webnovel

004 : Sumpah Tidak Sengaja

Sinar matahari masih bersinar hangat pagi ini dan hembusan angin masih tertiup sepoi-sepoi. Sosok Raja Negara Chevailer tengah duduk tenang di atas kudanya. Ia memegang tali keang santai dan matanya terpejam, sesekali terbuka hanya untuk melihat hamparan pertanian dan perkebunan kerajaan di sekitar kastil. Charles yang sedari tadi berjalan dua langkah di belakang Rajanya perlahan menambah laju kudanya agak cepat dan Richard tahu; ajudan setianya itu ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa Charles?" tanya Richard tenang.

"Yang Mulia," Charles memulai, "Saya mendengar ..." pria itu lalu diam, melirik reaksi Richard sebelum melanjutkan.

"Mendengar apa?"

"Para pelayan berbicara soal kejadian antara anda dan Nona Mansen sepagian ini."

Richard mengerutkan kening, "Karena kejadian yang semalam?" tanyanya sambol melirik Charles yang hanya berdeham. "Aku pikir itu bukan apa-apa."

"Saya pikir bukan hanya sekedar 'bukan apa-apa' Yang Mulia," Charles diam. "Jika anda menjatuhkan Nona Mansen ke ranjang anda."

Richard melirik dan tertawa geli atas kalimat Charles yang terdengar begitu jengah, "Kenapa?"

"Karena," pria berkepala empat itu berdeham. "Mereka berpikir Nona Mansen adaah wanita anda."

Richard menaikkan sebelah alisnya, "Wah ... mereka berpikir begitu?"

"Tapi Yang Mulia," ucap Charles lagi. "Nona Mansen adalah wanita baik-baik, walau ia yatim piatu, dia dibesarkan di dalam kastil ini. Dia mungkin bukan bangsawan, tapi dia wanita terhormat. Dia tidak punya catatan kriminal dan dia sopan, dia punya sikap yang santun dan layak."

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan Charles?" tanya Sang Raja heran saat pembicaraan Charles mulai berbelit-belit.

"Yang Mulia," Charles berujar tenang. "Anda ingat permintaan terakhir Mendiang Pangeran James bukan?"

Richard menoleh cepat dan Charles tersenyum menyadari Rajanya mulai menaruh perhatian padanya. Maka dengan nada kebapakan yang tulus ia mulai berucap.

"Kenapa anda tidak menikah saja dengan Nona Mansen?"

...

Bumi itu bulat dan bumi itu punya hukum gravitasi. Waktu itu cepat, dan ia tak akan pernah berhenti. Tapi mari kita tarik ucapan kita pada sepasang anak manusia yang masih betah diam mematung di atas kuda, well-coret-hanya wanitanya yang mematung dan laki-lakinya sudah asik tenggelam di leher wanita. Sama sekali tidak sadar diri, bahwa status mereka bahkan bukan siapa-siapa.

"Apa kau akan terus diam Mansen? Kupikir kita sudah memakan waktu lama hanya untuk berada di posisi ini,"ucap Richard pelan.

Redd melirik luar biasa tidak paham, karena sepertinya hanya Tuhan yang tahu, apa Raja itu memang bodoh atau pura-pura tidak sadar jika ia baru saja membuat pernyataan paling fenomenal sepanjang sejarah dunia. Sebuah pernyataan lamaran-satu, tanpa cincin. Dua, di atas kuda dan tiga di hadapan dua pengawal serta ajudan Kemudian, empat; mereka bahkan baru bertemu selama kurang dari dua puluh empat jam dan sudah ada lamaran di antara mereka. Sungguh, apa boleh ini dikatakan sebagai jenis kegilaan dunia ke tujuh?

Sungguh Redd tidak merasakan jenis rasa melayang-layang, terbang atau melambung karena lamaran Richard. Karena nyatanya wanita itu tengah memikirkan kadar kewarasan pria dibelakangnya? Lamaran? Di pertemuan pertama? Apa pria ini menganut hukum cinta pada pandangan pertama? Sebab jika iya, maka Redd akan memukul rahang pria ini sekali lagi dan mengatakan bahwa kalimat itu adalah omong kosong belaka.

Tidak percaya?

Maka lihatlah seperti apa kisah cinta pada pandangan pertama antara Putri Anna dan Pangeran Hans. Berakhir mulus? Tidak, itu berakhir penghianatan. Bahkan walau Anna dan Hans telah menyanyikan lagu 'Cinta Membuka Pintu' bersama-sama sambil menari di atas menara. Faktanya? Kisah itu, gagal.

Jadi mari kembali ke cerita.

