Iris keluar dari kamar berpintu merah muda dengan senyum mengembang, tidak memedulikan tatapan heran wanita di sana. Ia berjalan angkuh keluar, tubuhnya terasa ringan, menaiki kudanya lalu memacunya dengan santai.
Para pemuda-pemudi desa menatapnya tanpa berkedip, Iris semakin tersenyum lebar.
Menuju danau hijau, tidak lupa ia membeli roti dan kue kering untuk Thomas, Iris bersenandung dengan gembira, ia sangat senang.
"Tomy!" Iris berseru dari kejauhan, melompat turun dari kuda, Thomas sedang menyalakan api unggun, berdiri menyambutnya.
"Iris kau kembali!" Thomas entah kenapa merasa senang melihat penyihir itu kembali, melupakan kekecewaannya. Litzy bahkan menggonggong dengan keras.
"Tomy pasanganku!" Iris memeluk Thomas dengan gemas, bocah itu terdiam kaku, ia sepenuhnya berada dalam pelukan Iris, matanya memperhatikan tubuh Iris, penyihir itu menjadi lebih muda dan cantik, kulitnya lebih halus dan lembut.
"Lebih cantik kan? Kekuatanku telah kembali sepenuhnya." Iris mengambil roti dan kue kering yang didapatnya untuk Thomas.
"Ya, kau menjadi lebih cantik." Thomas memuji dengan tulus, ia bangkit hendak berdiri dari pelukan Iris tetapi wanita itu tak berniat melepasnya.
"Tentu saja, aku merasa lebih kuat dari yang sebelumnya."
"Um ... Ya." Thomas tidak tahu harus merespons seperti apa, kepala Iris berada dibahunya, ketika penyihir itu berbicara, ia berbisik ke telinga, membuat Thomas merasakan wajahnya terbakar karena malu.
"Malam ini kita akan beristirahat di sini." Iris melihat langit yang mulai gelap, "Besok kita akan menemui orang itu."
Thomas tertegun, dia pikir Iris akan meninggalkannya begitu penyihir itu mendapatkan tubuh baru, ikatan mereka telah putus, tapi ternyata tidak, ia masih memikirkan Thomas.
"Kau tidak meninggalkanku?"
Iris masih memeluknya hanya tertawa pelan, Thomas menyukai tawa Iris.
"Kau adalah pasanganku, tentu saja aku tidak akan meninggalkanmu, apa kau berniat meninggalkanku?"
"Tidak, aku tidak berniat seperti itu," sahut Thomas gugup, Iris menatap Thomas lekat-lekat seolah meminta kepastian.
"Apa pun yang terjadi aku tidak akan meninggalkanmu!" kata Thomas tanpa sadar.
"Bagus, Tomy aku ingin memelukmu sepanjang malam."
"Ah, jangan perlakukan aku seperti anak kecil!" Protes Thomas mencoba melepaskan pelukan Iris.
"Kau memang anak kecil, Tomy."
"Aku ... aku sudah dua puluh lima tahun!"
Iris tertawa lagi, berbisik ke telinga Thomas, "Aku tahu, tetapi bagiku kau masihlah anak kecil." Iris terkekeh, setelah penyihir itu puas, ia melepas pelukannya.
Thomas duduk tak jauh dari Iris, memakan roti dengan perlahan, ia lapar, baru sekarang ia makan dengan layak, sebelumnya ia hanya makan biji-bijian bunga rawa.
Bagaimana pun juga, tubuh Thomas adalah tubuh anak kecil, mudah lelah dan lemah, tidak lama setelah menghabiskan rotinya, Thomas sudah meringkuk tidur bersama Litzy.
Iris bersenandung, ia suka mendengar suaranya sekarang, dibandingkan dulu suaranya seperti kodok, serak dan membuat telinga sakit.
Dengan riang Iris melangkahkan kakinya berjalan-jalan di sekitar danau.
"Aaauuuoooooo ...."
Suara serigala terdengar dari kejauhan, lolongan panjang yang menyakitkan dan putus asa. Serigala itu sepertinya sedang bersedih.
Iris melihatnya, seekor serigala besar tengah berdiri di ujung tebing.
"Apa yang dia lakukan?" Iris memperhatikan serigala itu, tubuhnya besar dan kuat, di bawah cahaya bulan, bulu abu-abu itu berkilauan indah.
Seorang manusia serigala, Alpha. Iris menebaknya, ia telah bertemu dengan banyak makhluk, tidak sulit untuk mengetahui serigala itu adalah Alpha baginya.
