Beberapa hari telah berlalu, Suro memacu kudanya dengan kencang berharap segera sampai dikota tujuannya, lalu menukar kudanya dengan yang baru agar ia bisa terus melakukan perjalanan tanpa berhenti.
Ia memperkirakan paling tidak tengah hari atau sore hari ia sudah tiba dikediaman Tabib Hu untuk berisitirahat sehari.
Di halaman utama kuil Shao Lin, biksu Pelatih Utama berdiri teguh membentuk kuda-kuda, sementara kedua tangannya sudah bersiap untuk mengayunkan Toya. Suro yang menjadi lawannya pun tak mau kalah dengan posisi yang sama.
"Dalam hal tanding tangan kosong, kekuatan ilmu beladirimu bisa dibilang tak bisa kukalahkan dengan mudah. Tetapi dalam hal toya, aku belum tentu kalah darimu." Biksu Kei Yin berkata dengan tatapan serius.
Malam sebelumnya diruang Balai Seribu Budha sudah hadir Biksu Kepala Lie Kei An, dan juga Ching So Yung, Hang Se Yu serta Yung Se Kuan, sesaat ketika ia berpamitan akan pergi meninggalkan biara Shao Lin. Hanya saja Biksu Kepala Pelatih Lie Kei Yin memberi syarat, jika Suro bisa mengalahkannya bertanding Toya, maka ia akan membiarkan Suro pergi.
"Silahkan guru Kei Yin!" Suro berkata sambil tersenyum.
Dengan satu teriakan keras, biksu Kei Yin merangsek maju sambil menusukkan toyanya kearah Suro. Kemudian melakukan ayunan sangat cepat pada ujung yang lain. Suro menanggapinya serius, tenaga yang dikeluarkan oleh biksu Kei Yin tidak main-main.
Setiap toyanya menyentuh toya biksu Kei Yin, tangannya terasa bergetar dan kesemutan. Ia tak bisa mengadakan perlawanan karena serangan yang diarahkan padanya seperti datang dari berbagai arah.
Tang..Tang..Tang..!!!
Kalang kabut toyanya bergerak kesana-kemari. Ia dapat mengukur, jurus toya milik Biksu Kei Yin jauh melampaui rekan-rekan yang mengajarinya. Nyaris saja sabetan maupun tusukkan akan diterimanya jika ia lengah.
Dilain pihak, Biksu Kei Yin juga menyadari kalau pertahanan Suro sangat sulit untuk ditembus. Padahal ia sudah berusaha dengan mengeluarkan seluruh kemampuannya melawan Suro. Sambil menyerang, dia sempat tersenyum tipis, hatinya memberikan penilaian yang tinggi pada Suro, seorang asing yang baru beberapa bulan tetapi sudah mampu menguasai salah satu senjata andalan Shao Lin.
Sebenarnya ia sengaja menantang Suro untuk bertanding Toya. Ia ingin menanamkan kenangan yang dalam pada dirinya, pada Suro, dan pada semua yang ada di biara ini, bahwa pernah ada orang asing yang berbakat dari negeri jauh datang ke biara Shou Lin, beradu tanding dengannya.
Hiaaaaaaat!
Trang!!!
Biksu Kei Yin membuat gerakan mengayun, menebas dari samping bawah ke atas menyilang dengan sekuat tenaga. Toya yang semula dipegang menggunakan dua tangan, nyaris terbang dan terlepas dari tangan Suro jika tangannya yang lain tidak sigap mencengkeramnya dengan kuat.
Pemuda itu membalik toyanya dengan memutar melewati lengan lalu diterima dengan tangan lainnya. Tangan yang menerima langsung melakukan tebasan dari atas ke bawah. Serangan itu tak terduga oleh Biksu Kei Yin. Ia menyangka, putaran awal yang dilakukan Suro tadi bermaksud sebagai serangan, ternyata Suro dengan cerdik memindahkannya ke tangan lain lalu membuat serangan yang sesungguhnya.
Trang!!!
Toya beradu ketika biksu Kei Yin mengangkat toyanya dengan kedua tangan ke atas, menangkis serangan toya dari Suro. Karena jarak yang begitu dekat, Biksu Kei Yin melihat pertahanan daerah dada terbuka, lelaki itu langsung menyundulkan kepalanya.
