Ia juga akan menutup kejelekan-kejelekan yang dimiliki oleh istrinya serta merasa terus tertuntut untuk melakukan kewajiban yang benar.

Tingginya derajat suami ditentukan oleh perjuangannya menjadi pemimpin rumah tangga, sehingga ia akan terus menuntut dirinya untuk senantiasa menjadi tauladan yang baik bagi keluarga yang dipimpinnya. Seorang suami pilihan Allah tidak pernah mau jadi beban bagi istrinya. Ia akan senantiasa memuji dan membuat istri senang, menjadikan kekurangan istrinya menjadi ladang amal untuk berlapang hati dan membantunya selalu berjuang untuk memperbaiki diri. Ia juga akan selalu berlapang dada bertukar pikiran membahas masalah-masalah yang ada di keluarganya dengan adil. Pada malam hari, ia akan mengajak istrinya untuk bermunajat menghadap Allah bersama-sama, meminta kepada Allah sebuah keluarga yang mendapatkan perlindungan-Nya pada saat tiada lagi perlindungan lain selain hanya dari-Nya dan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, bahagia di dunia dan akhirat.

Rahasia dari semua itu adalah perjuangan maksimal untuk memiliki ilmu tentang hal tersebut. Ilmu inilah yang akan membangun kebahagiaan di rumah tangga. Dengan ilmu ini, seorang suami atau istri akan berbuat apapun dengan penuh keikhlashan dan merasa ridha dalam melayani dan berkhidmat terhadap pasangannya masing-masing. Waallahu A'lam."

Li Yun dan Rou Yi tak dapat lagi mengangkat kepalanya. Mereka berdua sama-sama menunduk dalam balutan mukena, menangis dengan hati yang dipenuhi rasa syukur. Rasa syukur karena meyakini pemuda yang saat ini sudah menjadi suaminya adalah orang yang sangat baik dan berahlak. Sampai-sampai orang tua mereka berani memberi amanah jiwa dan raganya pada Suro yang merupakan orang asing dari negeri sangat jauh.

Jika saja Suro adalah pemuda yang berhati jahat, mereka sudah rusak sedari dulu.

Bab berikutnya