webnovel

36. Amel - Dua

Malam menjelang, beberapa orang tengah beristirahat. Tiba-tiba saja ada seorang tentara berlari ke tenda dokter. Dimana semua dokter tengah berkumpul. Tentara itu memberitahu kalau ada satu orang lagi yang di temukan di tempat kejadian. Beberapa dokter menghampiri seorang pasien wanita muda, terlihat seperti keturunan Tionghoa.

Tak lama Dhika datang bersama Lita, Okta dan Chacha. Karena kebetulan sekali tadi Chacha dan Lita tengah menikmati pop mie dan Dhika dan Okta tengah membuat kopi di tenda dapur. Membuat mereka berempat sama-sama menghampiri pasien. Keempatnya melotot sempurna melihat gadis di atas brangkar itu.

"Amel...!!!!" pekik Chacha dan Lita.

"ini kan si nenek sihir titisan penyihir jahat temennya si nela" ujar Okta membuat Chacha mencibir.

"dia kenapa?" Tanya Dhika.

"kami menemukan dia di sebuah gedung yang kami tahu sebuah kantor. Dia sudah pingsan di sana, tetapi detak jantungnya masih ada. kami pikir dia dehidrasi" jelas tentara itu.

"dia bukan mengalami dehidrasi" ujar Dhika tiba-tiba membuat semuanya melihat ke arah Dhika. Dhika menyimpan telapak tangannya di dada Amel dan memejamkan matanya cukup lama. Setelah itu Dhika kembali membuka matanya dan memeriksa deyut nadi di tangan Amel dan memegang kedua telapak tangan Amel.

"dokter Reza, dokter Khairul, dokter Claudya tolong bawa pasien ini ke dalam klinik. Dokter Lita, Clarisa dan Okta ikut aku" ujar Dhika beranjak membuat semuanya bingung tetapi akhirnya menuruti perintah Dhika.

Dan disinilah sekarang Dhika, Thalita, Chacha dan Okta berdiri di belakang tenda dokter. "ada apa, Dhik?" Tanya Okta bingung

"Amel mengalami serangan jantung, dia mengidap penyakit jantung koroner" ujar Dhika.

"apa????" pekik Thalita kaget.

"penyakit jantung koroner itu penyakit jantung yang terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kolestrol yang menimbun di dinding bagian dalam pembuluh darah, dapat mengakibatkan pembuluh darah mengalami penyempitan dan aliran darahpun menjadi tersumbat. Akibatnya fungsi jantung terganggu karena harus bekerja lebih keras untuk memompa aliran darah. Seirirng berjalannya waktu, arteri-arteri koroner makin sempit dan mengeras. Inilah yang disebut aterosklerosis." Jelas Dhika. "sumber penyakit ini biasanya dari radikal bebas seperti asap rokok, polusi udara, polusi kimiawi/lingkungan, polusi elektromagnetik (hp, layar tv dan layar monitor), dan dari polusi di dalam tubuh sendiri. Pembuluh darah akan mengalami penyempitan dan akan cepat mati dan mengeras. Sel-sel ini juga yang biasanya disebut sel kanker" jelas Dhika membuat semuanya terdiam. "di kasus Amel ini, penyakit gagal jantungnya ini sudah sangat parah. Kita bisa saja melakukan operasi padanya tetapi kondisinya harus benar-benar sehat dan baik-baik saja. Tetapi saat aku periksa tadi, kondisinya jauh dari kata baik-baik saja" tambah Dhika.

"jadi bagaimana?" Tanya Thalita.

"ada dua pilihan, membiarkannya seperti ini dan menunggu perkembangan kesehatannya. Atau memaksakan diri untuk tetap melakukan operasi" ujar Dhika.

"tetapi kalau dibiarkan saja dia bisa saja meninggal dalam hitungan jam" ucap Lita.

"ya itu benar, tetapi dengan kita mengoperasinya juga, itu tetap akan beresiko kematian padanya apalagi fasilitas disini sangat minim untuk melakukan operasi besar" ujar Dhika.

"tapi setidaknya dengan operasi, masih ada harapan untuk menolongnya daripada harus membiarkannya seperti ini" ujar Thalita.

"Lita,, kenapa loe pengen nolongin dia? Kenapa tidak biarkan saja. Dia musuh loe Lita, dia yang menyebabkan kehancuran hidup loe 10 tahun yang lalu" ujar Chacha.

"iya lita, apalagi sama saja dibiarkan atau di operasipun keadaannya tetap sama" ujar Okta.

"tetapi Okta setidaknya masih ada harapan dengan operasi" ujar Lita keukeuh

"Lita sadarlah, Amel itu musuh kita. Dia sangat jahat sama loe dan gue juga" ujar Chacha sedikit kesal.

"gue tidak melihatnya sebagai musuh, Cha. gue melihatnya sebagai pasien gue. Dan gue tidak bisa membiarkan pasien gue meninggal tanpa berbuat sesuatu" ujar Lita ngotot

'sudah kuduga,, inilah Thalita. Dia tidak bisa diam saja dan melihat seseorang meninggal, bahkan musuhnya sekalipun' batin Dhika tersenyum melihat ke arah Lita yang masih berdebat dengan Chacha.