Buk!
Sundulan kepala membuat Suro terhuyung sambil memegang dadanya. Belum sempat ia menarik nafas, biksu pelatih utama itu mengejarnya dengan sebuah tusukan toya yang dilakukan sambil melayang di udara.
Suro melakukan lompatan harimau, berguling dibawah tubuh lawannya, begitu bangkit langsung menyerangnya dengan ayunan toya ke tubuh biksu Kei Yin.
Biksu itu kembali melompat salto menyadari sasaran toya Suro adalah kakinya. Kemudian membalasnya begitu kakinya menjejak tanah. Tusukan toya nyaris masuk ke dada Suro jika pemuda itu tidak menarik toyanya, lalu menjepit ujung toya lawan dengan lengan.
Menyadari jepitan Suro sangat kuat, biksu Kei Yin menyongsong maju dengan merenggangkan pegangannya sambil menyusuri toyanya lalu telapak tangannya menghantam jepitan tangan Suro. Mau tak mau, Suro melepaskan jepitanya, jia tidak bahunya akan menjadi sasaran telapak tangan biksu Kei Yin.
Trang! Trang! Trang!
Benturan demi benturan batang toya menimbulkan suara cukup keras seperti irama yang tak beraturan. Sejauh ini, Biksu Kei Yin tampak unggul dari Suro meskipun ia menyadari sangat sulit menembus pertahanan pemuda itu.
Hiaaaat!!!
Biksu Kei Yin kembali berteriak keras sambil mengayunkan toyanya lagi dengan tenaga penuh menyasar kepala yang ditangkis kembali oleh Suro, tangannya ikut bergetar sesaat kedua batang toya beradu.
Wutt!
Buk!
Tahu-tahu Suro memutar toyanya kesamping dan menghantam lengan kanan Biksu Kei Yin. Toyanya terlepas akibat lengannya yang dipukul Suro terasa lumpuh, hingga ia Cuma bisa memegang dengan satu tangan.
Biksu kei Yin buru-buru melangkah mundur sambil mengangkat tangan memberi isyarat agar pertarungan selesai.
Suro menunduk memberi hormat, biksu Kei Yin pun menyatukan kedua telapak tangannya dan turut menunduk pula. Ia tersenyum puas sambil memandang Suro, diiringi tepukan tangan dari orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu.
"Terima kasih Luo," Biksu Pelatih Utama itu berkata, sambil menepuk pundak Suro, lalu memeluk pemuda itu dengan sangat erat, "Silahkan berkunjung kapan saja, kita akan berlatih lagi kelak!"
Suro mengangguk, tak terasa air matanya menetes. Hatinya begitu terharu melihat saudara-saudaranya dari biksu Shao Lin begitu mengharapkan keberadaannya.
Tak lama orang-orang sekelilingnya mendekat, dan memeluknya satu-persatu.
"Jangan lupakan kami dan tempat ini. Anda adalah bagian dari kami dalam hal bela diri," Yung Se kuan berkata, matanya nampak berkaca-kaca.
"Semoga berhasil mengalahkan Ye Chua. Kami akan selalu merindukanmu," Hang Se Yu berkata, raut wajahnya yang nampak sedih juga dipaksakan untuk tersenyum.
"Kami bangga menjadi teman latihanmu selama ini," Ching So Yung pun tak ketinggalan berkata-kata.
Suro mengangguk, meskipun baru beberapa bulan di kuil Shao Lin, suasana persahabatan didalamnya membuat dirinya merasa berat untuk pergi.
"Semoga keluarga Yang diberi keselamatan dan kebahagian," biksu Kepala berdo'a, "Teruslah berlatih, kami semua mendukungmu dengan do'a. Aku yakin, kau dapat mengalahkan Ye Chuan!"
***
Mendekati lembah Gezi, Suro melihat dari kejauhan tiga orang penunggang kuda juga memacu kudanya dengan sangat terburu-buru.
Hingga jarak sudah begitu dekat, ia menyipitkan pandangannya, dan merasa mengenali ketiga penunggang kuda itu. Rupanya mereka juga mengenali Suro, lalu sama-sama memacu kudanya lebih cepat lagi.
