webnovel

Hanya Sebuah Kebetulan

Chloe dan Marco sampai di rumah besar bersamaan dengan om Caleb istrinya.

Sebenarnya rumah besar ini adalah rumah yang telah di bangun sejak jaman kakeknya kakek. Lalu kenapa di sebut rumah besar karena bangunan ini memiliki sepuluh kamar, selain kamar art. Busyet dah, ini sebenarnya rumah apa wisma ?.

Alasan kenapa kakeknya kakek membuat sepuluh kamar karena beliau hanya memiliki dua anak laki-laki, dan ketika kedua anaknya masih remaja salah satu anaknya meninggal.

Lalu anaknya yang masih hidup hanya memiliki satu anak laki-laki yaitu kakek Chloe saat ini.

Dalam sejarah keluarga mereka, mereka adalah orang-orang yang berdedikasi pada cinta. Mereka hanya memiliki satu cinta untuk satu wanita, tidak ada ruang lain untuk wanita selain istri mereka. Itulah alasannya kenapa tidak boleh ada perselingkuhan dan perceraian dalam keluarga mereka.

"bagaimana kabarmu Chloe ?" tanya om Caleb "sini beri om pelukan !" tambah om Caleb sambil merentangkan kedua tangannya.

"om, Chloe bukan anak kecil lagi" jawab Chloe malu-malu tapi tetap menghambur ke pelukan om Caleb, Marco yang merasa di abaikan oleh istrinya mengerutkan kening tidak suka melihat adegan di depan matanya.

"hallo tante" Chloe lalu melepaskan pelukan dan menyapa tante Rosi.

"lalu pemuda tampan itu suami yang kamu sembunyikan itu ?" tanya om Caleb.

Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Marco, waktu nenek di rumah sakit om Caleb tidak pernah bertemu Marco, karena kakek Margono menghalangi Chloe untuk menjenguk neneknya dan otomatis Marco juga tidak datang ke rumah sakit kecuali hari pertama saat nenek Margono masih tidak sadarkan diri.

"ha.....ha....ha.....om bisa saja, Chloe tidak menyembunyikannya, cuma merahasiakannya" jawab Chloe sambil mengerlingkan sebelah matanya.

Om Caleb terbahak dan mengacak rambut Chloe seolah Chloe masih anak kecil.

"hallo om, saya Marco" Marco mengulurkan tangannya untuk menghentikan om Caleb menyentuh kepala istrinya, biar pun dia adalah omnya tapi Chloe adalah istrinya, miliknya, dan tidak ada seorang pun yang di ijinkan untuk seenaknya menyentuh istrinya.

Om Caleb menerima uluran tangan Marco "hhmmm....kenapa wajahmu terasa familiar, apa kita pernah bertemu sebelumnya ?"

"belum, ini pertama kalinya kita bertemu" jawab Marco

Om Caleb merenung sejenak lalu mengajak mereka masuk, tante Rosi sudah masuk lebih dulu, karna mereka lah yang sekarang tinggal di rumah besar.

Ketika mereka masuk Chloe melihat kakek dan nenek Margono sedang duduk di ruang tamu.

"Ayah, ada Chloe datang dengan suaminya" kata om Caleb sambil berjalan menuju tempat duduk.

"aahhh....Chloe sini beri pelukan kakek" sambut kakek Margono dengan kedua tangan terentang dan senyum lebar.

Chloe berdiri di tempatnya dengan ekspresi ngeri, Marco melihat reaksi istrinya dan bertanya "apa yang salah ?"

Chloe menggosok tengkuknya, lalu kedua tangannya "aku tiba-tiba merasa merinding" jawabnya

"anak ini....." geram kakek Margono "apa kamu tidak bisa sedikit bersikap manis terhadap kakekmu ? kamu memang minta di pukul"

"kamu yang tidak pernah bersikap manis pada cucuku, tiap kali bertemu kalian selalu bertengkar" tegur nenek Margono.

Chloe tersenyum lebar dan memeluk nenek Margono "nenek memang yang paling baik dari semua, tidak seperti kakek tua itu" Chloe mencibir ke arah kakek Margono.

