webnovel

Apa yang Kamu Inginkan?

Editor: Wave Literature

Cuaca di hari saat Shen Fanxing keluar dari rumah sakit terbilang tidak baik untuk khalayak umum. Langit berwarna abu-abu seperti lapisan tipis musim hujan. Hujan kali ini begitu ringan dan tipis sehingga lebih tampak seperti kabut yang menyelimuti seluruh kota Pingcheng. Shen Fanxing menyukai hujan karena terlalu banyak alasan yang tidak dapat dijelaskan. Saat ia berdiri di pintu rumah sakit, ia melihat sosok ramping yang memegang payung dan berjalan menembus kabut. Sosok itu tampak kabur, tapi ia memiliki alasan yang jelas di hatinya. Gerimis jatuh dan bergulir di mobil hitam yang terlihat sangat mahal dan elegan dalam kabut.

Bo Jingchuan berdiri dengan acuh tak acuh di samping mobil sambil memegang payung. Ia juga melihat sosok berbadan ramping yang berdiri tegak dengan wajahnya yang tampan dan sempurna dari kejauhan. Seluruh tubuhnya membawa keeleganan sekaligus aura yang dingin, arogan, dan memancarkan otoritas yang luar biasa.

"Nona Shen, payung."

Yu Song menyerahkan payung di tangannya dengan hormat. Shen Fanxing kembali tersadar dan mengambil payung itu. Kemudian, ia mengangkat payung dan mulai melangkahkan kaki hingga tubuhnya yang ramping perlahan masuk ke dalam hujan dan kabut.

Setelan buatan tangan Bo Jingchuan yang mahal disetrika hingga tidak berkerut sedikitpun. Mata hitamnya tertuju pada wanita yang datang perlahan ke arahnya dan bibirnya yang tipis menerbitkan lengkungan yang hangat. Shen Fanxing berdiri di depan Bo Jingchuan, lalu menatap pria jangkung di depannya. "Kamu tidak perlu datang. Aku tahu kamu sibuk," katanya.

"Tidak ada yang lebih penting daripada kamu."

Suara Bo Jingchuan yang dalam dan membingungkan menyebar perlahan di tengah hujan dan kabut. Mata jernih Shen Fanxing sedikit berkedip dan akhirnya ia memalingkan kepalanya ke satu sisi. Ia semakin memegang payung dengan erat karena tidak bisa menyembunyikan rasa malu dan tidak berdaya. Apakah dia benar-benar tidak pernah mengejar wanita? Sangat pandai merayu dan mengeluarkan kata-kata manis, pikir Shen Fanxing.

Bo Jingchuan memperhatikan Shen Fanxing yang malu dan sebuah senyum yang langka muncul di wajah tampannya. Ia berbalik ke samping dan membuka pintu sendiri, lalu memandang Shen Fanxing dan berkata, "Naik mobil."

Shen Fanxing tidak menolak karena ia sudah berada di sini dan penolakannya akan tampak tidak masuk akal. Yu Song yang ada di sebelahnya mengambil payung dari tangannya dan memperhatikan Shen Fanxing membungkuk untuk masuk ke mobil. Kemudian, Bo Jingchuan naik mobil dari sisi lain.

Yu Song cepat-cepat menyimpan beberapa payung, lalu bergegas naik ke mobil dan mengikat sabuk pengamannya. Ia melihat ke kaca spion dan bertanya, "Nona Shen mau ke mana sekarang?"

Bo Jingchuan tidak pernah mengizinkan Yu Song untuk menyelidiki Shen Fanxing, kecuali untuk mengonfirmasi desas-desus, sehingga ia tidak tahu apa-apa tentang wanita muda ini.

"Apartemen Bibo," jawab Shen Fanxing.

"Baik," jawab Yu Song.

Mobil segera hidup dan melaju sementara suasana mobil itu diselingi keheningan. Sejak Shen Fanxing masuk ke mobil, ia menolehkan kepalanya dan melihat ke arah kota yang dikelilingi oleh hujan dari jendela mobil.

Bo Jingchuan menoleh dan menatap Shen Fanxing dengan ringan. "Menyukai kota ini atau hujan?"

"Hujan," jawab Shen Fanxing. Mungkin ia merasa bahwa menjawab dengan satu kata terdengar terlalu dingin sehingga ia menambahkan, "Kota yang penuh dengan debu, di mana ada alasan untuk bernostalgia?"

Bo Jingchuan tertawa ringan. "Seorang manusia yang membalikkan sebuah perahu dengan satu tiang."

Ekspresi Shen Fanxing mendadak tegang dan ia tahu bahwa Bo Jingchuan juga emosional. Ia tidak bisa mengakui bahwa ia membenci keluarga Shen, tapi malah mengalihkan rasa itu pada sebuah kota. Shen Fanxing tidak mengatakan sepatah kata pun dan begitu pula Bo Jingchuan. Mobil itu akhirnya sampai di apartemen Bibo, tempat Shen Fanxing tinggal, tapi Bo Jingchuan tampaknya tidak berencana untuk turun mobil.

"Terima kasih untuk hari ini," kata Shen Fanxing, lalu berbalik untuk membuka pintu. Yu Song sudah menunggu dengan payung di luar pintu.

"Kenapa tidak menganggap hujan ini sebagai permulaan kehidupan baru?"

Shen Fanxing berhenti dan berbalik untuk melihat pria yang berbicara. Bo Jingchuan pun menoleh dan menatapnya sambil tersenyum. "Permulaan hidup baru. Aku mengambil alih masa lalumu dan aku menanggung masa depanmu."

Jantung Shen Fanxing rasanya sejenak berhenti berdetak. Bagaimana mungkin ada hal yang begitu baik di dunia ini? Terlebih lagi, sayang sekali dia tampaknya bukan seorang kapitalis, pikirnya. Ia mengerutkan kening, lalu bertanya, "Apa yang kamu inginkan?"

"Menginginkanmu."

Bab berikutnya