Pria itu tampak tersenyum lebar,memperhatikan gadis dengan dress abu-abu bermotif hitam itu semakin menjauhinya. Well, gadis itu cukup menarik. Dia cantik,dan bokongnya berisi. Tubuhnya yang pendek justru membuatnya terlihat lebih menarik. Namun sayangnya, dia ketus,sangat ketus. Bayangkan, bagaimana dia bisa menolak berkenalan dengan seorang Alva Marteen? Hell, semua gadis mengantri hanya untuk mendapatkan ucapan 'Hi' dari pria itu.
Sebenarnya,Alva juga tidak tahu apa yang sedang terjadi kepadanya. Yang ia tahu, ia sedang menunggu Alex yang tiba-tiba pergi mengejar wanitanya. Ia bahkan belum sadar ketika seorang gadia duduk di depannya. Namun,tiba-tiba gadis itu menangis. Hal itulah yang membuat Alva memutuskan untuk menoleh dan memberikan sehelai tisu. Hanya rasa simpatik. Namun, balasan gadis itu justru membuat Alva ketagihan untuk menggodanya.
Dengan langkah yang lebar, pria itu mengikuti gadis yang bahkan belum ia ketahui namanya itu. Gadis twrsebut melewati koridor kampus dengan langkah tergesa,membuat bokongnya bergoyang kesana kemari, well, dress yang menutupi pahanya cukup ketat, karena itulah bokong itu terbentuk sempurna.
Alva menyadari bahwa gadis itu akan melewati segerombolan pria-pria yang terkenal pervert dan penggoda. Karenanya,Alva mempercepat langkahnya. Mata pria itu mendelik ketika Jack hampir saja menyentuh bokong gadis itu.
" Whoah! Don't you dare,broh!"
Dengan sigap,Alva memelintir lengan Jack,membuat pria itu berteriak keras, hingga gadis asia itu menghentikan langkahnya dan menoleh. Gadis itu terkejut melihat sosok Alva yang tpak memelintir lengan seseorang tepat dibelakangnya.
"Come on Alva! Berbagilah denganku!" Jack mendengus kesal, membuat Alva memutar matanya," Sorry, she is mine"
Alva membuka hoodie abu-abunya dan melingkarkan di perut gadis itu. Dengan halus, pria itu mulai mengikat bagian lengan hoodie-nya ke perut gadis tersebut, kemudian menariknya menjauhi gerombolan pria tersebut.
"The fuck, Alva!" Alva mendengar teriakan pria-pria tersebut, namun tidak mempedulikannya. Pria itu terus saja menarik tangan gadis yang baru saja ia temui di taman, namun berhasil menarik perhatiannya itu.
Setelah di rasa sepi,pria itu mberhentikan langkahnya dan menatap gadis itu.
" Bagaimana bisa kau memakai baju yang memperlihatkan pahamu, dan berjalan di tengah-tengah pria-pria mata keranjang seperti mereka?" Alva memutar bola matanya, " Pakai itu, jangan dulepas!"
Alva tersenyum kemudianmelanjutkan langkahnya. *I ll count on her and she will absolutely call me with her fucking smile and soft voice and she will regret of the time she refused me and she will ask me to go out.* ucap Alva dalam hati. One ... two ... th ...
" Alva!" Alva tersenyum lebar dan menoleh ke arah gadis itu. Namun senyumannya perlahan menghilang ketika bayangan wajah gadis itu benar-benar berbeda dengan realitinya. Ya, gadis itu masih menatapnya dengan datar dan kesal.
" Kau yang membuat teman-temanku meninggalkanku, dan aku harus melewati gerombolan pria mata keranjang itu! Jadi, ini semua salahmu!" Alva membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang keluar dari mulut gadis itu.
"Jadi, antarkan aku." Gadis itu tersenyum tipis. Sangat tipis, hingga Alva sendiri tidak yakin bahwa gadis itu sedang tersenyum.
Namun pria itu mengerti dan membalas senyuman tipis itu dengan senyuman yang begitu lebar. Pria itu mengangguk dan mengisyaratkan gadis asing itu untuk memgikutinya.
" I am Oliv,Olivia Natasha."
Mendengar itu, Alva semakin tersenyum lebar.
❤❤❤❤❤
Alva tersenyum lebar seraya menatap layar ponselnya.Ini gila. Dia sudah 21 tahun, dan masih bertingkah seperti anak 13 tahun yang menunggu balasan dari cinta monyetnya? Benar. Alva gila. Dan kegilaannya itu diakibatkan oleh gadis Asia yang baru ia temui tadi pagi. Alva tidak tahu apakah ia benar-benar menyukai gadis itu atau hanya ingin tersenyum karena gadis itu saat ini.
" Apakah anak ayah sedang gila?" seoramg pria paruh baya yang masih sangat tampan itu bertanya, well, tentu saja. Anak semata wayangnya yang sudah berusia 21 tahun itu tampak tersenyum sepanjang hari. Dia juga lebih memilih untuk tinggal di rumah ketimbang pergi keluar dengan teman-temannya.
" Dad,I think I am in love." Alva bangkit dan menatap ayahnyayang tampak gagah dengan kaos pollo. Well, serius, Alva benci mengakui ini, namun daddy-nya yang berumur kepala empat itu terlihat jauh lebih menarik ketimbang dirinya. Pria itu memiliki tubuh yang kekar dengan perut dan otot yang masih terbentuk sempurna bak atlit. Selain itu, daddy-nya juga berwajah tampan dengan sedikit kerutan di bagian wajahnya. But overall, he is sexier than him.
" Gadis mana lagi sekarang?" Pria itu tampak tersenyum geli sekaligus khawatir melihat Alva. Pria itu sudah 21 tahun dan.masih saja mencintai banyak gadis dalam waktu yang relatif dekat.
" Dad, ini beda!" ucap Alva membuat sang ayah tertawa, " Kau sudah bilang begitu tentang pacar terakhirmu"
"Dad, tapi ini benar-benar sangat berbeda. I am in love at the first sight"
"Whoah!" sang ayah bertepuk tangan, " Gadis kurang beruntung mana yang harus menerima kenyataan bahwa anakku terpesona terhadapnya saat pertama kali melihatnya? Aku akan memberinya hadiah, sungguh!"
" Jonathan Marteen, just, can you be serious now?!" Alva mendengus kesal, membuat pria bernama Jonathan itu tertawa lebar.
" Baiklah, baiklah. Bagaimana kali ini? Brunnete?" ucap Jonathan membuat Alva menggeleng, " Black hair"
" Black hair?" ulang Jonathan membuat Alva mengangguk, " Yep. Black hair. Dia cantik,tapi cuek. Gila,benar-benar cuek hingga membuatku ingin menggundulinya."
Jonathan tertawa.
" Tapi dad" Alva tersenyum lebar seraya menatap foto keluarga mereka bertiga dengan seksama.
" Sebenarnya, hal yang membuatku begitu ingin mendapatkannya itu ...."
Jonathan terdiam,ikut menatap arah pandangan Alva.
" Dia .... mengingatkanku pada Mom.."