webnovel

2. Masih Menunggu

Dhika Pov

Seperti yang sudah aku rencanakan, weekend ini aku pergi ke Bandung untuk mengunjungi sahabat-sahabatku. Dewi salah satu sahabatku, sudah menghubungiku berkali-kali. Bahkan mengancamku agar segera datang ke kota Bandung dan menengok keponakanku yang baru lahir satu bulan yang lalu.

Memang sudah 6 bulan ini aku tidak pernah berkunjung kesana. Aku terlalu malas untuk mendengar ceramah dan ocehan dari mereka, mengenai perempuan dan pernikahan. Cukup mommy yang selalu merecokiku dalam masalah perempuan dan pernikahan ini.

Sedikit akan aku jelaskan tentang sahabat-sahabatku itu. Aku dan mereka sudah bersahabat dari sejak kecil, bahkan sejak kami masih di dalam kandungan. Karena kebetulan orangtua kamipun bersahabat. Kami memberi nama Brotherhood pada persahabatan kami, yang artinya persaudaraan. Kami sepakat ingin menjalin persahabatan ini menjadi sebuah persaudaraan dan kekeluargaan yang abadi.

Persahabatan yang terjalin sejak kecil ini, beranggotakan delapan orang dengan lima orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Persahabatan yang di ketuakan oleh aku sendiri Pradhika Reynand Adinata.

Daniel Cetta Orlando adalah wakil ketua di brotherhood. Dia termasuk orang yang sangat jelik dan sangat hati-hati dalam bertindak. Makanya tak heran dia kini menjadi seorang pengacara yang hebat dan terkenal di kota ini.

Selain Daniel, ada juga Erlangga Prasaja. Dia sahabatku yang paling santai, kata-katanya cuplas ceplos dan apa adanya. Profesinya adalah seorang dokter sama sepertiku, hanya saja dia lebih memilih dokter umum dan bertugas di AMI hospital cabang yang di Bandung.

Ada juga Arseno Basupati, dia sahabatku yang sangat emosional, gampang marah dan tersinggung tetapi sebenarnya dia begitu baik dan humoris. Profesinya adalah seorang CEO di perusahaan yang bergerak dalam bidang Komunikasi.

Oktavio Adelio Mahya tetapi kami sering memanggilnya sang Aligator, atau lebih tepatnya Gator. Karena dia keturunan buaya muara dari rawa-rawa, entahlah. Dan dia yang paling bontot di antara yang lain. Orangnya sangat sederhana, humoris dan mudah akrab dengan sesama. Umurnya masih sangat muda dan jauh dibawahku. Tetapi di usianya yang muda dia sudah berhasil menjadi seorang pengusaha muda terkenal dalam bidang Perhotelan, meneruskan usaha orangtuanya. Mengingat dia, aku teringat alasan dia tidak ingin menikah. Dia hanya ingin bermain-main saja dengan para kaum hawa, mungkin karena dia belum menemukan wanita yang sesuai dengannya.

Dan untuk para perempuannya, aku mempunyai sahabat yang paling bawel dan selalu saja mengganggu ketentramanku, memang aku paling dekat dengannya karena sifat dewasa yang dia miliki. Dia juga yang memaksaku untuk datang ke Bandung dengan ancaman akan membuat cafeku bangkrut, ancaman macam apa itu. Tidak masuk di akal, dan dia adalah Dewi Zaleka Fredelima Earnnal, dia seorang ibu rumah tangga dan juga membantuku mengurusi café yang aku bangun saat aku kuliah dulu. Dia menikah dengan seorang CEO dari perusahaan yang bergerak dalam bidang proferty.

Irene Zahrah Arundati, dia sahabat perempuanku yang paling muda, yang paling cerewet dan slalu ceria. Umurnya sama dengan Okta, tetapi dia sudah menjadi seorang Ibu Rumah Tangga. Iren adalah istri dari Arseno, anak Brotherhood juga. Mereka yang paling awet berpacaran.

