Suasana di taman Istana yang indah itu kini diselimuti kesunyian yang menggidikkan.
Pendekar 212 Wiro Sableng duduk di atas batu rata, di hadapan sebuah arca. Di setiap sudut taman
berdiri berkelompok-kelompok gadis-gadis berbaju biru. Mereka adalah bekas anak buah Dewi
Siluman yang telah "dibersihkan" otaknya oleh Inani dengan obat yang diberikan Kiai Bangkalan.
Kalung tengkorak yang biasanya tergantung di leher mereka kini tak kelihatan lagi.
Kesunyian itu dipecahkan oleh suara siulan yang keluar dari mulut Pendekar 212. Inani
geleng-gelengkan kepala. Di saat yang penuh ketegangan itu Wiro masih bisa bersiul seperti
seorang yang tengah menunggu saat gembira. Dia melangkah mendekati arca di mana Wiro duduk.
"Apakah kau sudah berhasil memecahkan rahasia kelemahan Dewi Siluman dalam dua bait
tulisan yang diberikan Kiai Bangkalan?" tanya Inani.
Wiro gelengkan kepala. Dia terus juga bersiul-siul.
"Kau belum tahu rahasia kelemahannya! Dan kau telah berani menantangnya di sini!" ujar
Inani dengan paras tegang.
"Semuanya telah kasip Inani. Ini adalah saat penentuan. Kalau tidak dia, aku yang. bakal
meregang nyawa. Mudah-mudahan saja itu perempuan bisa menyadari kejahatannya sebelum
datang ke sini dan bertobat!"
"Jangan harapkan hal itu Wiro!" desis Inani.
"Kau bersiaplah Inani. Sesuai dengan rencana kau baru turun tangan dalam jurus ketiga....
Jika aku gagal, semua kawan-kawanmu harus menyerbu!"
Inani mengangguk. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi mulutnya mendadak sontak
terkancing. Matanya memandang ke arah tangga batu pualam yang menghubungi langkan Istana di
hadapan taman dengan anjungan pertama. Sepasang kaki yang bagus kelihatan melangkah
menuruni anak tangga demi anak tangga. Orang yang melangkah ini sampai ke langkan dan dia
bukan lain dari Dewi Siluman.
Dewi Siluman telah berganti pakaian. Pakaian biru ringkas yang dikenakannya dihiasi
dengan manik-manik bergemerlapan. Sikapnya melangkah begitu agung dan penuh wibawa.
Hidungnya naik ke atas dan Dewi Siluman hentikan langkahnya di tepi kolam.
Wiro Sableng hentikan suara siulannya.
Kedua manusia ini beradu pandang sesaat lalu Dewi Siluman memandang berkeliling,
menyapu para anak buahnya satu demi satu. Kemudian sang Dewi menengadah ke langit. Dan dari
mulutnya keluarlah suara.
Langit pagi begini cerah,
Sang surya bersinar terang
Udara segera melapangkan dada,
Tapi sungguh berubah,
Semua apa yang kupandang.
Dewi Siluman turunkan kepalanya lalu kembali memandangi anak buahnya satu demi satu.
"Anak-anakku," katanya dengan suara lantang. "Aku perintahkan kalian untuk menangkap
manusia yang duduk di depan arca itu!"
Tapi tak satu orang pun yang bergerak dari tempatnya.
Paras Dewi Siluman kini berubah.
"Apa semua kalian sudah tuli atau mulutku yang tak bisa bersuara lagi...?!" Dewi Siluman
memerintah lagi dengan suara menggeledek. Tapi tetap saja tak ada yang bergerak.
"Apa yang telah terjadi dengan kalian?!" teriak Dewi Siluman. Suaranya bergetar dahsyat.
"Mana kalung tengkorak kalian?!"
"Dewi, mulai saat ini kami di sini bukan lagi anak-anak buahmu!" Yang bicara adalah Inani.