Serigala itu terus melolong panjang, sesekali menatap ke arah jurang, kepalanya terkulai lemah.
"Apa dia ingin mengakhiri hidupnya?" Iris bertanya pada dirinya sendiri, mengendap-endap ia menaiki tebing, mencoba mendekat.
Serigala itu perlahan berubah menjadi seorang laki-laki bertelanjang dada dan bertubuh gagah, Iris ingin menutup matanya, tapi terlalu sayang ketika melihat bagaimana otot di lengan dan perut yang sangat menggoda.
Hei ia sudah lama tidak menikmati pemandangan indah ini!
Tanpa Iris duga, laki-laki itu tiba-tiba melompat ke arah jurang, Iris memekik, ia berlari menyusul laki-laki itu.
"scanisandentios"
Iris merapal mantra, tanpa pikir panjang melompat menyusul laki-laki itu, ia menggapai tangannya, laki-laki itu awalnya terlihat pasrah dan berniat mati menjadi terkejut dengan kedatangan Iris.
"Pegang tanganku!" teriak Iris.
Sebuah akar memanjang keluar dari tebing, menangkap pinggang Iris, membawa mereka berdua naik, tapi bebannya terlalu berat, akar itu mulai patah.
"Krek..krakk.."
Akar itu patah dengan suara keras, Iris memekik, tubuh mereka melayang jatuh ke jurang.
Laki-laki itu memeluk Iris, ia memang berniat mengakhiri hidupnya, tetapi tidak berniat membawa orang lain mati bersamanya.
Mereka jatuh ke jurang yang dalam, untungnya di bawah sana ada sungai, bunyi berdebum air terdengar ketika mereka jatuh, memecah keheningan malam.
Iris tergagap, ia tidak bisa berenang, tangannya dengan panik menggapai-gapai, mencari pegangan.
Laki-laki itu tidak melepaskan Iris, membawanya keluar dari sungai, ia membawa Iris seperti sepotong karung, dipanggul di atas bahunya.
"Akh.." Iris dilempar ke tanah begitu saja, tubuhnya basah kuyup, laki-laki itu memerangkapnya dengan wajah merah karena marah.
"Siapa kau?" Ia bertanya dengan suara dingin, tetes-tetes air berjatuhan dari tubuhnya, wajahnya terlihat jelas tidak suka dengan kehadiran Iris.
"Iris. Amara Iris," jawab Iris dengan gugup, sudah lama ia tidak ditatap sedekat ini oleh sorang laki-laki berwajah tampan.
"Apa yang kau pikirkan? Mengapa ingin mengakhiri hidupmu begitu cepat?" Iris bertanya sambil mengelus wajah laki-laki itu, mengagumi struktur wajahnya yang sempurna, mengabaikan kemarahan laki-laki itu, aroma maskulin tercium dari tubuhnya.
"Bukan urusanmu."
Manusia serigala itu bangkit dan mundur, Iris berdiri dan merapalkan mantra untuk mengeringkan pakaian dan rambutnya dalam sekejap.
"Kau ... penyihir," gumam manusia serigala itu tidak percaya, Iris tersenyum simpul.
"Ya. Itu aku." Iris menyahut santai.
Manusia serigala itu terdiam beberapa saat, Iris menahan diri untuk tidak melirikkan matanya ke arah otot-otot perut itu.
"Apa yang kau lakukan disini?" Manusia serigala bertanya namun nadanya masih ketus dan dingin, ia tak melepaskan pandangan dari Iris, mendekat dengan perlahan.
"Aku hanya kebetulan lewat," sahut Iris, entah kenapa ia merasa dadanya berdegup lebih dari biasanya, "Siapa namamu?"
"Morgan Lloyd," sahutnya singkat. "Dari pack Blue Moon."
"Oh ... lalu kenapa kau melakukan itu?" Iris tak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya, Morgan sangat dekat dengannya, Iris merasa jika manusia serigala ini tengah mengendus tubuhnya.
"Itu bukan urusanmu."
"Ya, memang bukan. Tapi aku tidak bisa membiarkan seseorang mati di depanku."
Morgan mendengus, raut wajahnya kaku dan datar, ia menjauh dari Iris.
"Akan aku antar kau kembali, naiklah ke punggungku."
Morgan dengan cepat merubah tubuhnya menjadi serigala besar berbulu abu-abu. Iris berdecak kagum, membelai bulu-bulu itu dengan pelan, lembut dan halus.
Morgan menatapnya, ia mempunyai mata coklat terang, menyuruhnya naik, Iris tanpa ragu menaiki serigala itu. Mereka melesat kencang ke atas tebing.