webnovel

Lima Puluh Delapan

Sebelum mobil menuju Kantor. Mobil mampir ke Rumah Sakit. Aku tak tau siapa yang sakit. Dan enggan juga untuk bertanya.

" Bawa kan semua nya keluar Kata Devan sebelum keluar dari mobil.

Kulihat ke belakang ada buah-buahan dalam keranjang dan juga buket bunga mawar merah.

" Biar saya aja Nyonya" Kata Rudy mengambil alih.

" Tidak Rudy! Dia meminta ku! " Sela ku tersenyum kecut padanya. Rudy nampak enggan tapi ia menurut dan hanya membantu ku mengeluarkan buah-buahan juga buket bunga itu lalu memberikan nya padaku.

Berjalan di lorong rumah sakit dengan heel tinggi ini cukup menyiksa. Tapi aku harus jaga performa saat bersama tuan besar ini, ini jam kerja ku dan kesempurnaan harus total aku kerjakan.

Kemudian Devan berhenti di sebuah ruangan.

" Apa aku juga masuk?" Tanya ku. Ia hanya menggerakkan kepala yang artinya iya.

Setelah Devan masuk aku dan Rudy juga masuk.

Di dalam sana kulihat Alea terbaring dengan tali infus di lengan nya bibir nya tampak pucat.

Jadi bunga ini untuk dia.

Aku tersenyum kecil saat Alea melihat kedatangan kami.

" Bagaimana keadaan mu?" Devan mendekat kesana lalu ia mendekati Alea mungkin mencium nya atau apa entah lah, Spontan aku segera memalingkan wajah kearah ke samping persis ada Rudy yang tampak tegang disana dan mata nya tak berkedip sedikit pun.

" Sini Nyonya" Rudy mengambil keranjang buah dan bunga dari tangan ku. Aku hanya diam. Apakah Rudy mengetahui sesuatu. Ia mungkin mengerti ketidaknyamanan ku disana. Tentu! Rudy adalah saksi hidup dari awal sampai sekarang.

Kulihat Devan sudah duduk di tepi bangsal Alea. Saat Rudy meletakkan bunga juga buah-buhan itu.

Aku tak begitu mendengarkan obrolan Devan dan Alea. Aku seperti patung disana berdiri dan harus menyaksikan interaksi dari masa lalu yang mencoba mengikis suatu pertahanan. Dan bohong kalau mata ini Tidak merespon. Aku juga tidak tau bagaimana bisa aku malah meneteskan air mata.

Saking terkejut nya aku sampai mengeluarkan suara dan segera berpaling dengan berdalih terbatuk. Dengan cepat kuhapus air mata ku.

Lagi lagi aku begini! Apa aku belum bisa memaafkan Devi. Oh.. Aku selalu berpikir aku begini karena mereka terlihat seperti padangan Devan dan Devi. Tapi apa iya aku begini karena kemiripan Devi pada Alea atau rasa yang lain.

Stop Alena. Jangan berpikir jauh. Harus nya aku hanya fokus untuk tujuan ku semula yaitu anak-anak, tapi ternyata perjalanan nya tidak mudah. Hati ini ternyata tidak sekuat baja. Apalagi menyinggunh yang nama nya rasa menyakitkan.

" Terimakasih atas bunga nya Dev. Kamu memang tau bunga kesukaan ku" Kata Alea sambil terus mencium aroma bunga mawar itu. Ia tampam terus memuja wajah pria-Nya di depan nya.

" So sweet banged kalian" Sungut ku memonyongkan bibir.

Selebihnya aku tak mendengar apa sahutan Devan.

Aku menunduk pelan dan melihat lantai Rumah Sakit dengan kosong. Percakapan mereka yang terpotong-potong beberapa kata terdengar. Membuat telinga ini terasa ngenes sendiri.

Hingga aku merasa perut ku sedikit kram. Sakit menyekit. Aku merasa pandangan ku sedikit kabur.

" Nyonya kenapa?" Bisik Rudy disebelah ku.