Dewi Siluman palingkan kepalanya.
"Kau yang bicara Inani? Alangkah bagusnya! Hebat!" Rahang Dewi Siluman menggembung.
Mukanya bermimik bengis. "Jadi semua kalian di sini bukan lagi anak buahku?!" Dewi Siluman
tertawa panjang.
"Semua kalian akan menerima hukuman! Dan kau Inani! Kau yang bakal kupancung
pertama kali!"
Pendekar 212 Wiro Sableng perlahan-lahan berdiri dan bergerak sejauh tiga langkah.
Kembali antara pendekar ini dan Dewi Siluman terjadi bentrokan pandangan.
"Dewi Siluman, apakah kau masih betum melihat jalan kebaikan? Apakah hatimu begitu
kotor keras laksana gumpalan batu karang? Apakah pikiranmu begitu tumpul...?!"
Dewi Siluman mendengus.
"Delapan penjuru angin dunia persilatan negeri menyebut dan mendengar namaku! Apa aku
musti takut terhadap manusia macammu?!"
Wiro Sableng tertawa pelahan.
Dewi Siluman berdiri berkacak pinggang tapi diam-diam dia salurkan seluruh tenaga
dalamnya pada telapak tangan kiri kanan. Tiba-tiba, didahului oleh lengkingan dahsyat laksana mau
membelah langit, Dewi Siluman membungkuk dan pukulkan kedua tangannya sekaligus ke muka.
Tanah yang dipinjaknya melesak lima senti.
Wiro yang sejak tadi juga telah siap waspada tidak terkejut melihat datangnya dua
gelombang angin biru yang sangat panas menyerang ke arahnya. Pendekar ini sama sekali tidak
mengelak dari tempatnya berdiri malah balas memukulkan kedua tangannya ke muka lepaskan dua
pukulan Benteng Topan Melanda Samudera. Sekaligus dia hendak menjajaki sampai di mana
ketinggian tenaga dalam lawannya. Dan terkejutlah Pendekar 212.
Begitu terdengar suara menggelegar akibat beradunya pukulan yang bertenaga dalam
dahsyat itu maka tubuh Wiro Sableng terhuyung keras ke belakang. Dia hampir saja jatuh duduk di
tanah kalau tidak lekas mengimbangi diri. Di hadapannya Dewi Siluman keluarkan suara tertawa
panjang. Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 lebih rendah dari Dewi Siluman. Diam-diam pemuda
berambut gondrong ini tergetar hatinya tapi dia tidak takut.
"Kalau kehebatanmu cuma sebegitu, tak sukar bagiku untuk meringkusmu, pemuda tolol!"
kata Dewi Siluman. Dan segera dia loloskan kalung tengkorak di lehernya sedang tangan kiri
keluarkan segulung benang sutera halus berwarna biru.
"Jurus kedua ini adalah jurus terakhirmu!" kata Dewi Siluman.
Dengan ilmu menyusupkan suara, Inani peringatkan Wiro Sableng. "Cepat keluarkan
senjatamu. Kau tak bakal kuat menghadapinya dengan tangan kosong! Benang sutera itu lihai
sekali!"
Di saat Wiro merasa ragu-ragu untuk keluarkan senjata maka Dewi Siluman melangkah
sambil acungkan kalung tengkorak.
"Kau lihat tengkorak ini? Nasib tengkorak kepalamu tidak lebih baik dari ini! Tengkorakmu
cukup bagus untuk diramu sampai kecil dan dijadikan kalung!"
Lalu dengan sebuah jurus bernama "Petir Menyambar Naga Berenang" Dewi Siluman
menyerbu. Kalung tengkorak di tangan kanannya laksana bola baja menyambar ganas ke kepala
Wiro sedang benang sutera biru di tangan kirinya melesat ke muka untuk melihat bagian tubuh
Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
"Wiro! Keluarkan senjatamu cepat!" teriak Inani.
