webnovel

Material Girl

Material Girl

- Madonna -.

'Cause we are living in a material world

And I am a material girl

You know that we are living in a material world

And I am a material girl

===============================

Saat ini, Ruby bagai terlahir menjadi wanita baru.

Dirinya memancarkan pesona tak terhingga, auranya begitu tajam sensual kemanapun dia melangkah. Rasa percaya dirinya menggelegak keluar.

Ini semua karena Vince.

Pria itu sungguh tau bagaimana menyanjung seorang wanita. Dia tau persis bagaimana memanjakan seorang wanita.

Terlebih lagi, Ruby sudah bukan gadis muda belia lagi. Ini menambah fakta betapa dia sangat percaya diri melebihi gadis belia lainnya yang masih bisa mengandalkan tubuh belia dan segar mereka untuk memikat pria manapun.

Namun, bagi Ruby, ia tak perlu berlaku demikian karena Vince jelas-jelas sangat tergila-gila padanya, terlepas dari berapapun usia yang dia miliki saat ini.

Toh, cinta tidak melulu tentang logika usia, bukan? Cinta hanya butuh kesepakatan kedua belah pihak dalam penyatuan hati dan raga, apapun motifnya.

Dan Ruby sudah mendapatkan keduanya.

Aura pesona Ruby kian tak tertandingi setiap dia melangkah ke kafe. Beberapa perempuan kru kafe terkadang menggodanya seolah-olah mereka mempunyai radar yang mengetahui bahwa ada yang berbeda pada diri Ruby.

"Kak Ruby, sepertinya kau sedang kasmaran."

"Eh? Kenapa begitu?" Ruby terkejut juga ketika salah satu pelayan perempuan kafe menodongnya dengan kalimat tadi.

"Wajah Kakak terlihat lebih bercahaya dan banyak senyum."

"Benar, Kak! Kami merasa pasti Kak Ruby sedang jatuh cinta dengan seseorang."

"Ayo mengaku saja, Kak! Katakan pada kami, siapa pria beruntung itu?"

Para pelayan kafe mendesak ingin tau. Ruby hanya tersipu dan menunduk malu. Ia tidak menyangka bahwa perubahan mood dan perasaan dia begitu jelas kentara di mata orang lain.

"Kak, apakah itu... si pangeran tampan yang sering datang akhir-akhir ini?"

Ruby mendelik tak percaya mereka bisa langsung menebaknya.

"Benar dia, Kak? Waaahhh!"

Para pelayan kafe makin heboh setelah tidak mendengar kalimat sangkalan apapun dari mulut Ruby. Ini menandakan memang benar adanya bahwa pria yang membuat biduanita kesayangan mereka adalah pria tampan yang sangat pendiam namun senantiasa memandang lekat pada Ruby setiap wanita itu naik ke panggung.

Ruby merasa kesulitan untuk membuat para pelayan perempuan itu terdiam setelah berbarengan bersorak-sorak makin membuat malu sang wanita penyuka gaun merah itu.

"Ssshh... kalian jangan ribut begitu, ah... Aku tak enak jika Manajer tau ini."

Para pelayan yang mengelilingi Ruby terkikik dan mulai meredakan suara mereka.

Sayangnya, sang Manajer kafe keburu mengetahui berita ini, entah dari siapa.

Ruby menikmati kehidupan asmara penuh baranya. Saat manajer kafe menegur agar jangan terlalu mengumbar kemesraan dengan Vince, Ruby menulikan telinga.

Ia berpikir, ini adalah anugerah dari Tian (Dewata/surga) yang tak boleh dilewatkan. Vince adalah oase digersangnya jiwa wanita Ruby yang butuh belaian sayang.

Vince memberikan semua. Kasih sayang, seks, dan juga materi. Mana mungkin Ruby bisa menolak itu? Apalagi ia tak mengira di usia mendekati 40, masih ada bujangan muda terpikat padanya.

'Apa salahnya kalau aku menikmati ini?' Demikian batin Ruby senantiasa tiap dia teringat teguran Manajer kafe.

Kehidupan penuh bara ia jalani dengan Vince lebih dari 2 bulan. Meski begitu, sayang sekali Vince belum pernah sekalipun menyatakan cinta atau mempersunting Ruby. Jangankan melamar untuk menikah, melamar menjadi pacar pun tidak.

Namun, Ruby terus menentramkan hati dengan berpikir bahwa yang terpenting Vince selalu di dekatnya dan terus melimpahi dengan kasih sayang. 'Mungkin Vin bukan jenis orang yang suka mengumbar kata cinta. Mungkin baginya lebih penting aksi daripada kata-kata.'

Ruby terus saja mendamaikan kegelisahan hatinya. Ia tak ingin menyibukkan pikiran pada hal-hal yang mungkin hanya terlalu berlebihan.

Dia hanya mengira ini adalah hal wajar bagi para muda sekarang dalam berhubungan asmara. Asalkan keduanya tetap saling terhubung satu sama lain dan terus saling mendekat, maka sebuah kata-kata puitis cinta tidak diperlukan.

Maka Ruby pun abaikan suara di benak. Ia sudah bahagia dengan Vince apa adanya. Tak ingin menuntut berlebihan pada sang bujangan muda.

"Syukuri saja apa yang ada, Ruby." Begitu kata salah satu teman saat dia berkeluh kesah. Itu pun semakin memantapkan Ruby untuk tetap mensyukuri kebersamaan dia dengan Vince.

-0-0-0-0-

Vince masih saja menghujani Ruby dengan segala macam bentuk perhatian. Segalanya. Bahkan terkadang itu terlihat berlebihan, seperti mengganti mobil lama Ruby dengan mobil keluaran terbaru yang harganya melejit ke langit.

Bagi Vince sebagai lelaki dari keluarga kaya, itu bukanlah hal sulit. Apapun yang dia inginkan, terutama jika itu menyangkut harta, maka tak ada di dunia ini yang bisa menghalanginya.

Wanita mana yang tidak bahagia disirami oleh gelimang harta selain perhatian dan keintiman setiap hari?

Ruby merasa dia melebihi ratu manapun saat ini. Dia merasa dunia dalam genggamannya.

Seiring dengan itu, kecantikan Ruby kian tidak terbantahkan. Itu semua berkat perawatan mahal yang dia jalani sesuai dengan kemurahan hati Vince.

Apalagi di usia menjelang empat puluh, sebuah perawatan yang tepat dan baik itu bagai sebuah harta karun yang sangat berharga. Ruby tak mungkin menolaknya. Bahkan, dia sungguh membutuhkan itu.

Jangan katakan dia wanita materialistis. Di mana di dunia ini tidak ada wanita materialistis sekarang ini? Semua wanita membutuhkan diri mereka dimanja dalam berbagai aspek. Maka, Ruby yakin dirinya tidak berlebihan jika dia terus menerima kebaikan hati Vince dalam memanjakannya.

Lebih dari itu... ini adalah dunia yang berpusat pada materi, harta, dan uang. Ini adalah dunia dimana yang berkuasa adalah uang. Apa bukan sebuah keberuntungan bagi Ruby jika dia mendapatkan kedua-duanya? Uang dan cinta.

Wanita lain, silahkan saja jika mereka ingin menggertakkan gigi dan memandang iri padanya.

Toh, selama ini dia tidak pernah meminta. Semuanya selalu Vince yang memberikan. Apa salahnya menerima apa yang diberikan orang? Untuk apa bersikap munafik dan menolak?

Bab berikutnya