Ketika pintu lift terbuka ada beberapa orang lainnya yang ikut masuk bersama mereka. Karena ia yang paling dekat dengan tombol lantai lift, dengan ramah Haoran menanyakan kepada mereka lantai berapa saja yang mereka tuju.
"Tolong lantai 12," jawab seorang pria gemuk yang tampak tergesa-gesa. Di tangannya ada banyak kotak dan tas berisi dokumen. Ia mengangguk dengan ekspresi penuh terima kasih. Wajahnya tampak diliputi perasaan cemas dan jelas terlihat ia ingin sekali segera tiba di tempat tujuannya.
"Aku di restoran, lantai 20. Terima kasih," kata gadis cantik berambut cokelat yang diikat kuda dan sepasang kacamata hitam yang menyembunyikan matanya. Wajah gadis itu tidak mengenakan riasan sama sekali dan pipinya berbintik-bintik. Kedua tangannya masuk ke dalam saku jeans belel yang dipadu dengan kemeja putih dan syal abu-abu tipis.
"Tolong lantai 17, ya... Terima kasih, Anak muda." Sepasang lelaki dan perempuan paruh baya dan anak remaja mereka ikut berterima kasih.
"Tolong pencetkan tombol ke lantai 25. Terima kasih." Seorang wanita berusia 30-an yang berpenampilan seperti seorang supermodel dengan gaun seksi mengangguk ke arah Haoran. Wajahnya tampak diihiasi riasan tipis dan senyum yang manis.
Haoran mengangguk. Ia memencetkan semua tombol lantai yang diminta dan kemudian menoleh kepada Emma. "Bagaimana?"
"Lantai 10," kata Emma menandakan ia memilih ikut ke suite Haoran. Pemuda itu mengangguk dan memencet tombol ke lantainya. Ia kemudian teringat sesuatu dan bertanya kepada Haoran. "Apakah Goose masih belum memberi kabar?"
Haoran menggeleng. "Belum. Mungkin dia sedang sangat sibuk. Tapi nanti kau bisa cek sendiri, siapa tahu pagi ini ia mengirim sesuatu."
"Baiklah. Lantai sepuluh kalau begitu," kata Emma akhirnya. Ia merasa tidak perlu mampir ke kamarnya dulu. Toh ia juga tidak perlu melakukan sesuatu di sana. Ia telah selesai berkemas dan tinggal bersantai saja.
Tidak lama kemudian, lift berhenti di lantai 10 dan keduanya segera keluar. Mereka berjalan berdampingan menuju pintu 1012. Haoran membuka pintu kamarnya dan mempersilakan Emma masuk.
"Aku mau berbaring dulu sebentar. Anggap rumah sendiri, ya," katanya sambil menunjuk ke arah kitchenette dan ruang duduk. Emma mengangguk.
"Aku boleh membuka laptopmu, kan?" tanya gadis itu sambil duduk di sofa.
Haoran mengangguk. "Kau kan tahu passwordnya."
"Terima kasih." Emma mengambil laptop Haoran yang terletak di meja dan memangkunya, lalu membuka layarnya dengan password yang pernah diberikan Haoran. Ia tampak bersemangat ketika melihat ada pesan baru untuk Haoran dari Goose. "Sepertinya Goose sudah mengirim pesan. Baru masuk sebelum sarapan tadi."
"Oh, ya? Apa katanya?" Haoran ikut duduk di samping Emma dan mengamati layar komputernya saat gadis itu membuka pesan dari Goose. "Tidak biasanya Goose memerlukan waktu lama. Seharusnya dengan penyaringan lokasi dan waktu yang spesifik ia bisa dengan mudah menemukan jawaban yang kita cari."
"Dia bilang dia ada urusan pribadi," kata Emma. Ia lalu membacakan isi pesan Goose. "Maaf, beberapa hari terakhir aku mengalami masalah besar dan harus mengurusnya. Aku sudah mendapatkan beberapa gambar yang kalian inginkan. Sayangnya tidak banyak, tapi semoga membantu."