Aku berpegangan pada Rudy dengan nafas tertahan. " Ga tau. Perut ku sakit mungkin sakit bulanan" Kata ku dibantu berdiri oleh nya. " Aku bisa aku bisa" Kata ku segera melepaskan tangan Rudy. Aku tak mau pasangan ini nanti terganggu.

" Sebaiknya anda istirahat di mobil, saya bantu berjalan??"

Aku menggeleng "tidak. Sudah ga sakit lagi kok" Sahut ku kembali berdiri seperti tadi walau sebenar nya masih sakit. Tapi aku tahan. Lucu kalau aku tiba tiba bikin kehebohan disini. Menengok orang sakit malah kesakitan nantindi pikir sedang buat pertunjukan.

" Aku ke toilet sebentar" Kata ku dengan suara kecil pada Rudy.

Rudy mengangguk dan membantu ku membuka pintu.

Aku merasa ada gelembung kebebasaan sesaat. Tapi perut masih menyekit.

Aku duduk diluar sambil menekan perut yang perih. Kemungkinan besar aku magh. Aku sadar setelah makan tak teratur saat bekerja di Restoran waktu itu. Jadwal makan ku berantakan dan pernah seminggu sakit magh. Sakit nya seperti ini. Mungkin aku perlu ke apotek untuk membeli obat magh.

Aku pun pergi ke apotek yang berada di depan Rumah Sakit ini bahkan sambil nyeker. Kaki ku tam kuat berjalan dengan heel yang tinggindan perut yang sakit.

Dan ternyata disana lagi ramai. Mau tak mau aku menunggu antrian.

" Terimakasih" Kataku seraya mengambil obat di kasir.

Aku kembali duduk di depan apotek membuka air mineral dan meneguk pil obat itu. Rasanya sedikit lega tinggal tunggu obat nya bekerja aku yakin sakit nya akan hilang.

Tiba tiba telepon nya berbunyi. Ada nama Devan disana.

Aku segera mengangkat nya.

" Kamu dimana?" Suaranya tajam dan tampak marah sampai kuping ini mendengung.

" Di di depan rumah sakit. Depan apotek sir. Ada apa?"

" Apa kamu jalan jalan! Kamu lupa mengingatkan ku kalau hari ini Mr. Kim akan ke kantor! Dia baru saja menghubungi ku dan bilang sudah di tempat!"

Aku terperanjat kaget.

" Aah maaf sir, saya lupa memberitahu"

" Lupakan! Kamu susul secepat nya! Rudy buruan jalan"

Bip. Telepon itu dimatikan dengan kasar.

Aku terperangah. Apa dia meninggalkan ku disini?? Aku bahkan hanya beberapa meter dari parkiran dan dari sini pun aku bisa lihat mobil Devan meluncur dengan cepat. Aku berdiri hendak teriak memanggil tapi kuurungkan. Mana mungkin ia akan mendengar.

Aku kesal sekali rasanya.

Dia sendiri yang tidak bilang kalau mampir ke Rumh Sakit. Padahal kemaren juga aku sudah mengingatkan kalan Mr. Kim, kolega nya akan ke kantor pagi pagi. Jadi ini semua salah ku!

Ckck aku berdecak geram. Majikan memang begitu. Kalau salah yang salah tetap bawahan nya.

Kutepuk dada ku yang sesak.

Begini nih kerja sama eks Husband. Sakit nya double!!

Aku duduk termenung sambil menunggu obat ini bekerja.

Serasa ada sesuatu muncul dikepala. Aku tersenyum.

Kebetulan sekali aku ada bebas beberapa menit kedepan.

Aku mampir ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa persiapan buat nanti malam.

Toh aku bisa berdalih macet dan sebagainya kalau si kulkas pemarah itu mengomeli ku. Hiung hitung buat Refreshing.

Aku membeli beberapa make up yang memang punya ku sudah banyak habis. Sepatu baru dan gaun yang cantik.

Aku perlu tampil cantik buat nanti malam sekedar menghibur diri. Dan shoping adalah solusi yang terbaik untuk semua cewek benar kan!!

