webnovel

15. Flashback - Sebatang Kara

Tak terasa sudah seminggu berlalu dari kepergian tante ratih, dan hidupku semakin sepi. Setiap malam aku selalu sendirian dan kesepian, walau terkadang serli, ratu atau kak dewi menginap di rumahku. Dhikapun selalu menemaniku di rumah sampai aku terlelap dan dia pulang. Tetapi hatiku tetap saja sepi, aku butuh tanteku. Orangtua yang selalu memahamiku. Apalagi sekarang penyakitku semakin menjadi, rasa sakit di tubuhku semakin sering kambuh. Bahkan buang air kecilpun terasa sangat menyiksa dan ngilu.

Bahkan sering aku menangis saat meriang dan rasa sakit itu menyerangku. Sebentar lagi aku harus melakukan cuci darah dan aku bahkan tak mempunyai tabungan sedikitpun. Aku membutuhkan tambahan dana untuk pengobatanku. Padahal selama ini aku sudah sangat mengirit, tetapi tetap saja masih belum cukup. Aku harus mencari lagi sambilan yang bisa menggajiku setiap minggu. Tapi kerja apaan yah yang bisa di lakukan tengah malam.

Aku tersadar dari lamunanku saat terdengar suara ketukan pintu, aku bergegas membuka pintu dan terlihat seseorang berdiri dihadapanku, tetapi aku tak dapat melihat wajahnya karena ditutupi oleh sebucket bunga mawar merah yang besar. Walau begitu, aku sangat tau siapa seseorang itu, aku tersenyum ke arahnya dan ide jahil melintas di kepalaku.

"Maaf mas, tapi saya tidak pesan bunga" ucapku tetapi seseorang itu tak bergeming. "mas mungkin salah kirim, saya tidak pesan bunga. Bawa pulang lagi saja" usirku sedikit ketus.

"sayang," Dhika menampakkan wajah cemberutnya yang terlihat sangat lucu di balik bunga yang menutupi wajahnya. Aku terkekeh melihatnya.

"Wah masnya ganteng banget. Mau deh aku terima," aku langsung merebut bunga dari tangan Dhika dan berlalu masuk ke dalam rumah meninggalkan dhika.

"Dasar ganjen, lihat wajah tampan langsung deh mau nerima," gerutu dhika membuatku semakin terkekeh.

"kan sayang kalau ganteng aku anggurin"jawabku cuek, membuat dhika mencibir.

"gak ada acara keluar?" Tanya dhika dan aku hanya menggelengkan kepalaku sambil duduk di sofa diikuti dhika.

Kami terdiam, aku fokus memainkan kelopak bunga itu dengan pikiran yang melayang ke pemikiranku tadi.

"Sayang...."

"Dhika..."

Kami sama-sama bersuara dan saling melihat membuat kami terkekeh.

"lady's first" ujar dhika

"dhik, apa aku boleh menerima gaji setiap minggu" cicitku ragu. "maksud aku gini lho, kan gaji aku sebulannya Rp.- nah aku ingin itu dibagi empat jadi aku bisa mendapatkannya tiap minggu, apa bisa?" Tanyaku kembali.

"kenapa begitu?" Tanya dhika

"ya, kamu tau kan sekarang tante sudah tidak ada. Aku butuh uang untuk keperluanku sehari-hari" dustaku

"aku sudah berapa kali nawarin kamu buat terima kartu dariku. Itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kamu, dan itu juga hasil usaha aku sendiri bukan dari orangtua aku" ucap dhika seraya membuka dompetnya.

"pakai ini, oke" ujar dhika seraya menyerahkan kartu berwarna gold ke arahku.

"aku tidak bisa menerimanya. Aku sudah banyak merepotkan kamu, a-aku hanya butuh gaji aku dikeluarkan setiap minggu" ucapku merasa tak enak.