Dan yang terakhir Elzabeth Corinna Emery, dia sahabatku yang paling jutek dan galak. Tetapi anehnya dia malah menjadi seorang guru TK, aku heran bagaimana wanita segalak dia bisa menjadi seorang guru tk? Well, Dia sudah menikah dengan salah satu anggota kepolisian, meski pernikahannya sudah jalan 3 tahun, tetapi mereka belum dikaruniai seorang anak.

Mereka semua adalah sahabat-sahabatku, sahabat sejatiku. Mereka selalu ada dalam keadaan susah maupun senang, mereka juga selalu membantu setiap ada sahabatnya yang kesusahan. Diantara kedelapan sahabatku itu hanya aku dan Oktavio yang belum menikah. Sedangkan yang lainnya sudah menikah dan memiliki anak.

Aku ingat motto dari Brotherhood. One For All, All For One. A Friend to one step toward the future. Togetherness Beautiful.... We Forever...

Aku tersadar dari lamunanku saat sudah sampai di depan sebuah perumahan. Aku membelokkan mobil sportku memasuki perumahan elit Taman Sari ini. Aku memasuki pekarangan sebuah rumah yang terlihat sederhana tetapi gaya klasik modernnya terlihat jelas disana. Di halaman rumahnya sudah terdapat beberapa mobil yang berjejer, aku sangat tau siapa saja pemiliknya. Aku segera turun dari mobil dengan membawa beberapa kantung berisi kado untuk para keponakanku. Aku berjalan memasuki rumah yang pintunya terlihat terbuka sedikit, terdengar suara gelak tawa dan suara berisik dari ruang keluarga.

"Assalamu'alaikum" seruku saat memasuki ruangan itu membuat semua orang menatap ke arahku.

"Om Dhikaaaaaaa" panggil seorang anak laki-laki berumur 5 tahun menghampiriku. Aku mengangkat tubuhnya dan mencium pipinya, hingga beberapa anak lainnya juga ikut menghampiriku.

Aku mulai membagikan hadiah kepada mereka semua. Setelah membagikan kado, aku berjalan ke arah sahabatku dan menyalami mereka. Aku memilih duduk di samping Dewi. "Mana coba anak loe yang kedua?" Ucapku mengambil alih bayi perempuan lucu dalam gendongan Dewi.

"Loe kemana saja, baru dateng?" Tanya Daniel

"Gue sibuk" ucapku datar sambil menatap bayi lucu di hadapanku. "suami loe kemana Za? Gak dateng?" tanyaku pada Elza

"Dia lagi piket" jawab Elza

"Maklum, lakinya mamake kan anggota pembasmi kejahatan" ujar Okta

"Kak Dhika, kamu udah sangat pantas lho punya bayi" ujar Serli sambil membantu putranya membuka kado.

"Iya jangan hanya ngurusin pasien terus, tapi urusin masa depan loe juga," Timpal Dewi, aku tidak menghiraukan ucapan mereka dan lebih fokus mengajak main bayi kecil di pangkuanku.

"Jangan mulai deh, Dhika baru saja datang. Kasian dia, entar ngambek lagi kayak kemarin dan imbasnya dia gak pernah datang-datang lagi" ucap Elza. Elza memang selalu memahamiku, meskipun dia terlihat cuek tetapi dialah yang selalu peka dengan perasaan sahabatnya sendiri.

"Elza bener, jangan hanya si Dhika yang di paksa buat nikah. Nih playboy buluk belum nikah-nikah juga" ucap Angga melirik ke arah Gator.

"Yaelah, kalau nikah itu gampang. Tapi gue gak mau, gue malas berkomitmen sama cewek. Yang udah-udah juga bikin ribet dan nyusahin" cibir Gator.

