webnovel

DIA MENJAGA WANITAMU

"Bagaimana mungkin aku dapat mendapatkan segalanya kembali ketika Alpha bajingan itu mengambil segalanya tempat di bawah hidungku!?" Reynold berteriak kepada pria menawan itu.

"Kak, siapa dia?" Stephan bersembunyi di belakang Reynold, walaupun pria itu tampak memikat, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang meneriakan bahaya. "Bagaimana dia bisa berada disini?"

Namun, pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh siapapun.

"Apapun yang dia ambil darimu, tentu saja kamu dapat mengambilnya kembali pada saat kamu menjatuhkannya dan dia merangkak dibawah kakimu." Pria itu berjalan maju mendekati Reynold dan Stephan. "Begitu dia tidak berarti apapun kecuali serigala yang menyedihkan, yang telah kau gulingkan, kau dapat mengambil alih kekuasaan di semesta ini, mendapatkan kembali harga dirimu sebagai makhluk supernatural. Naga."

Di titik ini, pria itu telah berdiri tepat di hadapan Reynold dengan senyum yang mengerikan tepatri di bibirnya. "Berikan aku tanganmu." Dia mengulurkan tangannya, menunggu Reynold melakukan apa yang dia perintahkan.

"Dimana Belphegor?" Reynold menatap tangan pucat yang terulur padanya dengan tatapan yang rumit. "Dimana wanitaku?"

"Jangan khawatir, Belphegor sedang 'menjaganya'." Pria itu menjawab dengan nada acuh tak acuh.

Namun, itu terdengar memiliki makna khusus bagi Reynold seraya kemarahan menjalarinya, dia menerjang ke arah pria itu dengan tangan yang telah berubah menjadi cakar tajam dengan jari yang bersisik, siap untuk merobeknya.

Dalam satu detik, pria itu berada disana, tapi di detik berikutnya ketika Reynold hampir menancapkan cakarnya yang tajam, pria itu menghilang.

"Itu bukan gerakan yang bijak." Suara pria itu terdengar dari belakang Stephan.

Begitu mendengar suara yang mengerikan itu, Stephan terkejut dan berlari menuju Reynold, bersembunyi di belakangnya lagi.

"Ketika aku mengatakan Belphegor tengah menjaga wanitamu, makna dari itu bukanlah sebuah kiasan." Pria itu menyandarkan punggungnya ke bingkai jendela. "Belphegor terlalu malas untuk menjahili wanita yang tidak sadarkan diri." Dia bergumam seolah tengah menggerutu pada Belphegor karena telah begitu malas.

"Aku bersumpah, aku akan membunuhmu kalau kau berani menyentuhnya!" Reynold berseru seraya matanya yang berwarna kuning berubah menjadi merah karena marah.

Namun, pria itu hanya tertawa kecil ketika mendengar Reynold mengancamnya. "Dragon lord, aku memang tidak hidup untuk dapat kau bunuh. Kemana aku harus pergi kalau neraka adalah milikku?"

Pria itu menelengkan kepalanya, mengamati Reynold dengan tertarik sementara Reynold mengertakkan giginya dan urat- urat di kepalanya bermunculan karena kemarahan yang dia tahan.

"Aku mendengar Torak datang dengan pasangannya. Bagaimana dia memperlakukan gadis itu?"

"Apa kamu benar- benar berpikir kalau Torak akan memiliki pasangan? Tidakkah kamu tahu kalau Donovans tidak akan memiliki pasangan?!" sembur Reynold dengan penghinaan.

"Oh, dear. Kamu tidak tahu apapun mengenai sang Dewi Bulan." Pria itu menghampiri Reynold lagi tapi kali ini dia tidak menyerangnya. "Dia terkadang tidak memiliki pendirian."

"Jadi, gadis itu benar- benar wanitanya." Stephan bergumam di balik punggung kakaknya.

"Apa yang kamu katakan?" Reynold menarik kembali cakarnya seraya menatap Reynold melalui bahunya.

"Dia datang dengan seorang gadis, aku menatapnya dan sedikit menggodanya, tapi gadis itu terlihat begitu lemah dan tercium seperti manusia. Namun, Alpha Torak mengancam akan mencungkil mataku kalau aku terus menatap gadis itu."

Reynold menutup matanya agar dia tidak terlihat begitu kesal. "Tentu saja dia akan melakukan itu! Pasangan atau bukan, dia tidak akan membiarkanmu begitu saja kalau kamu menggoda pasangan yang dia bawa!"

Namun, fakta ini sudah cukup bagi sang pria misterius untuk menjawab rasa penasarannya. Dia kembali mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Reynold yang masih terbungkus perban.

Sebelum Reynold dapat menarik kembali tangannya dan bergerak menjauh, rasa sakit yang tidak terkira dapat dia rasakan, menjalar dari tangan ke seluruh tubuh, kaki dan kepala, membuat pikirannya lumpuh.

Sebuah raungan yang penuh dengan derita bergema disepanjang manor seraya tubuh Reynold jatuh ke lantai, rasa sakit ini jauh lebih buruk daripada pada saat tangannya dipotong.

Seluruh tubuh Reynold gemetar, menggeliat dan tersentak seraya dia meraung kesakitan.

Stephan tercengang ketika dia menatap keadaan kakaknya dan pada saat dia sadar, dia segera berlari menuju pintu sambil berkata dengan tidak jelas. "Aku akan memanggil penjaga!"

Stephan berteriak di sepanjang koridor memanggil para penjaga di dekat sana.

Karena mendengar pekikkan Stepha, tujuh manusia naga berlari menghampirinya.

"Apa yang terjadi, my lord?" salah satu dari mereka berteriak kembali sambil berlari ke arah Stephan dan bertanya dengan cepat begitu mereka sampai di hadapan Stephan yang tengah berdiri di depan pintu kamar Reynold.

"Cepat! Cepat! Seseorang menyerang kakakku!" Reynold mendorong mereka kedalam kamar.

Ke tujuh manusia naga tersebut segera mendorong pintunya terbuka, siap untu bertarung. Namun, di balik pintu itu, tidak ada apa- apa.

Tidak ada tanda- tanda dari penyusup ataupun orang yang tengah bertarung. Hanya ada Reynod yang tengah menatap tangannya yang diperban dengan tatapan kosong.

"Kak, kemana dia pergi?" Stephan berlutut di depan Reynold. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar sementara ke tujuh penjaga berpencar kesetiap sudut ruangan.

Reynold tidak menjawab pertanyaan Stephan segera, matanya masih fokus pada tangannya.

"Kak, katakan padaku kemana dia pergi? Apakah dia menyakitimu? Apakah kamu terluka?" dia memberikan rentetan pertanyaan pada Reynold, tapi tidak dijawab satupun.

Reynold justru membuka perban di tangannya dengan sangat hati- hati. Stephan mencoba untuk menghentikan kakaknya tapi, justru tangannya disingkirkan.

Ketika lilitan terakhir dari perban itu jatuh ke lantai, suara terkesiap dapat terdengar dari mereka berdua.

"Kak, tanganmu…" Stephan menunjuk tangan Reynold, gemetar tidak percaya. "Tanganmu ada lagi?"

Yang seharusnya tidak bertangan, kini sebuah tangan muncul disana, seolah tidak pernah terpotong sebelumnya.

Bab berikutnya