webnovel

Sweet Guilty Pleasure

Sweet Guilty Pleasure

= Jolin Tsai =

.

Seberapa nakal kamu? Seberapa nakal kamu?

Apakah menyenangkan untukku?

Kau mengacaukan dirimu sendiri

====================

Livie mendecih. "Dasar perayu gombal! Kau sudah puluhan kali berkata begitu pada banyak wanita. Mengaku saja!"

Kevin malah tersenyum hangat penuh aura mulia. "Dada mereka tidak sememikat dadamu untuk kau tau, Liv. Aku hanya berkata jujur sesuai apa yang ada di otakku. Kalau kau tak percaya, itu masalahmu." Kevin enteng mengatakannya.

Ketika Vince dan Neva makin sengit berebut bola, Livie mulai maju bergerak zig-zag agar bisa terbebas dari penjagaan ketat Kevin. Sayangnya dia kurang tepat momentumnya.

Tapp!

Kevin berhasil memeluk tubuh Livie dan menempelkan dada besar Livie menekan dada Kevin.

"Arrghh!" Terdengar seruan jengkel Neva ketika Vince berhasil mengganggu laju bola yang akhirnya gagal masuk ke keranjang.

"Rebound!" teriak Vince dan Kevin nyaris bersamaan. Vince yang bertubuh jangkung pun lekas menjangkau bola sebelum Neva sempet menggapainya!

Vince segera berlari cepat ke bidang lapangan tim Neva disusul oleh Kevin yang lari meninggalkan Livie yang juga kesal.

Plopp!

Dalam sekejap, Vince sudah di belakang Three Point Line dan melonjak dari sana untuk melakukan lay-up dan memasukkan bola ke keranjang tim Neva, menghasilkan skor tiga sekaligus.

"Yass! Three points! Nice, Vin!" puji Kevin senang.

Tak lama, skor pun bergulir. 232 - 45 dimenangkan tim Vince-Kevin dengan banyak three points dan beberapa dunk. Permainan kedua pria itu sangat cantik dan gemulai seolah-olah mereka atlit basket profesional saja.

Pertandingan mereka selesai menjelang petang. Neva masih saja menggerutu seolah-olah Vince dan Kevin mencurangi tim-nya. Dua pria itu hanya tertawa ringan menimpali kekesalan Neva.

"Skor 45 kalian itu sudah merupakan kebaikan dari kami, nona cantik..." Vince mencubit gemas dagu Neva.

"Kalian tentu tidak lupa perjanjian kita sebelumnya, kan?" Kevin mengerling ke Livie.

"Apa kemauan kalian yang ingin kami turuti?" Livie menatap Kevin penuh antisipasi.

Kevin dan Vince saling berpandangan sebelum Vince bersuara, "Temani kami berdua di yacht."

Neva dan Livie saling bertatapan satu sama lain dengan wajah termangu. Lalu, Livie tersadar lebih dahulu. "Yacht? Maksudmu... Kalian punya yacht?"

"Kami masing-masing memiliki yacht, Nona." Vince tersenyum. "Kalian tinggal pilih, yacht milik siapa yang kalian ingin untuk pergi malam ini."

"Malam ini?" Neva bertanya sesudah menelan ludah. Ia tak mengira kedua lelaki di depannya ternyata kaya raya. Gadis mana yang bisa menolak pria kaya di jaman sekarang?

"Tentu saja." Kevin yang menyahut. "Kau tau, mungkin menemani kami mengobrol atau... Oh, badanku lelah sekali setelah bermain basket. Livie, kau harus memijatku nanti."

Livie mendelik ke Kevin. Neva terkikik. Sekarang, dia sudah tidak jengkel lagi. Kalau tau dua pria ini mempunyai yacht, mereka tak usah susah payah mengumpulkan skor. Mereka bisa saja langsung menyerah dari awal!

Keduanya pun masuk ke ruang ganti masing-masing sebelum berpisah mobil.

Sebelum masuk ke mobilnya, Kevin berbisik ke Neva, "Kalau kau tak ingin diabaikan Vince, pakailah pakaian merah hingga ke dalam-dalamnya." Lalu ia mengerling penuh arti ke gadis yang melongo itu.

"Lalu, apa yang harus aku pakai, Kev?" tanya Livie penuh minat.

"Untukmu..." Kevin menunjuk ke Livie yang akan masuk ke ruang kemudi. "Jangan pakai apapun yang berwarna merah atau aku akan memukuli pantatmu keras-keras. Kau mengerti?"

Lalu Kevin pun masuk ke mobilnya. Vince yang mendengar percakapan sahabatnya dengan dua gadis itu langsung memukul ringan lengannya.

"Berani sekali kau bicara demikian. Sialan kau!"