Aku tiba di kantor 1 jam setengah kemudian. Prediksi ku salah. Aku pikir Devan akan sibuk dengan Mr. Kim ternyata ia berdiri di depan meja ku dengan jari mengetuk ngetuk meja itu seperti siap menerkam ku. Beruntung belanjaan ku ku titip di pos jaga di lantai bawah. Kalau tidak pria ini akan senang mengomeli ku macam macam.

Di sebelah nya juga ada Clara yang hanya bisa menunduk diam. Suasana nya terlihat mencekam. Aku pun segera merapat dengan gugup.

" Jadi kamu malah jalan jalan buat belanja?"

Aku kaget dari mana ia tau. Apakah tadi aku ada ketemu salah satu orang kantor?

" Itu? " Aku menunduk merasa bersalah.

Mulut ku ingin buka suara tapi ia menyela lebih dulu.

" Ikut aku ke dalam" Katanya seperti siap memenggal kepala ku.

Pria itu dengan lebar masuk ke ruangan nya bahkan membantinh pintu.

" Bagaimana bisa dia tau?" Tanya ku pada Clara.

Clara membuang nafas keluar " Kamu bahkan tak sadar telepon mu memencet nomor nya! Saat sedang belanja"

Aku melotot tak percaya lalu memeriksa ponsel ku. Dan memang ada panggilan keluar ke nomor pribadi Devan. Ini mengerikan! Hal yang aku tutupi malah aku gali sendiri.

" Shit! " Sungut ku lalu segera masuk kedalam. Big boss itu tampak beraura gelap. Kedua matanya menukik tajam kearah layar disana. Kau harus mehadapi nya!

" Rudy bilang kamu sakit! Tapi malah jalan jalan keluar! Begini kinerja kamu?" Ucapnya disana tidak berteriak tapi kata-kata nya lebih merendahkan ku.

Aku hanya diam menunduk. Aku salah jadi tak ada perlawanan dari ku. Mendengar nya mengomel dan mengkritik tentang profesionalisme dala bekerja ku yang dipandangnya sebelah mata.

Rasanya aku benar benar berada di bawah titik terendah pria ini. Mungkin ini bentuk dari kebencian nya padaku dengan mengomeli ku dan mengatai aku tak becus bekerja ini itu bisa membuat nya puas. Emang siapa aku! Aku hanya seorang Ibu yang berada di bawah ancaman nya agar bisa merawat anak ku sendiri dan sudah berusaha bekerja dengan baik ya walaupun saat ini aku sedang menyalahgunakan jam kerja tapi rasanya di omeli sebegini keras membuat ku terlihat aku ini bukan lah apa apa. Dan apa dia selalu mengupayakan untuk menindas ku agar aku menyerah dalam merawat Adela. Dia memang hebat.

" Maaf kan saya, tuan" Kata ku setelah ia mengutarakan kemarahan nya. Aku menunduk menahan air mata ku.

" Pergi! Melihat mu membuat ku semakin marah" Katanya lagi.

Aku segera keluar dari sana. di luar air mata ku malah rontok seperti hujan. Rasanya ingin sekali kabur dari sana. Tapi mana mungkin. Itu sama saja aku menyerah untuk Adela. Dan itu tujuan pria baj*ngan ini kan!!!

*

*

*

" Maaf tuan saya makan sendiri saja" Kali ini aku menolak ikut makan siang. Aku rasa aku punya hak untuk menolak. Selama makan siang aku selalu di ajak walau makan siang nya rame rame. Aku hanya masih merasa nelangsa sendiri dan malas untuk ikut makan siang.

Aku segera menarik diri dari atasan ku ini bersama Euntek-enuntek nya yang menempel di belakang.

Aku tak tau kemana yang penting aku malas selaku berada 1 lingkungan dengan atasan macam dia.

Lebih baik aku mengistirahat kan kepala di Cafe seberang sana.

" Sendirian Nona?" Tanya Bartender ini.

Hmm.. 1 botol tequila, sahut ku sambil naik ke atas kursi disana.

Siang begini tentu saja cafe itu masih sepi.

Aku menikmati minum sendirian dan cafe ini juga memutarkan music yang cukup membuat jiwa melayang bukan memberikan semangat. Tapi tak apalah anggap sedang meratapi nasib yang menyedihkan.