💞💞💞💞💞

Menjelang makan malam Andrew dan Felicia datang bersama.

Ketika duduk mengitari meja makan Felicia tidak berhenti melirik Chloe, mencoba mengamati perubahan ekspresinya. Tapi Chloe bersikap seperti biasa, bahkan saat bertemu dengan Andrew sikapnya acuh tak acuh.

Chloe sangat menikmati makanan yang terhidang di atas meja, pada intinya dia tidak melewatkan satu pun.

"hei gadis nakal.....kenapa kamu makan seperti besok sudah tidak hidup lagi ?" kata nenek Margono, tidak tahan dengan tingkah cucu kesayangannya ini.

"bukan kah ini tujuan kakek memanggilku datang ?" Chloe bertanya balik

"heh.....jadi kamu tau kalau aku akan mengeksekusimu malam ini ?" kata kakek Margono dengan nada sarkasme.

"di lihat dari raungan kakek waktu menelponku tadi siang sepertinya memang malam ini akhir hidupku" Chloe menjawab dengan memelas. Lalu Chloe menoleh pada Marco yang duduk di sebelahnya

"sayang maafkan aku, membuatmu menjadi duda sebelum genap setahun pernikahan ki...pletak.....aaauu...auuu.....sialan.....Marco sakit" Chloe mengusap jidatnya yang memerah karna di sentil oleh suaminya

"berhenti bicara omong kosong" kata Marco memperingatkan

"jangan mengumpat di meja makan !" gertak kakek Margono. Dan akhirnya meja makan menjadi hening sampai mereka selesai makan malam.

Setelah selesai makan mereka berpindah ke ruang keluarga. Kebetulan kursi berbentuk U dan ada satu kursi tunggal yang terletak sedikit jauh dari kursi yang lain, dan kebetulan Chloe duduk di situ, jadi Chloe mirip orang yang akan di adili.

Semua telah duduk dan kakek mengutak-atik ponselnya, beliau menatap ponsel lalu menatap Chloe dengan mata menyipit seolah mau mengkonfirmasi sesuatu.

"anak nakal kamu tadi pergi kerja ?" tanya kakek menyelidik

"hhmmm...bisa di bilang begitu, kenapa ?" jawab Chloe acuh

"semalam kamu pulang ke rumahmu ?" tanya kakek Margono lagi.

Chloe menatap kakek Margono heran, apa maksud pertanyaannya, tapi dia tetap menjawab "tidak"

"dan kamu Marco" kali ini kakek beralih ke Marco, mendengar namanya di panggil Marco menoleh menatap kakek Margono "apa kamu tahu semalam istrimu tidak pulang ?"

"ya" Marco mengangguk sambil melirik leher istrinya yang masih terlihat bekas biru samar di sana.

"lalu dimana kamu semalam nginap ?" kakek Margono beralih lagi pada Chloe.

Chloe yang merasakan lirikan mesum suaminya menarik rambutnya untuk menutipi lehernya.

"CHLOE....." kalau kakek Margono sudah memanggil nama Chloe berarti beliau benar-benar marah

"hah apa ? kakek tanya apa barusan ?" tanya Chloe dengan wajah polos

"semalam kamu nginap dimana ?" bisik Marco

"oh.....di hotel" sekali lagi Chloe menjawab dengan wajah polos.

Felicia mencibir saat Chloe menjawab dengan jujur, ternyata kejujurannya bisa membuat masalah cepat terselesaikan.

"bagus berarti kamu mengakuinya, lalu bagaimana kalian akan menyelesaikan masalah ini ?" tanya kakek Margono lugas

"eehhmmm...masalah apa yang ayah maksud ?" tanya om Caleb yang sejak tadi mendengarkan dan tidak paham tentang semua pertanyaan yang di ajukan ayahnya pada kemenakannya.

