Upacara kedewasaan yang biasanya dilakukan sepuluh tahun sekali kacau balau karena amukan Morgan yang terpancing karena perkataan sepele dari Luke.
Hampir semua kandidat mengalami cedera yang parah, terutama sang provokator, Luke. Laki-laki itu mengalami patah tulang rusuk dan lengan, ia bahkan tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya selama berhari-hari.
Hasil dari upacara kedewasaan itu belum jelas, Alpha tidak mengumumkannya dan memilih menutup mulutnya rapat-rapat bersama para tetua dan menyuruh agar semua orang yang ada di pack untuk tidak bertanya sementara.
Morgan sang tersangka sedang mendekam di dalam sebuah rumah yang berada di pinggiran hutan, ia berputar-putar dengan gelisah di sekeliling rumah.
Sebenarnya mudah saja baginya menerobos keluar dan kembali ke pemukiman pack Blue Moon, tapi yang mengurungnya di sini adalah sang pemimpin pack, Alpha yang paling dihormatinya sejak kecil, ia mengepalkan tangannya dengan erat sambil berusaha menekan keinginannya untuk keluar.
"Morgan, bagaimana perasaanmu?" Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam rumah dengan membawa keranjang berisi buah-buahan, ia menaruhnya di nakas dekat tempat tidur, memandangi laki-laki yang berdiri di dekat jendela.
"Aku baik," sahut Morgan dengan acuh, ia kemudian mendudukkan dirinya di atas ranjang dan melirik keranjang yang penuh buah-buahan. "Tidak ada daging?"
Wanita itu tersenyum, ia melambaikan tangannya di depan wajah Morgan. "Kau sedang dihukum, tidak ada daging sampai seminggu ke depan."
Morgan mendengkus, ia mengacak-acak rambutnya dan menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan memelas. "Aku sama sekali tidak tahu apa salahku … mengapa aku harus dihukum ketika aku mampu mengalahkan mereka semua?"
Wanita itu tersenyum lembut, dulu Morgan adalah sosok bocah gendut yang terus berlari dengan perutnya yang buncit dan pipi yang menggembung penuh makanan, bocah itu akan merengek padanya setiap waktu karena rasa lapar. Namun, sekarang Morgan telah menjelma menjadi sesosok laki-laki bertubuh tegap dan mewarisi kekuatan Alpha murni dari keluarganya.
Kekuatan yang diwarisi itu seperti pisau bermata dua, di satu sisi memiliki kekuatan yang besar yang sangat berguna untuk masa depan pack Blue Moon, di sisi yang lain kegilaan yang dimilikinya membuat ancaman terbesar bagi pack Blue Moon.
"Kau masih belum bisa mengendalikan kekuatanmu, Morgan."
"Apa ini artinya aku gagal?" tanya Morgan dengan mata yang berkaca-kaca, di depan orang lain ia mungkin akan terlihat angkuh, tapi depan wanita paruh baya ini Morgan menjatuhkan semua pertahanannya, ia berlutut dan menjatuhkan wajahnya di pangkuan wanita itu.
"Bibi … apa aku gagal?"
Wanita itu menghela napas, tangannya bergerak membelai rambut Morgan. "Alpha masih belum memutuskan hasilnya."
Morgan mengepalkan tangannya, ia tidak tahu harus menanggapi dengan senang atau sedih, sudah seminggu sejak upacara kedewasaan itu berlalu dan ia sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan pack, ia tidak tahu keadaan Giselle dan bertanya-tanya, apakah Lunanya merindukannya.
"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja."
Morgan menganggukkan kepalanya, ia memejamkan matanya sejenak dan membiarkan tangan lembut itu menyapu rambutnya, sesaat ia merasa tidak sendirian di dunia ini.
Sejak ia kecil ia tidak pernah mengerti mengapa nama belakangnya berbeda dengan bibinya, ia tidak tahu seperti apa rupa kedua orang tuanya, ia hanya tahu bibi dan suaminya merawat dirinya dengan sepenuh hati.
Belakangan ia tahu bahwa menyandang nama Lloyd, bukan sekedar tempelan biasa, ia tahu bahwa ada sesuatu yang luar biasa ketika ia pertama kali membangkitkan serigala yang ada di dalam dirinya di usia tiga belas tahun, orang-orang menyebut kekuatannya sebagai bentuk kegilaan.