Tapi Wiro menyambut serangan lawan dengan Pukulan Sinar Matahari.
Kalung tengkorak di tangan Dewi Siluman hancur lebur. Suaranya laksana letusan meriam
sewaktu dihajar Pukulan Sinar Matahari Pendekar 212 tapi di lain pihak sang pendekar sendiri
dibikin kaget karena pada detik itu benang sutera biru lawan telah melibat pergelangan tangan
kanannya sampai ke ujung-ujung jari. Wiro coba menyentakkan tapi tiada guna, libatan benang
sutra semakin ketat. Pendekar 212 lepaskan Pukulan Sinar Matahari ke arah Dewi Siluman, kali ini
dengan tangan kiri, tapi sebelum kesampaian sang Dewi sudah hantam lengan kiri itu dengan
lengan kanannya. Masing-masing merasa sakit namun Wiro lebih menderita sedang libatan benang
di tangan kanannya belum terlepas.
Inani tak menunggu lebih lama. Segera gadis ini berkelebat dan laksana kilat lepaskan
totokan jarak jauh yang lihai ke arah Dewi Siluman.
Dewi Siluman yang tengah hendak melibat sekujur tubuh Wiro dengan benang suteranya
ternyata betul-betul luar biasa. Dia masih sempat merasakan datangnya bahaya yang mengancam.
Padahal kecepatan gerakan Inani tadi tidak seorang pun yang melihatnya.
Sang Dewi rundukkan tubuh untuk hindarkan sambaran angin yang dirasakannya
menyerang ke urat lehernya. Tapi anehnya sambaran angin itu mengikuti gerakannya. Mau tak mau
Dewi Siluman terpaksa lepaskan gulungan benang dan pergunakan tangan kirinya untuk menangkis
angin serangan lawan.
Bukan saja angin totokan Inani buyar berantakan, tapi pukulan Dewi Siluman terus melanda
tubuhnya. Karena tenaga dalam Inani jauh lebih rendah tak ampun lagi gadis ini mencelat sampai
delapan tombak, terguling di tanah, masuk ke dalam kolam. Inani kelihatan seperti hendak berenang
tapi tubuhnya kemudian tenggelam sedang air kolam tampak merah oleh darah yang muntah dari
mulutnya.
Melihat ini Laruni segera melompat, ceburkan diri keadaan kolam lalu menyeret Inani
keluar. Tubuh Inani dibaringkannya di satu tempat yang aman dan diberi pertolongan sedapat-
dapatnya.
Sebenarnya Dewi Siluman merasa terkejut akan kehebatan angin pukulan aneh yang tadi
dilepaskan Inani. Namun kini terdengar suara tertawanya mengekeh.
"Itu contoh pertama buat manusia-manusia murtad yang berkhianat terhadap Dewi
Siluman!" berkata sang Dewi dengan seringai bengis. Dia lalu cepat-cepat palingkan kepala ke arah
Wiro Sableng. Kegusarannya tiada tara sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil melepaskan benang
sutra yang melibat sebagian tangan kanannya.
"Benangmu ini cukup lihai Dewi. Aku mau lihat apakah kau sendiri sanggup
menghadapinya!" kata Wiro.
Dewi Siluman ganda mendengus. Dia mundur beberapa langkah lalu berlutut di atas rumput.
Mata dipejamkan sedangkan kedua tangan bersidekap di muka dada.
"Saudara!" seru Laruni terkejut. "Hati-hati! Dia hendak keluarkan Ilmu Seribu Siluman
Mengamuk!"
Pendekar 212 yang memang sudah diberi tahu kehebatan Ilmu Seribu Siluman Mengamuk
itu segera lesatkan benang sutera biru di tangannya. Laksana seekor ular, benang itu meluncur ke
arah Dewi Siluman, tapi anehnya satu tombak dari hadapan sang Dewi, benang itu tak mau lagi
meluncur, melainkan membelok-belok kian ke mari menjauhi sasarannya.
