"Mohon kebijakan pembaca yang underage untuk kebijaksanaannya. Terima kasih."
.
.
Kedua tangan Elena meremas erat sprei di kanan dan kirinya. Bibirnya mendesiskan sakit. Dia mengigit bibirrnya kuat mencoba mengalihkan rasa sakit itu pada hal lain. Ini sangat sakit, rasanya Elena ingin mendorong tubuh Brian untuk berhenti. Karena ini menyiksa dirinya.
Keringat Brian menetes ke dada Elena. Mengapa Brian sangat sulit untuk memasuki Elena? Seharusnya ini sangatlah mudah karena Elena adalah jalang yang selalu melebarkan pahanya ke banyak lelaki. Tak tahan dengan siksaan kenikmatan itu. Brian menegakkan tubuhnya, mengambil ancang-ancang. Dan ... Akhirnya mereka menyatu seutuhnya.
Airmata mengalir menyusuri pipi Elena. Dia memejamkan matanya dengan rapat. Berdoa dan berharap Diego akan tetap menerima dirinya walau kesuciannya sudah menghilang.
Brian mendongakkan kepalanya saat dia berhasil menenggelamkan seluruh tubuhnya. Dia terdiam meresapi sensasi nikmat yang membuatnya hampir gila. Hampir gila karena Brian bahkan ingin keluar saat ini juga. Brian mengatur napas dan menahan tubuhnya untuk keluar dengan cepat. Elena sangat rapat dan membungkusnya dengan erat. Seakan meremas-remas Brian dengan sangat kuat dan itu semua sangat nikmat. Setelah beberapa detik menyesuaikan rasa gila itu. Brian menarik tubuhnya sedikit.
Suara desisan sakit Elena menghentikan tubuhnya. Brian menunduk dan menatap wajah Elena. Gadis itu memejamkan matanya rapat. Mengigit bibir bawahnya dengan kencang dan airmata mengalir di pipinya.
Cairan hangat dan bau amis yang samar menyadarkannya. Dia menunduk dan seketika matanya membesar. Elena seorang perawan. God, Brian tak menyangka. Pria itu benar-benar syok. Tubuhnya mematung dengan mata yang tetap tertuju pada penyatuan tubuh mereka.
Lama Brian terdiam tak bergerak. Dia menoleh menatap Elena yang kini menatap ke arahnya. Mata mereka terkunci. Fakta bahwa Elena masih perawan sangat mengguncang Brian. Tapi dia tak mungkin berhenti saat ini. Tubuhnya masih tegang dan membutuhkan pelepasan. Dan Elena sendiri yang menyetujui ide gila ini.
Dengan perlahan Brian menurunkan pinggulnya. Membuat dahi Elena mengerut dan kedua alisnya hampir menyatu. Matanya kembali terpejam merasakan sakit di tubuh sensitif-nya. Sangat sakit seperti ada yang menyayat dan mengoyak dengan paksa tubuhnya. Brian yang tak melepaskan pandangan matanya dari wajah Elena merasa tak tega. Ini pertama kalinya dia berhubungan dengan seorang perawan. Karena saat pertama berhubungan dengan Elise, wanita itu sudah tidak perawan. Membuat Brian tak tau bagaimana cara mengurangi rasa sakit yang tengah Elena alami.
Brian menunduk dan mendekatkan wajahnya dengan Elena. Tubuhnya sudah tenggelam lagi sepenuhnya. Tangannya menarik dagu Elena. Memaksa Elena melepaskan bibir bawah yang sejak tadi digigit wanita itu.
Elena membuka matanya yang sayu. Menatap Brian yang ada di hadapannya.
Brian tak tau harus berkata apa. Dia seakan bingung dan tak dapat menemukan kosa kata yang tepat saat ini. Kenyataan tentang Elena yang perawan sangat di luar dugaannya.
Yang Brian inginkan hanya membantu Elena untuk mengurangi rasa sakit itu. Mata Brian kini beralih menatap bibir Elena. Bibir yang kini terlihat menggiurkan dengan warna merah dan mengkilap karena saliva.
Brian dengan perlahan mengecup bibir Elena. Mengulum dan menghisapnya. Mata Elena membesar. Dia tak menyangka Brian akan menciumnya. Belaian bibir dan ciuman Brian seakan menggoda Elena untuk membalasnya. Dan Elena ikut mengulum bibir Brian.
Merasakan Elena yang kini mulai terbuai dengam ciuman panasnya, Brian mulai menggerakkan pinggulnya. Dengan ritme yang pelan, bergerak naik turun. Desisan masih terdengar dari bibir elana di sela ciuman panas mereka.
Kedua tangan Brian tak diam. Tangan besar itu ikut meremas kedua dada Elena. Memberikan kenikmatan lain agar sakit yang didera Elena terlupakan.
Kenikmatan yang Brian berikan membuat gairah Elena meningkat kembali. Dia bahkan sudah merasakan nikmat dari tiap gerakan tubuh Brian walau rasa nyeri itu tetap ada. Elena melingkarkan tangannya ke leher Brian. Menarik Brian untuk semakin merapat padanya. Lidah mereka sudah saling melilit dan menyesap rasa. Brian juga tak pernah berhenti. Tempo gerakkannya teratur. Terkadang cepat menghentak-hentak dan terkadang lambat yang sangat membuai.