"sayang, aku tidak bisa melakukan itu. Karena bukan aku yang mengurusi gaji karyawan, itu sudah menjadi prosedur café. Kamu pakai kartu ini saja yah, dan simpen gaji kamu" ujar dhika menyimpan kartu unlimited itu diatas meja. Aku menatap kartu itu, apa aku harus menerimanya? Tapi aku harus dapat uang dari mana untuk biaya cuci darah yang sangat mahal itu.

"udah kamu jangan banyak berpikir, aku gak akan ngebiarin kamu menanggung beban berat" ujar dhika membelai kepalaku dengan lembut. Tapi bukan ini yang aku pengen, aku sudah cukup membebani tante ratih. Dan sekarang dhika.

Aku menatap mata coklat tajam milik dhika mencari keraguan di dalamnya, tetapi tidakku temukan keraguan dimatanya, yang terlihat hanya ketulusannya. Tidak, aku tidak bisa untuk membebani lelaki sebaik dhika. Aku tidak bisa...

"hey, kenapa menangis" aku terperangah saat tangan dhika membelai pipiku.

"ma-af karena aku sudah terlalu banyak membebani kamu" ucapku menatapnya dengan sendu.

"Sssttt,, kamu ngomong apa sih. Aku ikhlas, aku tidak merasa terbebani apapun olehmu, sayang" dhika membawaku ke dalam pelukannya, ini yang selalu membuatku merasa sangat nyaman, Berada di dalam dekapan dhika yang sangat menghangatkan. " dan tolong terima ketulusanku ini, aku hanya ingin berguna buat kamu" tambah dhika membuatku semakin tersentuh dan menangis terisak.

Apa aku sanggup, meninggalkan pria sebaik dhika saat umurku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Aku sudah mulai merasa tenang, setelah dhika memberiku minum. Tuhan, jangan biarkan dhika terluka karena aku. Aku selalu ingin kebahagiaannya, sekarang aku hanya menginginkan kebahagiaan laki-laki di hadapanku ini. Aku terus menatap wajah dhika dengan seksama. Dhika tersenyum ke arahku dan membelai pipiku dengan lembut.

" kamu sudah makan?" Tanya dhika dan aku hanya menggelengkan kepalaku. "ya udah ayo biar aku masakin sesuatu buat kamu" ujar dhika membuatku mengernyitkan dahiku.

"tatapan kamu begitu meremehkanku. Ya aku akui, aku belum pernah memasak. Tetapi aku sering memperhatikan koki di café" ujar dhika menarik tanganku menuju dapur. Dhika menarik kursi meja makan untuk aku duduk. Setelah aku duduk disana,dhika beranjak dan memakai celemek berwarna merah yang biasa aku pakai. Aku terkekeh melihatnya yang selalu tampil cool di kampus, sekarang memakai celemek warna merah.

"tolong tunggu sebentar nyonya, saya akan segera siapkan makanan untuk anda" ucap dhika seraya membungkukkan badannya membuatku terkekeh melihat tingkah konyolnya.

Dhika mengambil bahan-bahan dari dalam kulkas dan mulai memotongnya sambil bersenandung, aku terus memperhatikan punggung lebar dhika. Aku sangat bersyukur masih memiliki seseorang seperti dia, tolong jangan pisahkan kami tuhan. Aku ingin membuatnya bahagia sebelum engkau memanggilku.

Lamunanku buyar saat mendengar dhika yang menyanyi sangat sangat jelek dan fals, tetapi sangat lucu untukku. Aku tak mampu lagi menahan tawaku.

"kamu nyanyi apaan sih? Jelek banget" kekehku yang mendengar dhika menyanyi dengan sangat kacau. "kalau anak-anak kampus tau, pada ilfeel semua tuh sama kamu" tambahku.

"aku tidak perduli sama mereka, yang aku perdulikan hanya tawa dan senyuman kamu" ujar dhika membuatku berhenti tertawa dan terpaku menatap dhika yang kini sudah berbalik menghadap ke arahku. "aku tidak perduli mereka mau ilfeel atau jijik sekalipun sama aku karena tingkah konyolku ini, yang penting kamu bisa tertawa" ujar dhika membuatku semakin tersentuh.