"Sialan!" maki Pendekar 212. Gulungan benang di tangannya dilemparkan ke kolam.
Sementara itu dari ubun-ubun Dewi Siluman Wiro melihat asap hitam mengempul bergulung - gulung. Waktu dia memandang berkeliling, tak seorang gadis baju biru pun dilihatnya. Pasti mereka
telah sembunyikan diri karena takut akan ilmu sang Dewi.
Sepasang mata Pendekar 212 tidak berkesip dan memandang ke arah Dewi Siluman penuh
waspada. Kepulan asap semakin tebal. Seluruh tubuh Wiro Sableng sudah tergetar oleh aliran
tenaga dalam kedua kaki merenggang. Hatinya tegang sekali menunggu detik demi detik.
Tiba-tiba dari mulut Dewi Siluman terdengar suara seperti orang menangis. Dan suara
seperti tangisan ini kemudian berganti dengan lengking-lengking jeritan yang merobek langit
mengerikan. Kepulan asap sudah menebar di mana-mana. Dewi Siluman ganti suara lengkingannya
dengan teriakan macam lolongan serigala lapar. Anehnya, gumpalan-gumpalan asap kini kelihatan
memecah cepat dalam ratusan gumpalan kecil yang kemudian mengembang tambah besar... tambah
besar. Ketika Wiro memperhatikan gumpalan-gumpalan asap hitam ini terkejutlah dia. Setiap
gumpalan telah berubah menjadi sosok-sosok tubuh makluk-makhluk yang mengerikan. Tubuhnya
hanya sebatas dada ke atas dan lima kali tubuh manusia besarnya. Makhluk-makhluk aneh ini
bermuka sangat mengerikan, rambutnya awut-awutan, mata merah besar, lidah menjulur lebar
keluar sedang taring dan gigi-giginya menjorok besar-besar.
Dewi Siluman menjerit.
Ratusan makhluk jadi-jadian itu balas menjerit dan masing-masing angkat tangan mereka.
Ternyata masing-masing mempunyai enam pasang tangan. Dan setiap tangan berkuku hitam.
"Bunuh manusia itu!" teriak Dewi Siluman. Matanya masih meram, tangan masih mendekap
dada dan tubuhnya masih berlutut di rumput.
Ratusan makhluk siluman menjerit dahsyat dan menyerbu berserabutan ke arah Pendekar
212 Wiro Sableng. Tak ayal lagi-Pendekar 212 segera cabut Kapak Naga Geni 212. Dari mulutnya
keluar bentakan keras dan sekali kapak diputar terus melanda ke arah makhluk-makhluk siluman
yang datang menyerbu. Belasan makhluk yang tersambar Kapak Naga Geni 212 menjerit, darah
muncrat dari tubuh masing-masing. Tapi anehnya makhluk-makhluk ini tidak musnah malah dari
setiap tetes muncratan darah berubah menjadi makhluk siluman baru sehingga dalam sekejap saja
jumlahnya telah bertambah ratusan bahkan mungkin sudah ribuan kini.
Sewaktu makhluk-makhluk itu dengan ganasnya menyerang kembali Wiro Sableng tak
berani menghantam dengan Kapak Naga Geni. Tubuhnya berkelebat dan lenyap. Untuk beberapa
lamanya dengan gesit dia berhasil mengelakkah setiap serangan yang dilancarkan oleh ratusan
makhluk siluman itu. Dari samping, dari atas dan dari bawah tiada kunjung hentinya datang
serangan. Sampai berapa lamakah Pendekar 212 sanggup pertahankan diri? Sementara itu dalam
keadaan yang mulai terjepit itu Wiro masih juga belum berhasil memecahkan rahasia kelemahan
ilmu seribu siluman mengamuk yang tersembunyi di balik dua rangka kalimat: Ilmu Seribu Siluman
mengamuk teramat sakti. Hanya suara yang sanggup mengalahkannya!