Hingga kudengar suara bell di depan sana berbunyi. Ada orang yang masuk. Mungkin masih ada pengunjung yang perlu minuman seperti ku siang siang begini.

Kurasakan orang itu duduk di kursi sebelah ku. Aku tak mengurusi orang lain. Diriku saja sangat memprihatinkan begini. Di tindas eks husband sendiri. CkCk! Rasanya aku mau terus tertawa sampai gila.

" Ini tempat makan siang mu?"

Aku kaget dengan suara ini dan menoleh kesamping.

Kulihat yang duduk disebelah ku Devan. Kenapa dia ada disini.

Aku tak menjawab hanya melihat cairan warna biru di gelas yang berbentuk kerucut ini.

" Apa aku terlalu keras tadi memarahi mu?" Tanya nya kembali membuat ku terkejut. Apakah ia salah minum obat. Untuk apa ia membahas nya dan menanyakan nya.

Ku toleh ia dengan beberapa detik melihat sudut wajah nya yang terpapar sinar lampu oranye cafe ini." Tidak masalah anda memarahi ku sekeras apapun tuan. Aku memang salah tidak profesional bekerja" Kata ku disana berusaha menyesuaikan status ku. Lalu ku teguk minuman ku. Rasa pahit yang mendominasi terasa di tenggorokan ku.

" Bukan nya perut mun sakit! Kenapa malah banyak sekali minum nya??"

Aku menoleh padanya lagi. Apakah pria didepan ku ini lagi lagi salah minum obat?

" Tuan apakah ada yang ingin anda sampaikan! Anda bicara begini membuat saya merinding" Kata ku minta ia langsung saja mau bicara apa. Tidak perlu basa basi. Karena rasanya perut ku jadi kembali mual.

" Berikan dia air mineral" Katanya disana kepada bartender disana lalu mengambil minuman ku dan membuang nya kesampah. Aku melongo tidak percaya. Apa ia ini tercipta hanya untuk membuat ku kesal!

Ia sudah menurunkan selera minum ku. Aku segera turun dari sana tapi sial nya heel ini terlalu tinggi. Aku tidak bisa menyeimbangkan diri dan malah terjatuh disana dengan tangan lebih dulu terjerambab. Sakit nya tidak seberapa tapi malu nya. Aaaaghhh

Ingin kabur dengan cantik malah mempermalukan diri sendiri.

" Apa kamu baik baik saja? " Devan segera turun dari sana dan membantu ku berdiri. Bersentuhan dengan nya membuat ku makin kesal.

" Tangan mu lecet?! Kaki mu apa terkilir?"

Sontak ia jongkok dan menarik kaki ku. Melepas sepatu tinggi itu dan itu nyaris membuat ku terjatuh lagi. Beruntung aku langsung berpegangan di kepala nya nyaris menjambak nya.

" Sorry.. Aawww..

Rasanya tulang ku baru di tarik keluar. Sakit menyekit. Pergelangan kaki ku baru saja ia sentuh sudah sesakit itu.

" Ini terkilir,duduk lah yang benar" Katanya disana dengan nada memerintah dan otak ini seperti sudah hapal perintah nya dan malah nurut.

Kulihat ia dibawah sana jongkok dengan kaki kanan ku di pangkal pahanya. Entah kenapa aku merasa kali ini Devan aneh. Dia bahkan menunduk disana dimana keangkuhan nya tadi pagi? Mengomeli ku dengan bangga nya.!!

Aku terlalu banyak berpikir sampai sampai tak sadar apa yang ia lakukan. Saat memutar kaki ku. Rasa kaget dan sakit yang luar biasa. Dia gila. Seenak nya memutar kaki orang!!!

Aku sampai berteriak nyaring.

" Kamu gila! Sakit sekali..

" Coba gerakan, putar perlahan. Pasti sudah lebih baik" Ia malah mengabaikan kata ku sambil berdiri lagi.

Nafas ku sampai tersengal sengal ku coba memutar nya, walau ada sakit sedikit tapi ini sedikit nyaman dari pada sebelumnya.