Mereka akhirnya sama-sama menghentikan kudanya ketika sampai pada titik pertemuan.
"Tuan Muda Yang!" salah seorang dari mereka berkata sambil mengepalkan tangan didepan dada."Syukurlah kita bertemu disini."
Yang membuat Suro terkejut adalah kehadiran Lu Xiou Fu bersama dua orang lelaki yang tak lain adalah kelompok bayang Merah Zhu Xuan dan Wang Yun. Dalam hati ia berfikir, jangan-jangan Lu Xiou Fu adalah anggota dari bayang Merah. Suro tak menjawab, hanya balas memberi hormat.
Wajahnya yang nampak bingung langsung bisa ditebak oleh Zhu Xuan. Lelaki itu tersenyum sebelum berkata-kata.
"Tuan Muda Yang Luo jangan berfikir macam-macam," katanya, "Aku membawa keluargamu kekediaman Tabib Hu, lalu aku berencana pergi ke biara Shao Lin untuk menemuimu, tetapi tuan Lu Xiou Fu memaksa untuk ikut mengantar."
Suro semakin bertambah bingung.
Keluarganya ada di kediaman Tabib Hu? Ada apa? Kenapa? Ia membatin.
"Pendekar Luo," Lu Xiou Fu langsung berkata untuk menjawab kebingungan Suro,"Lebih baik kita segera kembali kekediaman Tabib Hu!''
Tak lama, setelah membalik arah kudanya, mereka bersama-sama Suro memacu kudanya seperti sedang berlomba.
Lewat tengah hari, mereka sudah tiba di halaman rumah Tabib Hu. Suro mendahului turun dari atas kudanya, lalu berlari masuk ke dalam rumah dengan jantung yang berdebar-debar. Firasat buruk yang menyambanginya beberapa hari ini sangat menakutkan. Matanya langsung berkaca-kaca.
Ruangan tempat dia dirawat dulu ketika terrkena racun tujuh ular dari pisau Sen Yu kini dipenuhi dengan beberapa tubuh yang tergeletak berdekatan diatas dipan-dipan pembaringan.
Kakinya terasa terpaku melihat isi ruangan itu, lututnya terasa lemah. Air matanya langsung tumpah mengalir tak tertahan... 4 sosok tubuh tak berdaya!
"Kakak Luo," Rou Yi menyapa disampingnya. Wajahnya juga turut sedih berempati merasakan kesedihan yang dialami oleh Suro. Ditangannya memegang beberapa cawan di atas nampan yang dari baunya bisa ditebak, itu adalah ramuan obat.
Suro menatap Rou Yi, ia merasa malu menangis dihadapan Rou Yi. Tapi saat itu, ia benar-benar tak bisa menahan air matanya.
"Adik, Yi...." katanya, "Mohon bantuanmu, ya"
Suro berkata dengan suara terbata-bata, dilihatnya Rou Yi mengangguk.
"Kakak jangan khawatir, aku akan berusaha..." jawabnya.
Perlahan, ia mendatangi tubuh-tubuh yang tergeletak. Dilihatnya Tan Bu sedang berusaha membuka matanya.
"Adik Luo...." sapanya lirih. "Tak perlu khawatirkan aku, periksalah ayah ibu dan adikmu."
Suro mengangguk, lalu ia mendatangi Yang Meng yang terbaring bersama Zhao Lin, ayah ibunya dalam keadaan pingsan.
Ia memegang dahi keduanya bergantian.
"Panas sekali," katanya. Ia terkejut begitu melihat leher ayahnya yang membiru."Astagfirullah, leher ayah patah."
Lalu memegang nadi Yang Meng untuk memeriksa keadaan organnya. Wajahnya makin terkejut.
"Organ dalamnya hancur?" ia merasa tak percaya. "Kurang ajar manusia itu!"
Hatinya dipenuhi amarah, apalagi ketika melihat kondisi ibunya. Ia lalu meraih tangan Zhou Lin untuk memeriksa nadinya.
"Oh, tidak!" ia berkata lirih hampir tak terdengar, wajahnya terlihat kelam, lalu tangan Zhou Lin digenggamnya erat dan diciumnya beberapa kali.