Aura panas gairah semakin menyelimuti mereka. Brian bahkan sudah melupakan segalanya. Dia merengkuh tubuh Elena semakin rapat dengan semangat menghentak tubuh Elena semakin cepat. Elena juga merasakan hal yang sama. Wanita itu bahkan sudah melingkarkan kedua kakinya pada pinggul Brian. Menekan pantat Brian untuk bisa masuk semakin dalam di tubuhnya. Desahan dan erangan erotis terus melantun di dalam kamar itu. Hingga puncak kenikmatan itu semakin dekat dan membuat Brian semakin bergerak dengan brutal. Elena juga semakin nyaring mendesah.
Dan saat sedetik sebelum puncak itu meledak, Brian meraih Elena dan mencium bibirnya ganas. Dan meledaklah mereka berdua dalam terjangan orgasme yang begitu besar dan nikmat.
Deru napas Brian dan Elena terdengar begitu nyaring. Seakan mereka baru saja berlari dengan sangat cepat dalam jarak yang sangat jauh. Tubuh mereka sudah dibanjiri oleh peluh.
Tubuh Brian menindih Elena. Matanya terpejam masih meresapi gelombang kenikmatan yang baru saja dia alami. Sedangkan Elena, matanya terpejam rapat dengan deru napas yang memburu. Ini pertama kali. Dan sensasinya benar-benar ... Elena tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Ada kepuasan dan kelegaan yang tak pernah dia alami. Big O yang baru pertama kali dia rasakan. Dan Elena tak yakin bisa melupakan malam ini.
Setelah beberapa menit berlalu. Brian mengangkat tubuhnya. Menatap Elena yang kini memandangnya. Brian memandang wajah Elena lekat. Keringat membasahi dahinya. Bahkan beberapa anak rambutnya basah akibat keringat. Tangan Brian gatal ingin merapikan anak rambut Elena. Tapi dia menahannya. Dengan perlahan Brian bergerak melepaskan penyatuan mereka. Hal itu membuat Elena mendesis perih. Brian melihat semua itu. Perubahan raut wajah Elena yang menahan rasa sakit.
Entah mengapa Brian merasa tak tega melihat hal itu. Dia turun dari ranjang. Dan terus menatap wajah Elena. Pria itu tak memperdulikan ketelanjangannya. Dia berbalik dan masuk ke dalam kamar mandi.
Elena menghembuskan napasnya pelan. Kini kesadarannya sudah terkumpul semua. Dia menatap langit-langit kamar dan mulai melamun. Airmatanya menetes kembali. Harta berharganya sudah menghilang. Sesuatu yang sejak dulu dia jaga. Bahkan Diego juga menahan diri untuk menyentuhnya, karena ingin melakukan saat mereka sudah resmi menjadi suami istri. Tapi kini ... Elena sudah melakukannya. Bukan dengan suaminya, bukan pula dengan Diego kekasihnya. Melainkan dengan pria asing yang berstatuskan suami adik kembarnya.
Airmata Elena semakin menetes, dia kembali teringat Diego. Apa yang pria itu lakukan jika dia tau Elena sudah tak perawan lagi? Elena menangis semakin kencang. Isakan keluar dari bibirnya yang bengkak akibat ciuman panas sebelumnya.
Sebelah lengan Elena terangkat dan menutup matanya. Dia benar-benar benci dengan keadaannya saat ini. Benci karena dia harus melakukan semua ini demi uang. Dia sama sekali tak menyesal sudah membuat kesepakatan ini demi uang lima ratus juta. Dia hanya membenci dirinya yang mengambil jalan ini. Seandainya ada cara lain untuk mendapatkan uang demi Diego. Elena pasti melakukannya. Tapi Elena tak bisa dan hanya ini yang bisa dia lakukan.
Elena melebarkan matanya saat seseorang merengkuh tubuhnya. Dia bahkan menjerit dan dengan sigap melingkarkan tangannya di leher Brian. Pria itu menggendong Elena. Elena menunduk tak berniat memandang Brian.
Brian berjalan mantap menuju kamar mandi. Dia tak ingin memandang Elena. Bisa turn on tubuhnya jika melihat tubuh polos Elena. Bahkan dengan memikirkan apa yang baru saja terjadi beberapa menit lalu, membuat tubuh Brian mengeras. Dia mengumpat pelan. Hal itu semakin membuat Elena semakin menundukkan kepalanya. Dengan pelan Brian menurunkan Elena ke dalam bathtub yang sudah dipenuhi dengan air hangat.
Tanpa mengatakan apapun Brian berbalik dan hendak meninggalkan Elena. Baru selangkah Brian melangkah, dia terdiam saat mendengar cicitan suara Elena.
"Terimakasih," suara Elena sangat kecil. Entah mengapa dia merasa harus mengatakan hal itu, berterima kasih untuk kepedulian Brian yang menyiapkan air hangat untuknya. Dan Elena langsung menenggelamkan tubuhnya semakin dalam ke bathtub. Brian tersenyum samar dan langsung pergi meninggalkan Elena.