"kenapa?" Tanyaku

"apanya?" Tanya dhika bertanya balik.

"kenapa kamu lakukan semua ini? Apa karena janji kamu sama tante?" Tanyaku

"mungkin itu salah satunya, tetapi selain itu karena aku mencintai kamu. Aku sangat menyayangi kamu lebih dari apapun. Dan tujuanku hanya untuk membahagiakan kamu, karena dengan melihat kamu bahagia, akupun ikut bahagia" ujar dhika sangat dalam membuatku tak mampu menahan lagi air mataku yang sudah menumpuk di pelupuk mataku. "kamu tau, kamu selalu ada di setiap detak jantungku, dan nama kamu slalu hadir disetiap hembusan nafasku." Ujar dhika menutup matanya, lalu kembali membuka matanya dan menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"ya itu benar, aku tidak berbohong !!" jawab dhika dengan yakin. "Bahkan hati kecilku selalu berkata kamu adalah tujuan hidupku. Hatiku selalu memintaku untuk tidak ragu ataupun takut untuk mempercayai dan yakin pada kamu" ujar dhika. Aku menatap manik mata coklat milik dhika, tetapi tidak terlihat keraguan sedikitpun dimatanya. "aku selalu merasakan kedamaian setiap bersamamu, bayangan kamu selalu ada dibenakku bahkan setiap hari. Aku tau ini sangat berlebihan tetapi aku hanya berkata jujur, karena setiap jauh darimu, perasaan ini sangat menyiksaku setiap detiknya" ujar dhika membuatku semakin menangis melihatnya. Aku berjalan mendekatinya dan berdiri tepat di hadapannya.

"jangan terlalu mencintaiku, dhika. Apa yang aku miliki? Aku tak memiliki keistimewaan apapun, aku tidak sempurna bahkan banyak sekali kekuranganku. Jangan terlalu mencintaiku, aku tidak ingin kamu terluka nantinya" ucapku membelai wajah dhika, mata dhika terlihat memerah menahan air matanya.

"maafkan aku, tetapi aku tidak bisa menahan perasaan ini. Aku terlalu mencintai kamu. Kamu tau aku bahkan memiliki impian, aku ingin selalu bersama kamu hingga kita tua dan hanya maut yang akan memisahkan kita" ucapan dhika semakin menyayat hatiku.

Itu jugalah impianku, dhika. Tapi bagaimana kalau penyakit ini lebih cepat merenggut nyawaku? Aku takut akan sangat menyakiti kamu, kamu terlalu berharga untuk aku sakiti. Tuhan, aku sangat mencintainya berikanlah aku hidup lebih lama lagi. Takkan pernah aku menyakitinya. Aku tak mudah untuk mencintai, aku tak mudah mengatakan aku mencintainya. Aku bersumpah, aku begitu mencintaimu, dhika.

Sampai matipun cinta itu akan tetap abadi untukmu.

"khem,, kok jadi mellow gini sih. Kamu duduk lagi saja, aku akan melanjutkan memasak" dhika terlihat mengusap kedua matanya, dan kembali berbalik membelakangiku. Aku masih berdiri dibelakang dhika, terus memikirkan ucapan dhika tadi.

"ohh shittt !!!" umpat dhika membuatku terpekik kaget.

"astagfirulloh, kamu kenapa?" aku berjalan mendekati dhika dengan sangatb khawatir

"tanganku teriris" ucap dhika

"kamu tidak hati-hati" Aku langsung menempelkan jari dhika ke mulutku dan menghisapnya.

"sayang" panggil dhika membuatku menatap dhika tetapi masih tetap menghisap jari dhika. "bukan itu yang terluka, tapi ini" dhika memperlihatkan jari telunjuknya yang berdarah, sedangkan aku menghisap jari tengahnya. Seketika aku melepas hisapanku tetapi masih memegang tangan dhika.