Ini sudah sembuh" Pekik ku sangat lega.

Aku bahkan tersenyum senang, tapi setelah sadar aku mendehem nyaring

" Terimakasih! Ini sudah tidak apa apa lagi" Kata ku dengan suara kecil. Sembari turun dari sana dan memakai sepatu itu lagi tapi ternyata tidak semudah yang ku pikir. Rasanya jadi sakit kalau dibawa berdiri.

"Lepaskan"

Hah

" Lepaskan sepatu nya.

Sepatu itu kembali ku tanggalkan.

" Anak baik" Katanya disana memuji ku yang menurut. Bahkan ia tersenyum geli.

Aku merasa menjadi semakin aneh saja, kulihat ia lagi dan senyum itu sudah menghilang.

" Naik saja di punggung ku?

"..."

"Cepat lah naik"

Didepan ku ini punggung Boss besar yang akhir akhir ini menindas ku, merendahkan seperti babu. lalu sekarang dia ngapain? Lagi akting? Apa ada prank juga disini.

Kulihat kesudut-sudut atas apakah ada kamera tersembunyi.

Belum lama aku menelaah sudut cafe ini. Tubuh mu sudah melayang keudara. Nyaris saja jantung ini meledak karena kaget.

Aku bukan melayang tapi di angkat dan di gendong seperti anak kecil. Spontan karena kaget dan takut jatuh aku memegang batang leher Devan. Melongo tidak percaya dengan perubahan sifat nya yang dratis seperti ini.

Apakah ini yang kata orang kupu-kupu berterbangan di perut.

Aku mengulum senyum saat merasakan persamaan dari kalimat dan yang kurasakan sekarang.

" Jangan bergerak! Kita bisa jatuh" Peringat nya sambil melangkah dengan jantan disana tanpa terlihat keberatan membawa ku.

Aku yang masih slow mention dan hanya terperangah melihat keajaiban dunia ke 8 ini.

Aku diam saja Seperti ada cahaya terang sebagai backgroundnya yang membuat sebagian wajah Devan tersinari seperti pangeran matahari yang sangat menawan. Bibir nya yang penuh terlihat sangat menggoda. Apalagi ia sekarang mengetahui aku sedang menikmati pesona wajah nya. Bibir itu membentuk lengkungan dan ekor mata nya melihat ku.

Jantung ini mendesir tidak karuan lagu. Dan ia mengangkat beban ku sekali hempas membuat ku kembali menempel di dadanya kali ini jarak kami sangat dekat. Aku bisa mendengar suata detak jantung nya yang bertalu indah. Merasakan hembusan nafas nya menelusuri wajah ku. Hangat dan ini sangat nyaman. Apakah begini ya perasaan jatuh cinta yang sesungguhnyan.

Aku menatap bibir itu yang terasa mengundang dan juga mendekat ke arah ku.

Apa aku boleh melakukan nya...

Aku merasa sekarang tidak berdaya. Sudut pikiran ini seperti sudah menyamping dengan akal sehat. Aku meraba pipi nya yang terasa sangat ingin ku sentuh sejak lama. Desiran hebat ini mencoba mendorong kuat segala kericuhan yang membuat hati ini sulit menerimanya. Aku merindukan pria ini. Itulah seperti jawaban yang sulit aku temukan.

Aku menarik kepala ku saat ia mendekati bibir ku. Dan bibir itu melumat bibir ku dengan cepat. Esapan nya seperti sapuan ombak yang melepaskan semua kebencian dan keegoisan diantara kami.

Kami memang tak pernah saling bicara dengan perasaan ini tapi dengan bagian ini seperti membuka hati yang terkunci. Bahkan aku merasa sudut mata ku memanas. Ciuman nya sangat dalam seperti perasaan yang terkubur aku bahkan merasa tengggelam karena nya dan tidak bisa bangun lagi.

Aku sangat bahagia!!!

*

*

Punggung ku terasa panas dan badan ku bergoyang maju mundur, sampai kepala ku semakin pening, Sesaat mata ku terbuka ada suara yang memanggil nama ku dengan lembut aku tersenyum dan lama lama didepan ini semakin jelas. Ada wajah pria yang berbeda. Dia punya mata sipit dengan kulit seputih salju.