Morgan bukan orang yang akan memasukkan semua omong kosong yang dibicarakan oleh orang-orang, ia membuktikan jika dirinya adalah manusia serigala tidak segila yang mereka pikirkan hingga ia berusia tujuh belas tahun. Namun mengapa di upacara kedewasaan yang sangat penting ini lepas kendali?
Morgan merasakan kesedihan yang sangat dalam.
Langkah berderap datang dari luar, Morgan langsung menegakkan tubuhnya dan berdiri, bibi memegang tangannya dan tersenyum lembut.
KLEK!
Sang pemimpin pack yang paling dihormati membuka pintu, ia mengisyaratkan agar Morgan mengikutinya menuju ruang tengah. "Kita harus berbicara dengan para tetua."
Morgan menganggukkan kepalanya tanpa daya, wanita paruh baya itu mengusap pelan pundak Morgan, mencoba memberi ketenangan. Dua laki-laki itu melangkah menuju ruang tengah dan mendapati jika semua tetua sudah duduk menunggu.
"Llyod, bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?" Tetua yang berperawakan kecil itu tersenyum padanya, Morgan menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Aku baik-baik saja sekarang."
"Heh, tentu saja karena itu sudah seminggu berlalu, coba dia kehilangan kewarasannya lagi pasti sudah hancur pemukiman kita." Tetua lain langsung mengoceh, membuat suasana ruangan menjadi canggung.
"Aku tidak akan melakuan itu," bantah Morgan dengan suara tertahan.
"Bagaimana kita bisa tahu? Kau bahkan hampir membunuh kandidat lain kemarin."
"Aku … aku benar-benar tidak berniat seperti itu!"
"Berhentilah membicarakan omong kosong!" Alpha menepuk meja dan suaranya langsung membuat semua orang terdiam, mereka dipaksa saling mengatupkan mulut mereka dengan tekanan yang diberikan oleh Alpha.
"Kita di sini untuk mencari solusi mengatasi kekuatan Llyod yang mulai tidak terkendali," lanjut Alpha lagi kemudian ia menghela napas panjang dan melirik Morgan yang duduk tegak di depannya.
"Nak, kami harus menekan kekuatannmu."
Tubuh Morgan langsung menegang, tangannya yang ada di bawah meja mengepal erat. "Apa maksudmu dengan menekan?"
"Kekuatanmu terlalu besar dan kau masih belum bisa mengendalikan sepenuhnya, kami akan menyegel kekuatan itu sementara."
Morgan menggemerutukkan giginya, menyegel kekuatannya itu berarti ia tidak ada bedanya dengan manusia yang tidak memiliki kekuatan.
"Aku tidak mau!" Morgan berdiri dan menghempaskan tangannya ke meja. "Aku tidak akan membiarkan kalian melakukan itu padaku."
"Lloyd tenanglah. Ini demi keamanan pack kita."
Para tetua mulai gusar dengan penolakan Morgan, kecuali tetua yang berperawakan kecil itu, ia melengkungkan bibirnya dan menatap lurus sang Alpha. "Kalau dia bisa mengendalikannya, kalian tidak akan menyegel kekuatannya, bukan?"
Alpha menatap senyum tetua yang penuh arti itu, ia mengerutkan keningnya. "Dan apa yang kau maksud?"
"Biarkan dia menjadi muridku, aku akan berusaha membuatnya mengendalikan kekuatannya."
Semua orang yang ada di ruang tengah mendadak diliputi keheningan, mereka menatap tetua berperawakan kecil itu dan Alpha secara bergantian, mengambil Morgan menjadi seorang murid merupakan risiko yang besar, kekuatan Morgan tidak bisa diprediksi, ia bisa mengamuk kapan saja dan kemungkinan terburuk nyawa adalah taruhannya.
Alpha tersenyum, ia menyipitkan matanya ke arah Morgan. "Nak, apa kau dengar itu? Mulai sekarang orang yang ada di sampingmu itu adalah gurumu."
Morgan melirik dengan raut wajah yang penuh kebingungan, ia tidak pernah mempunyai seorang guru dan ia tidak memerlukan seorang guru, ia menoleh menatap ke arah tetua itu.
"Zac, panggil aku tetua Zac mulai hari ini."
Morgan tidak tahu harus menjelaskan perasaan yang aneh dalam hatinya, ia meremas celananya dan melirik Alpha yang masih menatapnya dengan matanya yang menyipit, seolah mengisyaratkan agar ia menuruti apa yang telah dikatakannya.
"Baiklah … Tetua Zac."