Mereka lalu meneliti beberapa gambar yang dikirim ke komputer Haoran dan Emma seketika merasa dadanya sesak. Ia dapat mengenali sosok tubuh ayah dan ibunya di gambar-gambar itu. Keduanya berdiri berdampingan, atau berjalan bersama, namun wajah kedua tidak terlihat jelas karena terlihat memantulkan cahaya, sehingga tidak tertangkap kamera.
Emma mengenali beberapa lokasi tempat gambar itu diambil. Mereka terlihat di Arch de Triomphe, lalu di Pont Alexander, dan terakhir masuk ke pintu metro (kereta bawah tanah) dan menghilang. Ia menghela napas.
"Sebentar... ada yang aneh," kata Haoran. Ia memencet layar laptopnya dan membuka beberapa foto lalu mengamati mereka dengan kening berkerut. "Di beberapa gambar ini, bukan hanya orang tuamu yang wajahnya tidak terlihat jelas. Ada dua orang lagi. Lihat mereka mengikuti orang tuamu dari Pont Alexander hingga ke stasiun metro!"
"Astaga..." Emma membulatkan matanya dengan kaget. Ia baru menyadari bahwa Haoran benar. Tadinya ia hanya memusatkan perhatiannya kepada sosok orang tuanya. Ia tidak melihat hal yang mencurigakan di sekitar mereka.
Jantungnya seketika berdegup sangat kencang ketika ia melihat di gambar terakhir, selain orang tuanya dan dua orang misterius itu, ada dua sosok lagi yang tampak duduk santai di bangku taman di seberang jalan dari stasiun metro, dan wajah mereka juga tampak memantulkan cahaya sehingga tidak terlihat kamera.
"Apakah menurutmu.. mereka membuntuti orang tuamu?" tanya Haoran kepada Emma dengan suara bergetar. Penemuan kali ini benar-benar membuat keduanya resah. "Di foto terakhir, orang yang membuntuti mereka bertambah banyak..."
Belum sempat Emma menjawab, terdengar bunyi pesan masuk.
BEEP.
Haoran membuka pesan itu dan menemukan itu berasal dari Goose. Kenapa Goose mengirim pesan lagi? Apakah ia menemukan informasi tambahan.
[Adik-adik, tolong jangan menyebut namaku di tempat umum. Kau tidak tahu siapa yang mendengarkan kalian. Maaf aku tidak bisa membantu banyak kali ini. Semoga kalian berhasil!]
Keduanya saling pandang keheranan.
"Apa... apa maksud Goose?" tanya Haoran bingung. "Kapan kita menyebut namanya di tempat umum?"
"Gila! Dia jago sekali kalau bisa mengetahui kita membicarakannya di tempat umum..." kata Emma. Keningnya berkerut saat ia mencoba mengingat-ingat kapan ia dan Haoran membicarakan Goose. "Aku tidak ingat pernah membicarakannya. Mungkin waktu kita di Versailles? Atau tadi di lift..."
Keduanya saling tatap keheranan.
"Jangan-jangan... dia tadi naik lift yang sama dengan kita..." Emma berkata pelan, menyuarakan kecurigaannya. Astaga...
Ia menyesal karena tidak mencoba membaca pikiran orang-orang saat mereka di tempat umum. Biasanya terlalu banyak suara akan membuatnya lelah dan Emma telah biasa mensenyapkan suara-suara itu.
Karena novel ini ada di dunia yang sama dengan novel saya yang satu lagi, "The Alchemists", pembaca yang mengikuti keduanya pasti tahu Goose itu siapa, karena dia ada di Volume 3.
...
Nanti di Volume 4, pembaca bisa tahu alasannya kenapa Goose datang ke hotel yang sama tempat Haoran dan Emma menginap.
...
Oh ya, untuk yang belum baca novel "The Alchemists", ga usah kuatir sih, karena ceritanya tidak berhubungan, jadi klo nggak baca juga nggak apa-apa.
...
Tapi.. kalo belum baca dan memang penasaran, dan perlu bacaan baru di zaman karantina ini, bisa baca lho. 100 bab pertama gratis. Ceritanya menyenangkan dan seru. Dijamin ga nyesel bacanya :).
...
oxoxo