"Ibu.... Ibu....Ibu...." ia menyebut Zhou Lin sambil menangis sesenggukan seperti anak kecil. "Ibu... Maafkan ananda, Bu..."
Air matanya yang hangat membasahi tangan Zhou Lin, seolah memberi nutrisi kekuatan tubuh wanita itu untuk sadar. Tiba-tiba Suro merasakan tangan ibunya bergerak, lalu melihat ibunya perlahan membuka mata.
Melihat bahwa yang memegang tangannya adalah Suro, ia tersenyum.
Walaupun senyuman itu dalam kesakitan, senyum Zhou Lin bagi Suro sangat menyejukkan hatinya, senyum yang selama ini dirindukannya, dan senyum termanis yang pernah ia lihat seumur hidupnya.
"Luo.... Anakku sayang...." katanya dengan suara pelan dan lemah, wajahnya nampak pucat, "Kau sudah kembali,nak?"
Zhou Lin berusaha bergerak, tetapi Suro menahannya.
"Ibu, tetaplah berbaring... " Suro berkata sambil terus menggenggam tangan ibunya, seolah tak dibiarkan lepas dari tangannya, "Ananda akan berusaha mengobati ibu...."
Ia tahu, kondisi ibunya sudah sangat parah. Hasil diagnosanya menyebutkan organ yang terkait dengan pencernaannya terluka, dan tentunya akan sangat sulit untuk diobati bahkan tidak bisa...Suro hanya berharap sebuah mukzizat.
Sampai-sampai ia berfikir, seandainya ia bisa, biarlah ia menggantikan posisi ibunya, ditukar dengan nyawanya pun ia rela.
"Kenapa engkau menangis?" tanyanya getir.
Pemuda itu tak mampu menjawab, tenggorokannya seperti tercekat. Yang bisa ia lakukan adalah menciumi tangan wanita itu.
"Ibu...." suaranya pun nyaris tak terdengar, hanya bibirnya saja yang bergerak.
"Kakak?" tiba-tiba ia mendengar suara lainnya yang tak kalah lemah, ia tahu itu suara Yang Li Yun yang berada disisi lain. "Aku mendengar suaramu, apakah itu kakak?"
Suro berdiri, setelah meletakkan tangan ibunya, ia beralih mendekati Li Yun.
"Adik Yi, tolong bantu, ya..." pinta Suro.
Gadis itu mengangguk.
Posisinya langsung digantikan oleh Rou Yi yang sudah siap dengan obat racikannya. Suro sempat melihat gadis itu juga menangis terbawa suasana.
"Apa yang kau rasakan, anak manja?" Suro berkata mencoba bercanda, sambil tersenyum ia memandang Li Yun lalu duduk di kursi sisi pembaringannya.
Begitu ia melihat Suro, gadis itu seperti tak percaya, tetapi kemudian ia seperti tersenyum senang ditengah rasa sakitnya.
Suro membelai lembut dan perlahan rambut Li Yun yang nampak kusut terurai.
"Kakak...." Li Yun memanggil dengan panggilan yang khas. Air matanya langsung tumpah, "Kakak benar-benar datang?"
Suro mengangguk. Ia merasa tak tega melihat kondisi Li Yun. Tulang punggungnya patah, dan bisa dipastikan jika sembuh, gadis itu bakalan lumpuh seumur hidupnya.
"Bagaimana ibu?" ia bertanya lagi.
Suro memberinya isyarat dengan kepala, menunjukkan bahwa ibunya berada disisinya.
"Biarlah aku mati, tapi tolong.... berusahalah menyembuhkan dan menyelamatkan ibu, ya, Kak?"
Tangis Suro semakin deras mendengar permintaan Li Yun. "Adik Li tak boleh berkata begitu...Aku akan berusaha menyembuhkan kalian, bertahanlah, ya....."
Li Yun mengangguk pelan, "Kakak, ..."
"Istirahatlah dulu, simpan tenagamu buat nanti, ... Kita akan mengobrol sepuasnya, ya," Suro memotong ucapan Li Yun yang membuat gadis itu tersenyum. "Aku akan melihat ibu sebentar. Nona Rou Yi akan memberimu obat. Menurutlah..."
Li Yun mengangguk lemah.