"Lita, gue tau loe baik. Tapi tidak dengan melakukan ini, inget apa yang sudah di lakukan Amel" ujar Chacha.

"tidak Chacha, gue tidak bisa diam saja. Dhika, apa kamu yakin masih ada harapan untuk menolongnya?" Tanya Lita.

"ya" jawab Dhika.

"kalau begitu lakukan operasinya sekarang juga" ujar Lita membuat Dhika tersenyum kecil.

"baiklah" jawab Dhika.

"Dhika, kenapa loe juga? Dhika, Amel yang sudah buat loe sengsara selama 10 tahun ini" ujar Okta tidak terima.

"kalau Lita sudah memutuskan seperti ini, gue tidak bisa berbuat apa-apa" ujar Dhika santai membuat Okta dan Chacha melongo.

'apa-apaan ini, apa mereka sudah gila? Amel yang udah membuat mereka berdua terluka dan tersiksa dan sekarang mereka mau berjuang menyelamatkannya' batin Okta.

'ahh Lita, kenapa loe selalu seperti ini' batin Chacha.

Lita beranjak pergi meninggalkan semuanya diikuti Dhika.

"kenapa dia selalu seperti ini. Gue bahkan masih dendam sama si Amel" gumam Chacha mengusap wajahnya.

"menjadi orang yang sangat baik itu benar-benar mengganggu kesehatanku" gumam Okta.

Di tenda dokter, semua tim operasi 1 di kumpulkan sesuai perintah Dhika dan menjelaskan kronologis penyakit pasien. "kita akan melakukan operasi CABG, operasi pintas koroner. Atau biasa disebut operasi bypass" jelas Dhika dan semua dokter terlihat fokus. "kita akan melakukan operasi malam ini dengan fasilitas yang ada. Dan dokter Claudya, aku sangat berharap besar dengan bantuanmu" ujar Dhika menatap Claudya.

"pasti dokter, saya siap membantu" Claudya tersenyum bahagia, Dhika membalas senyuman Claudya dan kembali menatap ke semua dokter.

"baiklah sekarang, tolong persiapkan kondisi pasien dokter Khairul, dokter Reza" ujar Dhika.

"baik dok" jawab keduany serempak.

"dan suster Meliana dan dokter Claudya siapkan perlengkapan operasi" ujar Dhika.

"baik dok" jawab keduanya.

"baiklah, ayo kita bergerak. Ini akan menjadi malam yang panjang buat kita" ujar Dhika membuat semuanya bubar. Dhika berjalan melewati Lita, tetapi berhenti tepat di dekat telinga Lita.

"kalau bukan karenamu, aku tidak akan melakukan operasi ini. Dan kalau Amel sekali lagi menyakitimu, aku tidak akan menjamin untuk membantunya lagi" ujar Dhika dan berlalu pergi meninggalkan Lita yang mematung.

Kini semuanya sudah siap diruang operasi untuk melakukan operasi. Dengan fasilitas seadanya.

"baiklah, semuanya sudah siap? Ayo kita lakukan operasi CABG" ujar Dhika menatap semua mata dokter yang terlihat yakin. Dan operasipun dilakukan dengan tenang, diluar ruang operasi Chacha dan Okta berdiri.

"gue akan buat perhitungan kalau si Amel kembali nyakitin Thalita lagi" ujar Chacha kesal yang teramat mengingat perbuatan Amel.

"gue juga heran, si Dhika langsung mengiyakan saja. Sepertinya sikap baik Lita menular ke si Dhika, padahal gitu-gitu juga si Dhika orangnya paling sulit untuk memaafkan orang" ujar Okta. "bahkan buat maafin si Angga dan si Daniel saja harus menghabiskan waktu bertahun-tahun dan itu juga dengan usaha yang sangat keras" ujar Okta mengingat masa lalu.

"mereka berdua memang pasangan yang sangat cocok" ujar Chacha.

"ya loe benar,,," ujar Okta.

3 jam sudah berlalu dan operasipun berjalan lancar, pasien di bawa ke UGD dan semua suster dan dokter beristirahat di depan tenda dokter.

Dhika tengah berada di tenda dapur sambil menyeduh kopi, tak lama Thalita masuk kedalam sana.

"Dhika, terima kasih karena sudah mau menyelamatkannya" ujar Lita.

"tidak perlu berterima kasih, aku sudah bilang kan. Aku melakukannya karena kamu" ujar Dhika.

"aku hanya tidak bisa melihat pasien meninggal begitu saja" ujar Lita dan kini giliran Dhika yang terdiam.

"lita,," Dhika membuka suaranya setelah beberapa saat terdiam dan menatap Lita yang tengah menatapnya juga. "kamu bisa memaafkan Chacha dan juga Amel, kenapa kamu tidak bisa memaafkan dan menerimaku lagi?" Tanya Dhika membuat Thalita mematung. Thalita tidak tau harus berkata apa pada Dhika.

