webnovel

dewi siluman bukit tunggul 21

Suasana di taman Istana yang indah itu kini diselimuti kesunyian yang menggidikkan.

Pendekar 212 Wiro Sableng duduk di atas batu rata, di hadapan sebuah arca. Di setiap sudut taman

berdiri berkelompok-kelompok gadis-gadis berbaju biru. Mereka adalah bekas anak buah Dewi

Siluman yang telah "dibersihkan" otaknya oleh Inani dengan obat yang diberikan Kiai Bangkalan.

Kalung tengkorak yang biasanya tergantung di leher mereka kini tak kelihatan lagi.

Kesunyian itu dipecahkan oleh suara siulan yang keluar dari mulut Pendekar 212. Inani

geleng-gelengkan kepala. Di saat yang penuh ketegangan itu Wiro masih bisa bersiul seperti

seorang yang tengah menunggu saat gembira. Dia melangkah mendekati arca di mana Wiro duduk.

"Apakah kau sudah berhasil memecahkan rahasia kelemahan Dewi Siluman dalam dua bait

tulisan yang diberikan Kiai Bangkalan?" tanya Inani.

Wiro gelengkan kepala. Dia terus juga bersiul-siul.

"Kau belum tahu rahasia kelemahannya! Dan kau telah berani menantangnya di sini!" ujar

Inani dengan paras tegang.

"Semuanya telah kasip Inani. Ini adalah saat penentuan. Kalau tidak dia, aku yang. bakal

meregang nyawa. Mudah-mudahan saja itu perempuan bisa menyadari kejahatannya sebelum

datang ke sini dan bertobat!"

"Jangan harapkan hal itu Wiro!" desis Inani.

"Kau bersiaplah Inani. Sesuai dengan rencana kau baru turun tangan dalam jurus ketiga....

Jika aku gagal, semua kawan-kawanmu harus menyerbu!"

Inani mengangguk. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi mulutnya mendadak sontak

terkancing. Matanya memandang ke arah tangga batu pualam yang menghubungi langkan Istana di

hadapan taman dengan anjungan pertama. Sepasang kaki yang bagus kelihatan melangkah

menuruni anak tangga demi anak tangga. Orang yang melangkah ini sampai ke langkan dan dia

bukan lain dari Dewi Siluman.

Dewi Siluman telah berganti pakaian. Pakaian biru ringkas yang dikenakannya dihiasi

dengan manik-manik bergemerlapan. Sikapnya melangkah begitu agung dan penuh wibawa.

Hidungnya naik ke atas dan Dewi Siluman hentikan langkahnya di tepi kolam.

Wiro Sableng hentikan suara siulannya.

Kedua manusia ini beradu pandang sesaat lalu Dewi Siluman memandang berkeliling,

menyapu para anak buahnya satu demi satu. Kemudian sang Dewi menengadah ke langit. Dan dari

mulutnya keluarlah suara.

Langit pagi begini cerah,

Sang surya bersinar terang

Udara segera melapangkan dada,

Tapi sungguh berubah,

Semua apa yang kupandang.

Dewi Siluman turunkan kepalanya lalu kembali memandangi anak buahnya satu demi satu.

"Anak-anakku," katanya dengan suara lantang. "Aku perintahkan kalian untuk menangkap

manusia yang duduk di depan arca itu!"

Tapi tak satu orang pun yang bergerak dari tempatnya.

Paras Dewi Siluman kini berubah.

"Apa semua kalian sudah tuli atau mulutku yang tak bisa bersuara lagi...?!" Dewi Siluman

memerintah lagi dengan suara menggeledek. Tapi tetap saja tak ada yang bergerak.

"Apa yang telah terjadi dengan kalian?!" teriak Dewi Siluman. Suaranya bergetar dahsyat.

"Mana kalung tengkorak kalian?!"

"Dewi, mulai saat ini kami di sini bukan lagi anak-anak buahmu!" Yang bicara adalah Inani.