Kami sama-sama tertawa. "pacarku ini, saking khawatirnya gak lihat-lihat dulu mana yang terluka" ujar dhika mengusap kepalaku yang sedang menghisap luka dhika yang sebenarnya.

Aku menunggu masakan dhika di meja makan, dengan mata yang sudah sangat mengantuk karena dhika begitu lama memasak.

"selamat menikmati nyonya, maaf menunggu sangat lama" ujar dhika membungkukkan badannya dan menyimpan nasi goreng dihadapanku membuat kantukku hilang seketika.

"masak nasi goreng saja sampe 45 menit, Aku sudah mengantuk " ujarku seraya menguap.

"maklum, saya masih amatir nyonya" ujar dhika yang masih berdiri disampingku. "silahkan dicoba" tambah dhika. Aku mulai menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutku dan spontan terbatuk

Oho oho oho

Aku segera meminum air putih yang berada di hadapanku, nasi goreng rasa apa ini? rasanya aneh banget, asik nggak, manis juga nggak. Pedesnya malah bikin pahit.

"ba-bagaimana?" Aku mendongakkan kepalaku ke arah dhika, dhika terlihat begitu penasaran dan aku bingung harus mengatakan apa.

"rasanya..." Aku tersenyum tidak enak dan bingung harus menjawab apa. Dhika mengambil sendok dan menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Spontan dhika berlari menuju wastafel dan memuntahkan semua makanan itu kembali.

"sayang, sudah jangan dimakan lagi" ujar dhika setelah minum air. " rasanya aneh, astaga ternyata memasak itu sangat sulit" keluh dhika membuatku terkekeh

"maaf yah, kamu sudah susah-susah masakin buat aku. Tapi aku malah tidak memakannya. Biarkan saja aku menghabiskannya" ujarku hendak memakannya kembali tetapi dhika segera merebutnya.

"No,,!! lebih baik dibuang saja yah" dhika membuangnya ke tong sampah. "lebih baik kita ke café, dan makan disana" ajak dhika seraya melepas celemeknya, aku hanya bisa terkekeh.

***

Pagi ini aku datang ke kampus dengan membawa beberapa toples yang berisi kue kue basah. Aku sekarang memang meneruskan usaha tanteku, tetapi aku jual di kampus. Sebagian aku masukan ke kantin, dan sebagian lagi aku jual. Serli, ratu, Irene bahkan kak dewi sering datang untuk membantuku membuat kue semalaman. Bukan hanya mereka, tentunya malaikat tanpa sayapku juga, dia tak pernah absen untuk membantuku membuat kue kue basah ini.

"sayang, sini itu biar aku yang antar ke kantin" ujar dhika saat kami sampai di depan kelasku.

"biar aku saja" ujarku

"sudahlah, kamu ada jadwal pagi kan" ujar dhika dan mengambilnya. Sebelum berlalu pergi dhika mengusap kepalaku dan beranjak pergi. Aku baru saja memasuki kelas, dan kueku langsung di serbu oleh teman-teman kelasku karena mereka sangat menyukai kue basah buatanku.

Saat jam istirahat, aku seperti biasanya menjual kue kueku berkeliling kelas dan fakultas, dan itu tak lepas dari bantuan brotherhood. Seperti saat ini, kami berkeliling untuk berjualan kue basah. "kue kue,, kue kue" teriak okta ke setiap kelas membuat yang lain terkikik.

"gator, simpan di atas kepala seperti ini" ujar Irene menyimpan toples di atas kepalanya sambil berteriak kue kue.

"cocok loe kaleng rombeng" kekeh okta. Seketika kami di serbu oleh beberapa mahasiswa dan mahasiswi.

"ayo ayo, di pilih di pilih. Ada yang bentuk memanjang, kerucut, piramid, kotak, dan banyak lagi. Di jamin halal" teriak okta.

Kami sibuk membungkus pesanan, okta dan Irene hanya sibuk berteriak-teriak mempromosikan.

"berisik" celetuk angga

"diem loe,, gue lagi usaha juga" teriak gator.

"yang borong, gue kasih foto terbaru gue" teriak okta membuat yang lain terkikik.