Aku kaget dengan kepala berdenyut. Dan kulihat lampu sorot yang masih di dalam cafe ini. Ku mantapkan lagi penglihatan ku. Benar yang ku lihat. Pria didepan ku ini bukan Devan tapi Rudy. Dan Rudy juga tak kalah kaget nya karena suara jeritan ku yang syok.

"..." Jeda lama.

Kulihat botol minuman yang baru ku tegak. sudah kosong melopong. Dan ku gerakan kaki ku juga tidak ada sakit.

Jadi..

Aku mendengus dan tersadar ternyata tadi aku hanya bermimpi.

Aku bermimpi siang bolong dan mimpi nya malah aku berciuman dengan...

Shit..

Bahkan aku merasakan sangat bahagia.

ITU MIMPI?????

"Plak"

Sakit

Kutampar sekali lagi pipi ku. Panas dan perih.

Jadi ini lah yang kenyataan???!!

" Apa nyonya tidak apa apa?" Tanya Rudy kembali membuat ku lebih tersadar lagi kalau ini memang kenyataan dan adegan romansa bersama Devn barusan itu mimpi!!

Wtf!!

Aku menggeleng. Situasi ku sedang kacau itu yang ingin ku sampai kan tapi tak bisa. Yang ada Rudy melihat ku dengan tatapan heran.

" Semua sedang mencari Nyonya. Ternyata anda disini" Kata Rudy lagi.

" Benarkah! Berapa jam aku menghi-

Mata ku nyaris keluar saat melihat jam di tangan ku. Itu jam 4 sore. Selama itu aku hilang aku bisa di bakar hidup hidup oleh Devan. Oke lupakan mimpi manis tadi. Ada hal yang lebih genting.

Aku segera turun dan kepala ku kembali bergoyang aku menyesal siang siang sudah menegak minuman.

" Nyonya baik baik saja??"

Aku berpegangan pada Rudy dan ia membantu ku berjalan.

" Apa kah dia marah Rudy? Apa dia marah aku membolos selama tadi? Cecar ku merasa takut Devan kembali mengomeli ku seperti tadi pagi. Ini kedua kali dalam sehari aku melakukan kesalahan.

" Tenang kan dulu anda nyonya! Saya akan beli pereda mabuk! Baru anda bisa temui Tuan" Katanya memberi solusi.

Aku mengangguk. Melihat ku mabuk pasti dia akan tambah murka.

Aku kembali ke kantor 20 menit kemudian. Sepanjang menuju ruangan ku rasanya seperti sedang di liatian orang banyak. Apakah aku menghilang membuat geger 1 gedung ini. Hahha itu lucu dan tidak mungkin.

" Rudy. Apa dia sangat marah? Tanya ku saat kami berada dalam lift bersandar lemas di dinding lift.

Rudy mendehem keras. " Tidak nyonya! "

Aku selalu tak suka Rudy yang selalu pelit informasi kalau masalah yang menyangkut pribadi tuan nya. Tapi memang itu lebih baik dia mencoba menenangkan ku. Walau aku tau betul emosi Devan yang susah ia kendalikan.

Ting...

Pintu lift terbuka. Aku semakin gugup. Rasanya lorong yang membawa kami ini seperti lorong neraka. Terasa panas dan mencekam.

Ada dua perasaan disini. 1 realita aku takut akan di omeli dan di sudutkan seperti tadi pagi. Kedua aku baru bermimpi yang tak pantas tentang pria ini dan ini sangat tak nyaman, ada rasa sakit hati ketika tau ciuman tadi hanya mimpi.

Apakah ini bentuk dari sisi perasaan yang selaku kutolak. Kenapa rasanya sangat sakit!

Ku tarik sikuk kemeja Rudy.

Rudy berhenti dan melihat kegugupan ku. " Dia mengkhawatirkan nyonya" Ucap nya membuat ku sedikit tergugu.