Dewi Siluman palingkan kepalanya.

"Kau yang bicara Inani? Alangkah bagusnya! Hebat!" Rahang Dewi Siluman menggembung.

Mukanya bermimik bengis. "Jadi semua kalian di sini bukan lagi anak buahku?!" Dewi Siluman

tertawa panjang.

"Semua kalian akan menerima hukuman! Dan kau Inani! Kau yang bakal kupancung

pertama kali!"

Pendekar 212 Wiro Sableng perlahan-lahan berdiri dan bergerak sejauh tiga langkah.

Kembali antara pendekar ini dan Dewi Siluman terjadi bentrokan pandangan.

"Dewi Siluman, apakah kau masih betum melihat jalan kebaikan? Apakah hatimu begitu

kotor keras laksana gumpalan batu karang? Apakah pikiranmu begitu tumpul...?!"

Dewi Siluman mendengus.

"Delapan penjuru angin dunia persilatan negeri menyebut dan mendengar namaku! Apa aku

musti takut terhadap manusia macammu?!"

Wiro Sableng tertawa pelahan.

Dewi Siluman berdiri berkacak pinggang tapi diam-diam dia salurkan seluruh tenaga

dalamnya pada telapak tangan kiri kanan. Tiba-tiba, didahului oleh lengkingan dahsyat laksana mau

membelah langit, Dewi Siluman membungkuk dan pukulkan kedua tangannya sekaligus ke muka.

Tanah yang dipinjaknya melesak lima senti.

Wiro yang sejak tadi juga telah siap waspada tidak terkejut melihat datangnya dua

gelombang angin biru yang sangat panas menyerang ke arahnya. Pendekar ini sama sekali tidak

mengelak dari tempatnya berdiri malah balas memukulkan kedua tangannya ke muka lepaskan dua

pukulan Benteng Topan Melanda Samudera. Sekaligus dia hendak menjajaki sampai di mana

ketinggian tenaga dalam lawannya. Dan terkejutlah Pendekar 212.

Begitu terdengar suara menggelegar akibat beradunya pukulan yang bertenaga dalam

dahsyat itu maka tubuh Wiro Sableng terhuyung keras ke belakang. Dia hampir saja jatuh duduk di

tanah kalau tidak lekas mengimbangi diri. Di hadapannya Dewi Siluman keluarkan suara tertawa

panjang. Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 lebih rendah dari Dewi Siluman. Diam-diam pemuda

berambut gondrong ini tergetar hatinya tapi dia tidak takut.

"Kalau kehebatanmu cuma sebegitu, tak sukar bagiku untuk meringkusmu, pemuda tolol!"

kata Dewi Siluman. Dan segera dia loloskan kalung tengkorak di lehernya sedang tangan kiri

keluarkan segulung benang sutera halus berwarna biru.

"Jurus kedua ini adalah jurus terakhirmu!" kata Dewi Siluman.

Dengan ilmu menyusupkan suara, Inani peringatkan Wiro Sableng. "Cepat keluarkan

senjatamu. Kau tak bakal kuat menghadapinya dengan tangan kosong! Benang sutera itu lihai

sekali!"

Di saat Wiro merasa ragu-ragu untuk keluarkan senjata maka Dewi Siluman melangkah

sambil acungkan kalung tengkorak.

"Kau lihat tengkorak ini? Nasib tengkorak kepalamu tidak lebih baik dari ini! Tengkorakmu

cukup bagus untuk diramu sampai kecil dan dijadikan kalung!"

Lalu dengan sebuah jurus bernama "Petir Menyambar Naga Berenang" Dewi Siluman

menyerbu. Kalung tengkorak di tangan kanannya laksana bola baja menyambar ganas ke kepala

Wiro sedang benang sutera biru di tangan kirinya melesat ke muka untuk melihat bagian tubuh

Pendekar 212 yang menjadi sasaran.

"Wiro! Keluarkan senjatamu cepat!" teriak Inani.