"narsis loe, gator" kekeh dewi. Aku melihat chacha dan amel datang, okta langsung menghadang mereka.

"area ini di perboden untuk para titisan penyhir jahat" ujar okta

"berisik loe crocodile,, ngusik pendengaran gue" ujar chacha menatapku sinis, aku sudah tidak memperdulikannya lagi. Aku sibuk melayani para pembeli di bantu dhika. Yang lainpun sibuk melayani pembeli yang membeli kue di toples yang mereka pegang.

"pergi deh kalian" celetuk Irene

"hush..hush.. wahai para makhluk halus, pergilah menjauh" ujar okta meledek chacha dan amel. Chacha terlihat berlalu pergi seraya mendengus, sedangkan amel menatapku dengan sinis dan berlalu pergi.

"kue kue,, ayo beli kuenya" teriak Irene dan okta

"sudah habis, woooyyy" teriak kak daniel. Alhamdulillah semua kueku habis terjual.

"Alhamdulillah" gumamku dan dhika.

"yah habis yah, padahal perut gue kelaperan ini habis promo" ucap okta

"modus loe aja" celetuk kak elza.

"tenang-tenang, aku buat special buat kalian semua. Ada di kelas" ujarku

"nah gitu dong tha, kan enak" kekeh okta

"dasar gator" celetuk kak angga

Saat ini kami semua berada di ruang senat, kami tengah menikmati kue basah yang aku bawa. Sedangkan aku sibuk menghitung uang hasil penjualan.

"Alhamdulillah, aku dapat lima ratus ribu" ucapku sangat bahagia

"syukurlah lita, kue loe sangat enak ta. Pasti banyak yang suka" ujar serli membuatku mengangguk antusias.

"kapan loe mau belanja lagi, ta? Gue temenin" ujar ratu

"gue juga ikut" ujar okta

"ngapain loe ngikut sih, gator" celetuk ratu

"dimanapun ada cewek manis, disana pasti akan selalu ada cowok unyu" ujar okta membuat semuanya terkekeh.

"modus loe aja, gator" ujar dhika. "sayang, nanti aku antar kamu berbelanja yah" ujar dhika membuatku mengangguk. Terima kasih ya allah, kau masih memberiku sahabat terbaik seperti mereka. Setidaknya aku tak merasa sendirian lagi. Aku tersenyum menatap mereka yang tengah bercanda, kecuali ratu yang terlihat canggung saat berhadapan dengan kak angga.

Ya allah, jangan sekarang. Aku menggigit bibir bawahku saat merasa sakit di perutku dan tubuhku mendadak meriang. Aku mengusap kedua lenganku dan memejamkan mataku menahan rasa sakitnya. Bahkan keringat dingin keluar dari pelipisku.

"sayang, kamu kenapa?" Tanya dhika menyentuh keningku. "badan kamu hangat" tambah dhika.

"ssshht" aku meringis saat merasa tubuhku ngilu dan sangat sakit. Dhika melepas jaketnya dan memasangkannya di tubuhku.

"kita ke ruang kesehatan yah" ujar dhika

"sepertinya lita kecapean, dhik" ucap kak dewi. Dhika segera memangku tubuhku dan sedikit berlari menuju ruang kesehatan karena tubuhku semakin meriang dan berkeringat dingin.

"dhika berhenti" ucapku meringis.

"ada apa?" Tanya dhika melihatku khawatir.

"pelan pelan saja, badanku terasa sangat sakit semuanya" rintihku.

"bagian mana yang sakit, sayang?" Tanya dhika sangat khawatir membuatku tersenyum di tengah kesakitanku. Apa dhika akan sekhawatir ini saat mengetahui penyakitku.

"aku tidak apa-apa, sayang"gumamku lirih.

"aku akan segera membawamu ke ruang kesehatan" ujar dhika membuatku semakin mengalungkan kedua tanganku di lehernya dan menyandarkan kepalaku di dada bidangnya.

***

Bab berikutnya