Kakek Margono tidak menjawab, beliau mengambil remot tivi dan menyalakannya, lalu menyalakan koneksi bluetooth. "bagaimana kalian menjelaskan ini ?" sesaat kemudian sebuah foto seorang pria berpakaian rapi dan seorang perempuan memakai hoodie abu-abu, berjalan bersama keluar dari lift.

Melihat foto itu Chloe menunduk dan melihat hoodie yang dia kenakan "bukankah itu aku ?" kata Chloe meyakinkan dirinya, lalu dia melihat Andrew yang duduk setengah meter dari Felicia.

Setelah melihat foto Andrew juga menatap Chloe.

"jadi CHLOE kamu mengakui kalau itu kamu ?" kakek Margono menahan dirinya untuk tidak membanting ponselnya.

"dari mana kakek mendapatkan foto itu ? siapa yang mengirimnya ke kakek ?" tanya Chloe menyelidik

"apakah itu penting siapa yang mengirim ? sekarang Andrew jelaskan apa yang kalian lakukan keluar dari hotel bersama dengan sepupu iparmu di pagi hari ?" kakek Margono berali ke Andrew

"en...kami kebetulan ketemu di lift" kata Andrew jujur.

"heh....." Felicia mendengus tidak percaya.

Chloe menatap Felicia, lalu tersenyum "ku rasa aku tahu siapa yang mengambil foto itu dan memberikannya pada kakek, bagaimana Fel ?"

"maksudmu ?" Felicia menatap tajam sepupunya

"dari sudut foto yang di ambil kamu berada di loby di depan meja resepsionis, jadi bisa di asumsikan kamu baru datang dan kebetulan melihat kami keluar dari lift bersama, bagaimana kalian bisa berasumsi kalau kami nginap di kamar yang sama ?" kata Chloe

"bukankah tadi kamu sudah mengakui kalau kamu nginap di hotel, dan asal kamu tau lift tempat kalian keluar adalah lift khusus ke kamar griya tawang dan di hotel itu hanya ada dua kamar griya tawang, kamar yang satu sudah di beli oleh orang lain, sedangkan yang satunya Andrew yang menyewanya, jadi apa kamu akan mengatakan kalau kamu pemilik kamar di depan kamar Andrew ?" Felicia sama sekali tidak menutupi kebenciannya pada sepupunya.

"hhmmmm....yah memang sebuah kebetulan, bahwa pemilik kamar yang satu adalah suamiku" kata Chloe pelan.

eh.....semua orang menatap Marco untuk memastikan kebenaran dari kata-kata Chloe.

"en....iya saya pemilik kamar di depan Andrew" jelas Marco santai.

Setelah diam beberapa saat Felicia membuka suara lagi "oke.....mungkin pemilik kamar itu adalah Marco, tapi bisa saja kamu semalam nginap di tempat Andrew, terlebih mengingat hubungan kalian dulu, lagi pula tidak ada bukti bahwa Chloe nginap di kamar milik Marco"

Mendengar argumen Felicia, Andrew, Chloe dan Marco menatapnya dengan pandangan jijik.

"Fel...bukankah kamu keterlaluan ?" sergah Andrew

"aku atau kamu yang keterlaluan, sejak kembali ke kota ini kamu selalu mengusirku tiap kali aku datang ke hotel, tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian keluar dari lift, di tambah lagi tanda di leher Chloe yang dari tadi berusaha dia tutupi, apakah itu tidak cukup menjadi bukti perselingkuhan mereka ?" raung Felicia marah.

Refleks Chloe menutupi kepalanya dengan topi hoodienya, pipinya juga merah karna malu, lalu dia menatap tajam dengan mata membunuh pada suaminya seakan mengatakan 'lihat ! ini ulahmu"

Sudut bibir Marco berkedut saat istrinya menatapnya dengan tatapan membunuh lalu dia berkata pelan tapi jelas "maaf Felicia kalau membuatmu kecewa, semalam Chloe memang tidur di hotel tapi dia ada di kamarku bersamaku, dan tanda yang kamu maksud itu aku yang...bruk" Chloe menendang tulang kering suaminya dan wajahnya sudah merah padam.

Bab berikutnya