webnovel

Bekas Luka di Bagian Belakang

Editor: Wave Literature

Mata Su Mohan menyipit saat mendengar Ye Fei memuji dirinya. Dibandingkan dengan pemijat di klub? Dia benar-benar menganggapku sebagai pelayan yang melayaninya! Pikirnya. Meski begitu, Su Mohan tidak menghentikan gerakan tangannya. Ia hanya mendengus pelan dan kedengarannya sangat menghina.

Ye Fei menjulurkan lidahnya. Jari-jari Su Mohan sangat hangat dan sejuk, bahkan lebih lembut daripada jari-jari wanita. Sensasi sejuk dari sentuhan krim Xue Rong yang menempel pada luka-lukanya membuat Ye Fei nyaman dan hampir bersuara. Ia pun berpikir, Jika Kekaisaran Su suatu hari runtuh, pria ini pasti tidak akan mati kelaparan dengan keahlian sebagus ini. Oh, tidak. Dia bahkan tidak membutuhkan keahlian apapun. Selama dia punya wajahnya itu, dia tidak akan mati kelaparan...

Ye Fei teringat akan siksaan yang ia dapat dari Su Mohan dalam dua bulan terakhir. Ia pun tidak tahan untuk tidak berpikir, Jika suatu hari Su Mohan kehilangan hartanya dan aku menjadi miliarder, aku pasti akan mengenakan sepatu bot hitam dengan setelan bajak laut yang bagus, lalu mengambil cambuk untuk menghancurkannya!

Su Mohan tidak tahu apa yang dipikirkan Ye Fei, tapi ia mulai mengolesi punggung Ye Fei dengan tidak sabar tanpa bisa menjelaskan alasannya. Mengoleskan salep terasa sangat menjengkelkan dan membuatnya sangat kesal. Jari-jarinya naik inci demi inci, tapi ia tiba-tiba berhenti.

"Sudah?" tanya Ye Fei.

Ye Fei sedikit mengangkat kepalanya ketika menyadari bahwa Su Mohan mendadak berhenti bergerak. Su Mohan mengerutkan kening dan tidak menjawab. Matanya tertuju pada punggung putih Ye Fei. Ada satu inci luka berwarna merah muda dan saat ia menyentuh luka itu dengan ujung jarinya, luka itu sedikit menonjol dan terlihat seperti cacing tanah merah muda yang pucat. Pemandangan ini terlihat seperti kecacatan pada sepotong batu giok putih yang sempurna.

Hati Ye Fei sedikit membeku saat melihat Su Mohan memicingkan mata hingga alisnya semakin bertaut. Ye Fei lupa bahwa ia masih memiliki bekas luka jelek di punggungnya. Ia khawatir seorang pria seperti Su Mohan tidak akan pernah menerima kecatatan yang tidak sempurna seperti itu.

Aura buruk Su Mohan terasa semakin berat. Ia baru saja mengulurkan jari-jarinya dan kembali mengolesi bekas luka dengan lembut, tapi Ye Fei juga tidak mengatakan apapun. Bisa dilihat bahwa luka ini adalah luka yang sudah cukup lama. Ye Fei berpura-pura tetap tenang dan tidak ingin memecah keheningan, tapi ia bertanya-tanya dalam hati, Apakah dia akan jijik? Apakah itu menjijikkan? Apakah dia tidak akan pernah memanggilku lagi? Apakah aku akan gagal karena bekas luka ini?

Ye Fei tidak berani berbicara dengan tergesa-gesa. Ia memilih untuk berpura-pura tidak tahu karena ia ingin melihat reaksi Su Mohan. Namun, ternyata reaksi Su Mohan membuat hati Ye Fei terasa dingin. Su Mohan mengambil selimut tipis di sampingnya dan melemparkannya ke tubuh Ye Fei untuk menutupi kulitnya yang terekspos. Lalu, Su Mohan berjalan ke jendela besar di kamar.

Setelah hati Ye Fei terangkat tinggi, ia kembali terjatuh dengan begitu mudah. Memang, tentu saja, begitulah dia harusnya bereaksi… batinnya. Sulit untuk mengharapkan Su Mohan bersikap dengan kehangatan, kemudian menuangkan segelas anggur merah untuk mendengar Ye Fei bercerita tentang bekas luka ini. Bodoh sekali.

Ye Fei berbaring di tempat tidur dengan tenang. Sepasang matanya yang menawan seperti mata kucing menatap cahaya redup di sisi tempat tidur. Ia tidak berkedip untuk waktu yang lama sampai matanya berangsur-angsur menjadi kabur dan hidungnya menjadi sakit. Kemudian, barulah ia menyandarkan kepalanya di tempat tidur lagi.

Ye Fei masih ingin bangkit dan memeluk Su Mohan seperti sebelumnya, layaknya prajurit wanita yang pemberani dan melangkah maju dengan baju zirahnya yang tebal. Ia ingin membuat Su Mohan tertawa dan memarahinya dengan senyum, tapi ia benar-benar kehabisan tenaga. Ia benar-benar lelah, baik secara fisik maupun secara mental. Ia ingin beristirahat sebentar.

Ye Fei tidak perlu tersenyum dan tidak ingin bersedih hanya untuk saat ini. Ia sedang tidak ingin bersikap acuh tak acuh. Ia tidak ingin tinggal di kastil seperti dulu, tapi ia juga lelah terlalu lelah untuk merasa terluka. Ia hanya ingin beristirahat di satu sudut dan mengobati lukanya dengan tenang. Setelah ia bisa kembali bernapas, barulah ia akan kembali mengenakan mantel yang bercerah dan lanjut berjuang.

Bab berikutnya