Sudut bibir Rudy tersenyum dan mengangguk dan mengatakan kalau semua baik baik saja.

Aku sedikit tenang dan bisa bernafas normal.

Rudy di belakang ku saat aku enggan untuk mendorong pintu itu. Ia mengangguk dan mengendikan bahu.

Perlahan aku dorong pintu disana, aku melangkah pelan nyaris menyeret kaki ini. Hingga suara heel ku sendiri membuat ku merasa salah tingkah.

Kulihat di pojok jendela sana pria yang baru ku mimpikan ada disana. Membelakangi meja kebesaran nya dengan estalase terbuka. Udara kota London seolah terserap masuk ke dalam ruangan itu. Sejuk dan ini mengurangi kadar kegugupan ku.

Baiklah aku siap di omeli..

Runtuk ku memantap kan jiwa.

Aku mendehem nyaring.

" Permisi Pak, saya-

Aku sedikit tergugu dan gugup saat tubuh nya berbalik. Kenapa tayangan nya seperti berulang. Aku baru saja melihat cahaya terang di belakang nya tapi dalam mimpi dan ini malah terulang. Dengan cepat aku menunduk lagi. Menyadari kekonyolan otakku.

Ayolah Alena move on dari mimpi tadi. Ini yang nyata.

Kudengar derap langkah yang cepat. Beradu dengan suara jantung ku.

Saat aku mengangkat kepala aku kaget tangan ku di tarik dan Devan sudah ada didepan ku dengan wajah panik.

" Apa kamu baik baik saja?" Tanya nya disana.

"....."

Tangan ku di putar dan badan ku di telaah dengan seksama. Apa yang ia lakukan. Aku mendorong nya pelan.

" Maaf! Apa yang anda lak-

" Rudy bilang kamu tersesat dan nyaris di rampok orang"

" ...."

" Apakah kamu baik baik saja? Tanya nya lagi dengan wajah cemas.

"...."

Rudy berbohong, itu yng aku tangkap!!Mungkin menutupi kalau aku baru mabuk diseberang atau ia ingin melakukan sesuatu misal nya ingin memperlihatkan kalau pria ini mencemaskan ku? Atau agar aku luput dari omelan nya.

Aku menggeleng dan mengulum senyum. Aku tak tau apa yang dipikirkan Rudy tapi rasanya aku sedikit senang dengan kekhawatiran palsu ini.

Auw...

Aku merintih palsu.

" Lengan ku sedikit terkilir" Kata ku langsung mendapat respon dari Devan. Ia melihat lengan ku dan aku merintih lagi, Devan terlihat merasa bersalah.

" Tadi sempat lari dan terjatuh tapi tidak apa apa" Kataku semakin merasa candu dengan sandiwara ini.

Tangan ku langsung di kamit dan ia melihat kesekujur lengan ini yang bebas lecet. Entah kenapa gelombang magnetik seperti bekerja membuat kedutan di benak sini. Aku bisa melihat keseriusan wajah kaku pria ini yang seperti mendeteksi jenis luka apa di lengan ku. Dan aku merasa senang saja. Malah aku terus melihay kewajah nya. Ini kenapa begini. Kenapa wajah nya terlihat enak begini di pandang.

" Hanya terkilir saja! Jangan di sentuh" Pekik ku melepas tangan nya.

" Apa sebaiknya ke dokter?"

Aku menggeleng dan mengulum senyum. " Tidak.. Nanti aku urut saja sendiri" Kata ku pelan tanpa mengalihkan mata ku ke wajah panik Devan. Dia lucu dengan wajah panik begini.

Apakah ini efek dari mimpi manis itu. Kenapa aku malah sangat pandai berbohong dan ini gara gara Rudy.

Apa yang ingin ia sampai kan dari kebohongan nya.

Rudy bukan orang yang mau berbohong selain demi tugas nya pada Devan.

Tapi apapun itu aku merasa bisa sesenang ini berbohong dan melihat cara Devan mencemaskan ku. Walau ini hanya rasa cemas yang biasa saja tapi mampu membuat perasaan ku seperti diatas awan. Aku harap ini bukan mimpi lagi.

Bab berikutnya