"a-aku harus pergi dan beristirahat, permisi" Thalita segera meninggalkan Dhika yang masih mematung sendiri. Dhika hanya mampu menghela nafasnya melihat tingkah Thalita.

***

Malam-malam, semuanya berkumpul di lapangan kecil disekitar sana, sambil menikmati api unggun yang dibuat oleh tentara disana. Okta tengah memberi hiburan ke anak-anak yang ada di pengungsian itu, beberapa game yang bisa membuat semuanya tertawa lepas. Melihat sisi Okta yang seperti itu, membuat Chacha tersenyum sendiri. Chacha tidak menyangka orang seperti okta juga menyukai seorang anak kecil. "senyuman loe ke Okta mengandung arti lain, tuh" sindir Lita melihat Chacha

"apaan sih loe" kekeh Chacha.

"gue lihat Okta serius sama loe, Cha" ujar Lita membuat Chacha menengok

"gue juga merasakannya Lita, tapi gue belum mau menyimpulkan kalau gue juga menyukainya. Gue terlalu takut" ujar Chacha.

"kenapa?" Tanya Lita.

"dari dulu gue yang selalu mencintai tanpa pernah dicintai. Dan sekarang gue baru merasakan bagaimana rasanya dicintai, Tha" ujar Chacha.

"gue bahagia, sangat bahagia. Tapi disisi lain, gue juga takut kalau ini hanya cinta sesaat. Gue terlalu takut untuk patah hati lagi dan cinta bertepuk sebelah tangan lagi" ujar Chacha.

"tapi gue yakin, Okta serius ke loe, cha" ucap Lita membuat Chacha melihat ke arah Lita.

Setelah cukup lama Okta menghibur semuanya, dan malampun semakin larut. Kini giliran Dhika yang membawakan sebuah lagu dengan memainkan gitar acoustic dengan duduk dihadapan semua orang. Semua dokter dan beberapa tentara juga warga pengungsian ada disana menonton dhika. Tak terlewatkan juga Thalita yang tepat berada di depan Dhika walau jarak mereka cukup jauh karena terhalang api unggun yang cukup besar.

"yang hapal lagunya boleh ikut nyanyi yah" ujar Dhika dan mulai memetik gitarnya, dan melantunkan lagu berjudul 'All Of Me'. Dhika menyanyikannya dengan penuh perasaan dan penghayatan, membuat para penonton tersentuh dan merinding orang yang mendengarkannya. Pandangan Dhika langsung terarah ke arah Thalita yang tengah menatapnya juga. Lirik lagu ini seakan ungkapan perasaan Dhika kepada Thalita. Dhika ingin Thalita tau kalau di dalam hatinya sepenuhnya telah dimiliki Thalita. Disisi lain, hati Thalita bergetar mendengar bait yang Dhika nyanyikan. Ini seperti Dhika yang tengah mengatakan isi hatinya ke Thalita di depan semua orang. Pandangan mata mereka tak lepas satu sama lain.

"kak Dhika begitu mencintai loe Lita, bahkan tatapannya tidak pernah berubah dari 10 tahun yang lalu" ujar Chacha membuat Lita menengok ke arah Chacha.

"dia benar-benar cinta mati sama loe, gue cuma kasih saran. Jangan lagi sia-siakan dia Lita, loe beruntung mendapatkannya" ujar Chacha tersenyum. Thalita hanya terdiam dan kembali menatap ke arah Dhika.

Mata Dhika terlihat berkaca-kaca, membuatnya sedikit menunduk agar tidak ada yang mengetahuinya. Tetapi Dhika salah, Okta yang berdiri tak jauh darinya mampu melihat mata Dhika yang berkaca-kaca menyanyikan lagu ini. Okta juga dapat merasakan ketulusan dalam setiap nyanyian Dhika. Okta seakan mampu merasakan apa yang tengah sahabat yang dia sayangi alami. Semua yang mendengarkannya terlarut dalam suara merdu Dhika. Senandungnya yang indah membuat semua yang mendengarkannya merinding. Tetapi berbeda bagi Thalita yang merasa tersayat-sayat oleh setiap lirik lagu yang Dhika nyanyikan. Tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Thalita merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang sudah lama menghilang dari dirinya.

Dhika mengakhiri nyanyiannya dengan memejamkan matanya. Setelah selesai Dhika menundukkan kepalanya dan menghapus matanya yang terasa basah. Dan kembali menengadahkan kepalanya seraya tersenyum ke arah semuanya yang tengah bertepuk tangan. Thalita langsung beranjak meninggalkan tempat itu saat Dhika berhenti menyanyi, hatinya dalam keadaan dilemma saat ini. Dhika mengedarkan pandangannya mencari sosok Thalita tetapi tidak dia dapatkan, membuatnya sedikit kecewa. Dan tingkah Dhika itu tak luput dari pandangan Okta yang memang peka akan tingkah sahabatnya.

***

Bab berikutnya