Tapi Wiro menyambut serangan lawan dengan Pukulan Sinar Matahari.

Kalung tengkorak di tangan Dewi Siluman hancur lebur. Suaranya laksana letusan meriam

sewaktu dihajar Pukulan Sinar Matahari Pendekar 212 tapi di lain pihak sang pendekar sendiri

dibikin kaget karena pada detik itu benang sutera biru lawan telah melibat pergelangan tangan

kanannya sampai ke ujung-ujung jari. Wiro coba menyentakkan tapi tiada guna, libatan benang

sutra semakin ketat. Pendekar 212 lepaskan Pukulan Sinar Matahari ke arah Dewi Siluman, kali ini

dengan tangan kiri, tapi sebelum kesampaian sang Dewi sudah hantam lengan kiri itu dengan

lengan kanannya. Masing-masing merasa sakit namun Wiro lebih menderita sedang libatan benang

di tangan kanannya belum terlepas.

Inani tak menunggu lebih lama. Segera gadis ini berkelebat dan laksana kilat lepaskan

totokan jarak jauh yang lihai ke arah Dewi Siluman.

Dewi Siluman yang tengah hendak melibat sekujur tubuh Wiro dengan benang suteranya

ternyata betul-betul luar biasa. Dia masih sempat merasakan datangnya bahaya yang mengancam.

Padahal kecepatan gerakan Inani tadi tidak seorang pun yang melihatnya.

Sang Dewi rundukkan tubuh untuk hindarkan sambaran angin yang dirasakannya

menyerang ke urat lehernya. Tapi anehnya sambaran angin itu mengikuti gerakannya. Mau tak mau

Dewi Siluman terpaksa lepaskan gulungan benang dan pergunakan tangan kirinya untuk menangkis

angin serangan lawan.

Bukan saja angin totokan Inani buyar berantakan, tapi pukulan Dewi Siluman terus melanda

tubuhnya. Karena tenaga dalam Inani jauh lebih rendah tak ampun lagi gadis ini mencelat sampai

delapan tombak, terguling di tanah, masuk ke dalam kolam. Inani kelihatan seperti hendak berenang

tapi tubuhnya kemudian tenggelam sedang air kolam tampak merah oleh darah yang muntah dari

mulutnya.

Melihat ini Laruni segera melompat, ceburkan diri keadaan kolam lalu menyeret Inani

keluar. Tubuh Inani dibaringkannya di satu tempat yang aman dan diberi pertolongan sedapat-

dapatnya.

Sebenarnya Dewi Siluman merasa terkejut akan kehebatan angin pukulan aneh yang tadi

dilepaskan Inani. Namun kini terdengar suara tertawanya mengekeh.

"Itu contoh pertama buat manusia-manusia murtad yang berkhianat terhadap Dewi

Siluman!" berkata sang Dewi dengan seringai bengis. Dia lalu cepat-cepat palingkan kepala ke arah

Wiro Sableng. Kegusarannya tiada tara sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil melepaskan benang

sutra yang melibat sebagian tangan kanannya.

"Benangmu ini cukup lihai Dewi. Aku mau lihat apakah kau sendiri sanggup

menghadapinya!" kata Wiro.

Dewi Siluman ganda mendengus. Dia mundur beberapa langkah lalu berlutut di atas rumput.

Mata dipejamkan sedangkan kedua tangan bersidekap di muka dada.

"Saudara!" seru Laruni terkejut. "Hati-hati! Dia hendak keluarkan Ilmu Seribu Siluman

Mengamuk!"

Pendekar 212 yang memang sudah diberi tahu kehebatan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk

itu segera lesatkan benang sutera biru di tangannya. Laksana seekor ular, benang itu meluncur ke

arah Dewi Siluman, tapi anehnya satu tombak dari hadapan sang Dewi, benang itu tak mau lagi

meluncur, melainkan membelok-belok kian ke mari menjauhi sasarannya.