Aku tau dia menyindir siapa. Karena saat kehamilan Serli dan Irene, mereka selalu saja merecoki Gator dan mengganggunya dengan berbagai macam aneka ngidamnya yang aneh. Membuat Gator kabur ke Jakarta.

"Alasan saja loe, gak ribet kali. Nikah tuh enak. Iyakan Ayah" ucap Dewi kepada suaminya.

"Iya enak buat loe berdua, nah kalau bininya kayak kaleng rombeng dan cewek metromini ogah gue" ucap Okta bergidik.

"Eh Gator, loe gak tau aja. Gue itu termasuk istri idaman para pria, laki gue aja bersyukur dapet istri kayak gue" ujar Irene dengan bangganya.

"Iyalah si Seno bersyukur di depan loe. Nah dibelakang loe, dia itu nyesel nikahin loe. Dia takut sama loe,,hahahaha" Semuanya cekikikan mendengar ocehan Okta, karena memang semuanya tau kalau Arseno susis alias suami takut istri.

"Memang begitu sayang?" Tanya Irene penasaran

"Nggak kok honey, jangan dengerin si Gator" ucap Seno lembut " Dasar Julid" cibir Seno ke Gator.

"Dasar susis" timpal Gator. "yang terbaik tuh bininya si Angga, dia gak pernah ngerepotin gue saat hamil Rasya. Mereka nikmatin rumah tangga mereka berdua tanpa nyusahin orang lain gak kayak dua cwek aneh ini" ujar Gator menunjuk Serli dan Irene.

"Loe juga kalau ntar udah nikah, pasti ngerasain gimana rasanya. Indah lho menjalani hidup berumah tangga, iyakan sayang" Angga merangkul Ratu yang terlihat merona. Mereka berdualah yang slalu terlihat adem ayem dan romantis. Membuat iri,,,

"Gue nyusahin loe juga, karena Verrel keponakan loe. Sama anak sepupu sendiri juga" cibir Serli

"Iya, kalau bukan sepupu gue, gue sih ogah. Apalagi ngidam loe aneh banget. Pake pengen keliling semua kota di luar Jawa Barat pake kereta api lagi. Bikin gue muntah-muntah karena terlalu lama di kereta api. Gue curiga si Verrel cita-citanya mau jadi masinis kereta api" ucap Gator. Ya, aku ingat saat itu, Serli merengek ke Gator untuk menemaninya keliling kota di luar Jawa Barat menggunakan kereta api. Meninggalkan Daniel sendiri selama seminggu.

"Enak saja loe kalau ngomong, anak gue mau jadi seorang dokter kayak omnya" ucap Serli

"Gimana Verrel saja bun, dia bebas menentukan apapun keinginannya" ujar Daniel dengan bijaksananya. Kami terus berlanjut membicarakan berbagai hal.