Redd masih diam tanpa suara. Sementara Richard di belakangnya mulai merasa jengah, jengkel dengan keterdiaman Redd. Charles dan dua pengawal lainnya bahkan sudah pergi dan demi Tuhan, wanita itu masih diam di tempat.

"Apa kau akan bicara Mansen?"

"Apa kau mabuk pagi ini?" desis Redd. "Atau ini adalah efek karena kau tidak tidur semalaman?"

"Tidak. Aku baik-baik saja."

Redd menggerang kesal, ia berusaha memberontak lagi. Namun kalah oleh dekapan lengan Richard di pinggangnya.

"Kau tidak akan kemana-mana sebelum menjawab, Mansen."

"Aku tidak mau menjawab pertanyaan konyol," Redd berucap jengkel. "Bercandamu itu tidak lucu sama sekali."

"Aku tidak bercanda kok."

"Bagus," ucap Redd. "Itu berarti kau gila! Lepaskan aku!"

"Aku serius,"ulang Richard.

"Dengar ya, Yang Mulia. Aku tidak tahu kenapa kau bisa mengajak aku menikah, padahal kita baru bertemu kurang dari dua puluh empat jam," Redd menarik nafas. "Dan kita ini adalah orang asing!"

Richard menatap Redd skeptis, "Tidak ada orang asing yang berciuman dan berbaring di ranjang. Bukannya kau bilang aku adalah ciuman pertamamu?"

Redd mendelik kesal, "Bagaimana bisa kau berkata begitu pada seorang wanita?!"

"Apa?" tanya Richard, "Aku tidak bertannya hal yang salah bukan? Aku hanya mengatakan fakta, bukan berkata berapa ukuran dadamu. Kenapa itu tidak pantas dikatakan pada wanita?"

"Kau memang cabul!!" pekik wanita itu marah.

"Lepaskan aku!! Lepas!! Lepaskan ak-IBUUUUUUU!!"

Redd berteriak nyaring saat kuda yang mereka tunggangi, mengikik marah dan menaikkan kakinya karena terganggu oleh gerakan brutal Redd. Wanita itu memutar setengah tubuhnya tanpa sadar dan langsung memeluk Richard, sementara Raja muda itu langsung meraih kekang dan berusaha mengendalikan kuda coklat itu.

"Hei," ucap Richard keras. "Tenang kawan."

Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya hewan berkaki empat itu tenang, dan hingga saat itu tiba Redd masih kaku di posisinya.

"Ibuu ... aku anak baik." bisik wanita itu, "Tuhan ... aku masih mau hidup. Demi Tuhan, selamatkan aku ..."

Richard memandang Redd heran dan terkekeh, "Siapa yang anak baik?"

Redd mendongak, wajahnya merah dan matanya yang berkaca-kaca memandang sengit pada Richard. "Apa kau! Kau mau menertawakanku iya kan? Karena kau kuda ini jadi aneh begini!"

"Kau menyalahkan orang lain untuk kesalahanmu sendiri?" tanya Richard takjub.

"Aku?" ucap Redd tidak terima. "Ini salahmuuuu!!"

Redd sudah siap untuk memberontak lagi, saat tangan Raja muda itu mencengkeram lengannya. "Hentikan Mansen," bisik Richard mengancam. "Atau kau akan jatuh dari kuda ini."

"Tidak peduli!!" wanita itu berteriak nyaring lantas kembali bergerak riuh di atas kuda.

Richard berdecak kesal, lalu dengan cepat meraih kekang dan membuat kuda itu berbalik arah. "Apa yang mau kau lakukan?" teriak Redd panik.

Richard tersenyum, "Memastikan kau menyetujui lamaranku."

Lantas kemudian Raja itu memacu kudanya secepat mungkin ke arah pertanian. Melewati jalan setapak menuju ke hutan di utara, mengabaikan sama sekali wanita dihadapannya yang memeluk pingganya erat-lagi-dan sudah nyaris menangis karena ketakutan.

"Apa kau sudah gila?!!" wanita itu berteriak heboh. "Demi Tuhan, turunkan aku!!"

"Tidak," ucap Richard. Nadanya stabil walau nafasnya mulai berantakan akibat kegiatan liarnya. "Katakan kau setuju dengan lamaranku dan aku akan berhenti."

"Tidakkk!!"

Richard menaikkan alis, "Tidak?" ia tersenyum sudut. "Baiklah, aku akan mencoba untuk membuat kuda ini lebih cepat lagi."

"Kau gilaaaa!!!" Redd mulai histeris.

"Ya. Aku tahu, maka terima saja lamaranku Nona Mansen."

Redd kukuh dengan pilihanya, ia masih diam mengulum bibirnya dalam dan memeluk Richard erat.