"Sialan!" maki Pendekar 212. Gulungan benang di tangannya dilemparkan ke kolam.

Sementara itu dari ubun-ubun Dewi Siluman Wiro melihat asap hitam mengempul bergulung - gulung. Waktu dia memandang berkeliling, tak seorang gadis baju biru pun dilihatnya. Pasti mereka

telah sembunyikan diri karena takut akan ilmu sang Dewi.

Sepasang mata Pendekar 212 tidak berkesip dan memandang ke arah Dewi Siluman penuh

waspada. Kepulan asap semakin tebal. Seluruh tubuh Wiro Sableng sudah tergetar oleh aliran

tenaga dalam kedua kaki merenggang. Hatinya tegang sekali menunggu detik demi detik.

Tiba-tiba dari mulut Dewi Siluman terdengar suara seperti orang menangis. Dan suara

seperti tangisan ini kemudian berganti dengan lengking-lengking jeritan yang merobek langit

mengerikan. Kepulan asap sudah menebar di mana-mana. Dewi Siluman ganti suara lengkingannya

dengan teriakan macam lolongan serigala lapar. Anehnya, gumpalan-gumpalan asap kini kelihatan

memecah cepat dalam ratusan gumpalan kecil yang kemudian mengembang tambah besar... tambah

besar. Ketika Wiro memperhatikan gumpalan-gumpalan asap hitam ini terkejutlah dia. Setiap

gumpalan telah berubah menjadi sosok-sosok tubuh makluk-makhluk yang mengerikan. Tubuhnya

hanya sebatas dada ke atas dan lima kali tubuh manusia besarnya. Makhluk-makhluk aneh ini

bermuka sangat mengerikan, rambutnya awut-awutan, mata merah besar, lidah menjulur lebar

keluar sedang taring dan gigi-giginya menjorok besar-besar.

Dewi Siluman menjerit.

Ratusan makhluk jadi-jadian itu balas menjerit dan masing-masing angkat tangan mereka.

Ternyata masing-masing mempunyai enam pasang tangan. Dan setiap tangan berkuku hitam.

"Bunuh manusia itu!" teriak Dewi Siluman. Matanya masih meram, tangan masih mendekap

dada dan tubuhnya masih berlutut di rumput.

Ratusan makhluk siluman menjerit dahsyat dan menyerbu berserabutan ke arah Pendekar

212 Wiro Sableng. Tak ayal lagi-Pendekar 212 segera cabut Kapak Naga Geni 212. Dari mulutnya

keluar bentakan keras dan sekali kapak diputar terus melanda ke arah makhluk-makhluk siluman

yang datang menyerbu. Belasan makhluk yang tersambar Kapak Naga Geni 212 menjerit, darah

muncrat dari tubuh masing-masing. Tapi anehnya makhluk-makhluk ini tidak musnah malah dari

setiap tetes muncratan darah berubah menjadi makhluk siluman baru sehingga dalam sekejap saja

jumlahnya telah bertambah ratusan bahkan mungkin sudah ribuan kini.

Sewaktu makhluk-makhluk itu dengan ganasnya menyerang kembali Wiro Sableng tak

berani menghantam dengan Kapak Naga Geni. Tubuhnya berkelebat dan lenyap. Untuk beberapa

lamanya dengan gesit dia berhasil mengelakkah setiap serangan yang dilancarkan oleh ratusan

makhluk siluman itu. Dari samping, dari atas dan dari bawah tiada kunjung hentinya datang

serangan. Sampai berapa lamakah Pendekar 212 sanggup pertahankan diri? Sementara itu dalam

keadaan yang mulai terjepit itu Wiro masih juga belum berhasil memecahkan rahasia kelemahan

ilmu seribu siluman mengamuk yang tersembunyi di balik dua rangka kalimat: Ilmu Seribu Siluman

mengamuk teramat sakti. Hanya suara yang sanggup mengalahkannya!

Bab berikutnya