Dhika Pov End

~~~

Dhika kembali bekerja dirumah sakit, tadi pagi ia kembali dari Bandung dan langsung menuju ke rumah sakit.

Dhika yang sudah memakai jas putih miliknya berjalan menuju receptionist, untuk menanyakan beberapa data pasien. "suster, pasien atas nama Ny. Thalita diruang UGD kembali kejang-kejang" ucap perawat laki-laki itu membuat Dhika terpaku ditempatnya.

"saya akan hubungi dokter Jhon segera" jawab suster itu dan terlihat menghubungi seseorang.

"Kamu bilang siapa tadi nama pasiennya?" Tanya Dhika menatap ke arah perawat laki-laki itu.

"Ny. Thalita, Dokter. Beliau baru masuk rumah sakit tadi malam karena serangan jantung" jawab perawat itu. Tanpa berpikir panjang, Dhika langsung berlari begitu saja menuju ruang UGD.

Dhika berhenti di ambang pintu UGD dan melihat brangkar yang berisi seorang gadis, tetapi wajahnya belum terlihat karena terhalang tirai rumah sakit. Jantung Dhika berpacu dengan sangat cepat saat melangkah mendekati brangkar itu. 'Apa benar ini dia, apa ini benar-benar dia... Thalitaku....' Batin Dhika terus berjalan perlahan menuju brangkar tetapi tiba-tiba seorang dokter paruh baya mendahuluinya dengan seorang perawat.

Dokter itu terlihat langsung memeriksa gadis di atas brangkar itu, langkah Dhika terhenti tepat di ujung sisi brangkar. Wajah gadis itu masih belum jelas karena terhalang tubuh dokter paruh baya. Saat pasien terlihat sudah tenang, dokter berdiri tegak dan terlihat jelaslah wajah gadis yang tengah terlelap itu.

Dhika terpaku ditempatnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Matanya sudah merah menahan air matanya.

'Dia...ternyata bukan Thalitaku' batin Dhika.

"Dokter Dhika" panggilan itu menyadarkan Dhika dari keterpakuannya, ia segera berpaling menatap ke arah dokter paruh baya itu. "Ada apa?" Tanya dokter itu kembali.

"Tidak apa-apa dokter Jhon, tadi saya hanya lewat saja dan melihat pasien kejang-kejang" ucap Dhika mengatur nafas dan detak jantungnya yang hampir keluar dari tempatnya. Setelah perbincangan singkat itu, Dhikapun berlalu pergi meninggalkan ruangan dengan hati yang tak menentu. 'Aku pikir dia telah kembali,, aku pikir dia kembali datang untukku' batin Dhika.

Saat Dhika berjalan melewati lift, tanpa sengaja pandangan Dhika melihat ke arah lift yang hampir tertutup. Di sana ada seorang gadis tengah berdiri dengan memainkan handphonenya. Mata Dhika melotot sempurna saat melihat wajah cantik gadis itu,, tanpa pikir panjang Dhika berlari ke arah lift tetapi sayangnya lift sudah tertutup sempurna. Berkali-kali ia menekan tombol lift tetapi tidak juga terbuka, ia menatap ke atas pintu lift dimana di layar merah kecil itu menunjukkan lantai 1.

Dhika berlari menuju tangga darurat, ia berlari seperti orang kesetanan menuruni tangga menuju lantai 1. Berkali-kali ia hampir terjatuh, tetapi tidak ia perdulikan. Ia terus berlari menuruni tangga.

Gadis di dalam lift itu keluar dari lift dan berjalan dengan anggun menuju lobby rumah sakit, tak lama Dhika keluar dari pintu tangga darurat dan berlari keluar rumah sakit. Saat itu juga gadis yang ia kejar tengah menaiki sebuah taxi dan berlalu pergi. Dhika yang melihatnya langsung berlari mengejar taxi hingga keluar area rumah sakit.

"Thalita.!!!" teriak Dhika, tetapi taxi itu semakin cepat melaju.

Dengan nafas yang terengah dan terbatuk, peluh sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Pandangannya tak luput dari taxi yang semakin menjauh. "aku yakin itu dia..... aku yakin itu benar Thalitaku" gumam Dhika.

"Aku akan mencarimu, Lita" ucap Dhika tersenyum bahagia.

Dhika memasuki ruangannya dan meneguk satu botol aqua kecil, lalu dia mengeluarkan handphonenya dan menghubungi seseorang. Kebetulan yang menyenangkan, karena tadi di belakang taxi itu tercetak jelas nomor telepon dari sopir taxi itu. Dhika segera menghubunginya dan menanyakan perihal gadis yang baru saja menumpangi mobilnya, tetapi sopir taxi itu berkata kalau gadis itu turun di halte bus.

"Kamu tidak berubah Lita, kamu sangat pintar dalam hal mengecohku. Kamu tau aku akan mengejar kamu," gumam Dhika.

Dhika kembali menghubungi seseorang untuk melakukan pencarian Thalita kembali. 'Tak akan lama lagi kita akan segera bertemu, sayangku' batin Dhika sangat bahagia.

~~~

Bab berikutnya