"Kau benar-benar tidak mau ya?" Richard mulai memegang kekang kuda lebih kuat, "Baiklah. Kuda ini ak-"

"Ah, baik-baik. Aku mau, aku mau." Final. Redd Mansen, berteriak mengiyakan lamaran Yang Mulia Raja Yang Terhormat, Richard. "Demi Tuhan buat kuda ini diam!"

Richard menyeringai, "Aku tidak dengar."

"Aku mau," ucap Redd cepat. "Aku mau menikah, sungguh. Aku terima lamaranmu. Sungguh, turunkan aku."

"Kau sungguh menerimanya?"

"Ya. Aku terima," jawab Redd tak sabar; total gemetar karena ketakutan.

"Kau bersumpah?"

"Iyya." Redd berujar antara marah dan gemetar. "Demi Kudus, Demi Tuhan, Demi Bapa, Demi seluruh hidupku, Demi Delapan Sumpah Chevailer, sumpahku itu sumpah pelaut." ia menarik nafas. "Hentikan kudanya, turunkan aku ..."

Redd mengaduh saat kepalanya membentur dada Richard dengan keras kala kuda itu berhenti secara mendadak, dengan kesal menggerang kesal dan menghantamkan kepalan tangannya pada kepala sang Raja secara refleks, yang mana membuat Richard langsung melotot marah.

"Bagaimana kau bisa memukul kepala Raja?!"

"Aku bisaa!!" wanita itu menjerit marah. "Kau itu adalah Raja yang sangat tidak sopan! Bagaimana bisa aku hidup di negara yang dipimpin oleh orang sepertimu?"

"Wanita ini, kau-"

"Apaaaa!??" potong Redd cepat. "Kau mau menghukumku? Ayo lakukan, dan aku bawa kau ke pengadilan atas tuntutan pelecehan dan membahayakan orang lain."

Richard mendecak, "Terserah masa bodoh. Yang penting kau akan menikah denganku."

"Siapa yang akan menikah denganmu?!"

"Demi Kudus, Demi Tuhan, Demi Bapa, Demi seluruh hidupku, Demi Delapan Sumpah Chevailer, sumpahku itu sumpah pelaut." ulang Richard datar.

Redd membulatkan bibirnya seketika, sejenak sudah siap memberi kalimat beracun jika Richard tidak memotong lagi. "Katanya sumpahmu sumpah pelaut?"

Redd berdeham, "Aku kan-"

"Kau sudah bersumpah dengan delapan sumpah Chevailler," potong Richard cepat sebelum kemudian menyeringai. "Kau tahu kan apa artinya itu?"

"Tidak sengaja!"

Alis Richard naik sebelah, mendadak begitu mengintimidasi dengan ekspresi yang tidak senang. "Kau anggap sumpah negara dan kerajaanmu sebagai main-main?"

Telak. Redd tidak bisa berkata. "Bu-bukan begitu."

Delapan sumpah Chevailer adalah sumpah tak terbantah. Sumpah itu diciptakan oleh Raja ke-tiga Chevailer berabad-abad lalu. Sumpah yang digunakan dalam pemahkotahan raja, pemberian jabatan pada parlemen dan menteri serta pada prajurit yang akan berperang. Sumpah itu dijuluki sumpah tak terlanggar, karena bagi rakyat Chevailer itu adalah sumpah yang berat. Jika seseorang berjanji dengan sumpah itu, maka ia harus menepatinya. Sekecil apapun janjinya. Sebab bagi semua orang, melanggar 'delapan sumpah Chevailer' itu sama dengan menjadi penghianat negara.

Redd menggerung kesal, seketika berharap bisa mendapat mesin waktu. Sebab ia mengutuk mulutnya dan menyesal karena sudah mengucapkan hal itu tadi.

"Tapi aku kan cuma bercanda," Redd memelas.

"Bercanda?" Richard menggulang dingin. "Tapi aku tetap bisa membuatmu ditembak mati jika mau."

"Apa-apaan itu?!" Redd mendelik. "Kau yang memaksaku!"

"Aku tidak," acuh Richard. "Kau sendiri yang bersumpah. Jadi kau harus menepatinya."

"Tapi ..." Redd mulai merengek.

"Tapi, ya tapi." ucap Richard. "Kau sudah berkata ya, jadi kita kembali sekarang."

"Tunggu-tunggu, tidak boleh begini. Aku tidak mau!"

Richard mendengus dan segera memacu kudanya untuk berputar dan menuju kastil. Mengabaikan Redd yang lagi-lagi berteriak histeris. "Turunkan aku! Demi Tuhan, aku benci berkuda!"

...

©Galaxypuss2020

Bab berikutnya