Kevin terbahak. "Kau pikir aku tidak tau kalau kau sekarang memiliki fetish gadis berbaju merah, hm? Aku sudah mengamati kau, bro!"

"Sialan kau, Kev!" Vince terkekeh dan jalankan mobil menuju ke hotelnya. Hotel itu adalah milik ayahnya, maka dia bebas tinggal di sana sesukanya.

Sementara itu, di apartemen kedua gadis yang hidup bersama, mereka heboh memilih pakaian yang akan mereka kenakan malam ini.

"Merah! Aku butuh baju merah! Ourghh... Apakah aku masih punya baju merah yang pantas?!" jerit Neva sambil mengaduk-aduk isi lemarinya.

"Calm down, Nev!" seru Livie yang menatap horor kamar Neva yang seketika bagai diterjang angin tornado. Baju bertebaran di mana-mana tak karuan. Jelas saja ia tau Neva sedang mencari baju merah terbaik yang bisa dia kenakan.

"Bagaimana aku bisa tenang? Baju merah yang kupunya sedikit dan tak ada yang pantas untuk ditampilkan di depan Vince!" raung Neva putus asa. "Bagaimana kalau dia nanti mengabaikan aku karena aku tidak menarik?" Wajahnya sendu ingin menangis, duduk lemas di lantai setelah mengaduk seluruh isi lemarinya.

Livie tersenyum penuh pengertian dan ikut duduk di sebelah Neva. "Kau bisa pinjam baju merahku yang kubeli setengah tahun lalu. Aku baru memakainya dua kali. Pasti pantas untukmu."

Mata Neva membola lebar. "Baju merah yang itu? Yang seksi dan berpotongan unik itu?" Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap dia tak salah menebak.

Livie mengangguk. "Pakai saja itu."

"Tapi... Tapi bagaimana kalau nanti baju itu rusak?" Wajah Neva kembali tenggelam. "Yah, siapa tau Vince nanti akan bermain keras, dan..."

"Hahaha! Kalau benar nanti dia merusakkan bajuku, kau harus memastikan dia untuk membayar baju itu. Haha!" Livie pun bangkit, menepuk paha sahabatnya dan pergi ke kamarnya sendiri. Tentu untuk mengambil baju yang dia maksud.

Setelah mereka mandi, keduanya segera memakai pakaian untuk pergi ke yacht milik salah satu dari pria yang mereka kenal di lapangan indoor basket.

Neva berkali-kali mematut dirinya di depan cermin. Baju merah itu berpotongan one-piece dan atasnya tertutup rapat bahkan lengannya pun panjang. Namun, bagian bawah berpotongan unik. Setengah berpotongan mini, setengah lagi hanya menutupi pahanya hingga nyaris ke pangkal dan ada tali bergesper dari sisi potongan mini yang bisa dikaitkan. Sungguh cantik dan unik.

Setelah merasa puas dengan baju yang melekat di tubuhnya, ia pun membenahi dandanan rambutnya. Ia mengurai rambut hitam legam dia yang diikal diujung menggunakan curl-iron model terbaru.

Lalu, ia pun menatap puas ke bayangan dirinya di cermin setinggi tubuhnya.

"Livie, kau sudah siap?" tanya Neva di depan kamar Livie.

Tak berapa lama, pintu kamar Livie terbuka dan muncul Livie yang telah selesai berdandan.

"Bagaimana menurutmu, hon?" tanya Livie ke Neva.

Mata Neva menelusuri baju yang melekat ketat di tubuh sahabatnya berwarna abu-abu keperakan, sangat menonjolkan keseksian tubuh Livie. Apalagi baju itu sangat mini.

"Aku yakin Kevin akan susah bernapas jika melihat kamu, dahling!" Neva memberikan acungan jempol.

Dua gadis itu pun tertawa cekikikan.

Kemudian, ponsel di tas tangan Neva berdering lirih. Ia lekas ambil dan membaca pesan yang ada di layar. "Mereka sudah ada di bawah. Ayo kita turun."

Dua gadis itu pun turun ke lantai dasar apartemen dan menjumpai Vince dan Kevin sudah berdiri di dekat mobilnya.

Kevin benar-benar menahan napas melihat kemolekan tubuh Livie yang terbungkus ketat gaunnya.

Sedangkan Vince mulai membara melihat penampilan Neva.

"Come on, ladies." Kevin membimbing kedua gadis untuk memasuki mobil. Ia yang menyetir dan Livie duduk di sebelahnya.

Vince duduk di belakang bersama Neva.

Mereka meluncur ke Pelabuhan London Gateway untuk mencapai tempat yacht milik Kevin diparkirkan. Atas kesepakatan dua pria itu, malam ini mereka akan memakai yacht milik Kevin.

Kevin tidak masalah mengenai itu, asalkan dia bisa bersenang-senang.

Bab berikutnya