webnovel

Apakah Kau Marah?

Editor: Wave Literature

Qiao Mianmian kemudian bertanya lagi, "Kau mengirim berapa ikat bunga?"

"1314 ikat, kata orang angka ini memiliki arti yang sangat bagus," jawab Mo Yesi.

"... Tapi, kau mengirim begitu banyak, apartemen kecil kami itu tidak akan muat."

Qiao Mianmian pasti sangat senang menerima bunga. Namun, ketika seseorang mengirim bunga seperti Mo Yesi di dalam apartemennya. Kira-kira apartemennya itu akan berubah menjadi lautan bunga.

Begitu selesai berbicara, Qiao Mianmian melihat Mo Yesi mengerutkan kening. Ia berpikir kalau Mo Yesi tidak senang, jadi ia segera menjelaskan, "Aku bukan tidak suka, tapi bisakah kau tidak mengirim begitu banyak?"

"Tempat kami benar-benar tidak muat, dan begitu banyak bunga layu jika dibuang juga sangat disayangkan. Bunga itu pasti sangat mahal kan? Jika kau benar-benar ingin memberiku sesuatu, aku harap kau bersedia memberiku yang lebih berguna."

Begitu perkataan ini keluar, Qiao Mianmian merasa dirinya sendiri tidak memiliki sisi romantis. Tapi, ia sungguh berharap Mo Yesi dapat memberinya sesuatu yang berguna. Yang paling bagus adalah mengeluarkan uang dan mengajaknya makan makanan yang enak.

"Apakah kau marah?" tanya Qiao Mianmian sambil melihat wajah Mo Yesi dan berkata dengan santai. Entah apakah ia tidak seharusnya berkata seperti itu. Tidak peduli bagaimanapun itu, namun Mo Yesi peduli padanya. Ia bahkan baru menggunakan cara seperti ini untuk menyenangkan dan mengejarnya.

"Tidak," jawab Mo Yesi sambil menundukkan matanya dan melihat wanita di dalam pelukannya. Lalu ia menatapnya dengan lembut dan berkata, "Bagaimana mungkin aku bisa marah padamu?! Karena kau tidak suka aku mengirim begitu banyak, di masa depan, aku akan lebih memperhatikan."

"Tapi kau barusan..." gumam Qiao Mianmian. Tampak terlihat sangat marah, lanjutnya dalam hati.

Mo Yesi terdiam, ia mengaitkan bibirnya dan tersenyum, "Aku hanya teringat suatu hal. Sayang, kita kembali ke pembicaraan utama, oke? Bagaimana pendapatmu tentang saranku barusan?" tanyanya.

Qiao Mianmian juga tidak begitu munafik, karena perkataan Mo Yesi itu untuk kepentingan status ini, jadi ia tidak mungkin masih menolak. Kemudian ia melihat Mo Yesi dan mengangguk, "Iya, aku setuju padamu," ucapnya.

Di bawah mata Mo Yesi, terlintas senyuman ringan yang bahagia. Lalu ia menundukan kepalanya dan mencium bibir Qiao Mianmian.

———

Segera, Mo Yesi mulai bekerja. Meskipun ia seorang bos besar, itu bukan berarti ia memiliki kebebasan. Ia belum lama mengambil alih perusahaan Mo, jadi banyak urusan besar dan kecil di perusahaan yang harus melalui tangannya.

Begitu Mo Yesi sibuk, ia sepenuhnya fokus mengurus urusan pekerjaan, dan ia hampir lupa untuk berkomunikasi dengan Qiao Mianmian. Namun, Qiao Mianmian juga khawatir dirinya sendiri akan mengganggunya, jadi Qiao Mianmian juga tidak mencari-cari alasan untuk berbicara dengannya.

Qiao Mianmian mengeluarkan ponselnya. Setelah mematikan efek suaranya, ia lalu memainkan game yang sudah diunduhnya. Satu orang duduk di depan meja kerja, satunya lagi duduk di sofa. Mereka berdua melakukan urusan masing-masing tanpa saling mengganggu, dan sesekali mengangkat kepala untuk melakukan kontak mata, kemudian lanjut melakukan urusan masing-masing. 

Meskipun diantara mereka tidak saling berbicara, tapi, menemani secara diam-diam seperti ini, rasanya benar-benar berbeda dengan saat sendirian. Qiao Mianmian cukup suka dengan cara berhubungan yang seperti ini.

Waktu berlalu sangat cepat. Tanpa di sadar, sekarang sudah siang hari. Pekerjaan di tangan Mo Yesi juga akhirnya selesai. Setelah ia selesai mengurus sebuah dokumen, ia meletakan bolpoin di tangannya dan mengulurkan tangan untuk mengusap alisnya. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan melihat gadis yang tengah bersarang di atas sofa.

Gadis mungil sedang menempati sudut sofa, sambil memegang ponsel di tangannya, sedang memainkan sesuatu dengan penuh konsentrasi. Jari-jari putih ramping seperti daun bawang, dengan cepat mengetuk layar ponsel ke sana kemari. Dengan rambut panjang sebahu yang menjuntai menutupi separuh pipinya.

Wajahnya yang awalnya sudah sangat mungil, bahkan tidak sebesar telapak tangan Mo Yesi. Jika rambutnya menutupi setengah wajahnya, jelas membuatnya terlihat menjadi sangat kecil, dan juga jelas membuat pupil matanya yang hitam menjadi lebih besar dan lebih bulat. Di dalam matanya, seperti mosaik manik-manik kaca. Matanya yang terkulai ke bawah, dengan bulu mata yang panjang dan tebal, serta hampir menutupi kelopak mata.

Bab berikutnya