webnovel

Luka Lama

"Leo apa yang kamu lakukan?" Tanya Pak Mura dengan tegas, memotong perkataan Leo sambil meraih tangannya yang sedang berada di pundak Lira.

Mendengar ucapan pak Mura yang berusaha menghentikan sikapnya, sontak membuat Leo mengalihkan pandangan ke pak Mura dengan tajam dan dingin.

"Apa yang aku lakukan sekarang bukan urusanmu". Leo menjadi tidak terkontrol, pak Mura yang melihat Leo saat ini seperti hewan buas liar, membuatnya tercengang dan merasa sedikit takut, "Apa maksudmu? aku adalah gurumu dan tentu saja aku memiliki tanggung jawab untuk ini". Pak Mura dengan tegas coba menekan Leo sambil membalas tatapannya.

Kini Leo tiba-tiba menjadi marah dan menghempaskan tangan pak Mura dengan keras kemudian melangkah ke perlahan dengan amarah yang terlihat meluap-luap, Leo juga telah melepaskan tangannya dari pundak Lira dan hanya terfokus kepada pak Mura.

"Aku sudah lama kehilangan sesuatu yang berharga, dan di dalam sini hanya ada luka, sekarang aku punya kesempatan untuk mendapatkannya kembali, lalu kenapa kau ingin menghentikannya".

Leo dengan suara dalam yang begitu dingin sambil menunjukkan ke arah dadanya, seakan memberi tahu rasa sakit yang tersimpan lama di hatinya, dan terus melangkah ke depan pak Mura, membuatnya harus mundur perlahan dengan ekspresi takut.

Melihat adegan itu tentu membuat semua murid yang ada di kelas itu beranjak untuk segera menghentikan Leo, namun sebelum para murid menghentikan Leo, Lira sudah lebih dulu mengambil tindakan.

"Plekkk". Tamparan keras dari Lira membuat pipi kanan Leo memerah dan seketika itu pun ia mulai tersadar, "Siapa kamu yang punya hak untuk menyentuh ku? Aku bahkan sedikitpun tidak mengenalmu". Tegas Lira menatap Leo dengan dingin.

Leo kini kembali menatap Lira, namun ia tidak mampu menatapnya lebih lama dan langsung beranjak untuk keluar ruangan tanpa melakukan perlawanan kepada Lira, sementara itu Karin yang sudah berada di pintu ruang kelas, terus memandang Leo dengan perasaan campur aduk kebingungan, namun Leo sama sekali tidak memperhatikannya.

Sedangkan sandi yang melihat Leo beranjak keluar, langsung berlari mengejarnya, dan murid lainnya hanya terdiam tak berkutik, "Pak apa bapak baik-baik saja?" Tanya Lira kepada pak Mura yang terlihat masih tegang.

"Ada apa dengan anak itu". Pak Mura dengan ekspresi bingung karena sikap Leo yang menurutnya melewati batas, ia memperbaiki dasinya dan mencoba bersikap santai.

"Khemm ... Semuanya harap tenang dan kembali ke tempat masing-masing dan Lira kamu bisa mengambil tempat kosong di sebelah sana". Lanjut pak Mura memberi intrusi agar semua muridnya kembali tenang.

Lira hanya mengangguk dan semua murid kembali ke tempat duduk masing-masing dengan tenang, "Untuk pelajaran hari ini Bapak akan memberikan kalian tugas, karena ada sesuatu yang tidak bisa di tinggalkan". Jelas pak Mura dengan buru-buru lalu memberikan tugas kemudian meninggalkan ruangan.

Karin yang masih terlihat merenung penuh kekhawatiran, sesekali melihat ke belakang tempat duduk Leo, dengan penuh kegelisahan ia segera beranjak dari tempat duduknya dan segera keluar.

Leny melihat Karin keluar dan spontan memanggilnya, "Rin mau ke mana?" Teriak Leny memanggil Karin, "Toilet" Jawab Karin singkat sambil berlari meninggalkan ruangan.

Di sisi lain Leo berdiri di pojok lorong, berdiri dan memukul tembok dengan kedua tangan, memegang kepalanya, lalu perlahan ia merasa lututnya melunak dan langsung terjatuh berlutut dengan senyuman yang bercampur ekspresi sedih di wajahnya.

"Leo, kamu di sini?" Ucap sandi dengan semangat pura-pura mengagetkan Leo yang terlihat murung, walaupun ia belum mengerti kenapa Leo seperti itu, namun yang pasti ia tahu saat ini Leo terlihat sedih.

Leo tersadar dan langsung berdiri, sandi sedang berada di dekatnya, karenanya ia tak ingin terlihat lemah "Sandi, kenapa kamu disini?" Leo tersenyum paksa namun terlihat begitu alami, "Harusnya itu adalah pertanyaan ku pada mu, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Balas Sandi dengan ringan.

"Entahlah, aku juga sedang mencari tahu" Jawab Leo dengan sedikit sendu tak mampu menyembunyikan perasaannya, "Leo jika ada yang ingin kamu katakan padaku, aku akan mendengarkan, itulah gunanya teman". Jelas Sandi dengan lembut memberi perhatian kepada Leo.

Namun Leo hanya terdiam tidak mengeluarkan kata sepatah pun, melihat Leo yang seperti itu sandi cukup mengerti dengan keadaan Leo walaupun ia sama sekali belum tahu banyak tentangnya.

"Baiklah kamu tidak perlu mengatakannya sekarang oke, yang terpenting sekarang kita harus segera ke kelas dan meminta maaf kepada pak Mura, jika tidak kamu benar-benar akan berakhir Leo" Sandi dengan cepat merangkul pundak Leo, seperti yang biasa di lakukan nya.

"Ah sial, kamu benar juga, tapi ..." Pikir Leo yang mulai teringat dengan sikapnya kepada pak Mura, "Udah gak ada tapi-tapi, kita harus cepat sebelum pak Mura melaporkan sikapmu barusan". Potong Sandi dengan buru-buru menyeret Leo.

Leo hanya pasrah dan tersenyum tipis dengan tingkah Sandi yang benar-benar tulus mengkhawatirkannya, dan ia tahu akan hal itu, itulah sebabnya iya membiarkan Sandi bersikap seperti itu kepadanya.

Karin yang bersembunyi di tiang-tiang lorong menghela napas lega melihat Leo yang tersenyum, "Leo kau harusnya tetap tersenyum seperti itu, kamu sangat tidak cocok dengan peran es batu itu". Ucap Karin dalam hati sambil tersenyum sendiri melihat Leo yang kembali membaik.

Kini Leo dan sandi sudah berada di depan pintu kelas dengan napas ngos-ngosan karena berlari untuk menemukan pak Mura dan meminta maaf atas kejadian sebelumnya, namun mereka tidak menemukannya.

"Dimana pak Mura?" Tanya sandi kepada teman-teman sekelasnya dengan napas yang tidak beraturan, "Dia sudah pergi dan hanya meninggalkan tugas, katanya ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan", Ucap salah satu siswi dengan datar, sementara Leo hanya diam melihat ke arah Lira, namun Lira tidak peduli karena merasa masih kesal dengan sikap Leo.

"Ah ... Sial, Leo ayo cepat kita harus menemukan pak Mura". Sandi bergegas menyeret Leo lagi untuk menemukan pak Mura.

Dengan suasana hati yang campur aduk pak Mura telah tiba di ruang guru dengan raut wajah yang gelisah, dia masih berpikir tentang sikap Leo yang sudah kelewatan, ia segera membuka pintu, "Pak ... Pak Mura" Panggil seorang murid dengan teriakan cukup keras.

Bab berikutnya