webnovel

Bab 3

"Sayang?!"

Sasuke merasakan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang meski saat ini posisinya yang sedang duduk di single sofa yang berada tak jauh dari Sakura.

"Aku rindu sekali padamu."

Yamanaka Rin, kakak sepupu Ino, menggelantung manja di leher Sasuke. Ia bahkan membenamkan wajahnya di ceruk leher lelaki itu. Menghirup aroma parfum khasnya.

"Ck!"

Sasuke melepas paksa tangan Rin dari lehernya, membuat wanita itu berdecak kesal.

Sasuke juga begitu risih dengan bagian payudara yang di gesekan dan ditempelkan ke punggungnya dengan sengaja. Kerena terlihat jelas sekali. Sasuke begitu jijik karena bukan milik orang yang ia cintai.

Bibir Rin mengerucut, "Kenapa, sih?"

Rin beranjak dan duduk di samping Sasuke. Masih mencoba mengamit lengan lelaki itu. Dan lagi, penolakan yang ia dapatkan.

"Kenapa? Biasanya kau suka jika aku menempel begini."

Sasuke lagi-lagi berdecak. Sepertinya, Rin salah paham. Ia bukannya suka saat wanita itu begitu manja padanya. Merangkulnya. Menggenggam tangannya. Sasuke hanya tidak terlalu mempedulikan hal itu selagi Rin tidak menyentuh tubuhnya lebih jauh.

Sasuke tidak suka. Dan jika hal itu terjadi, entah kenapa selalu berakhir dengan tamparan keras yang Rin terima.

Sasuke menatap tajam kearah Rin yang diam bagai orang bodoh di matanya. Ia melirik sekilas ke arah Sakura yang duduk beberapa meter dari tempatnya, setelah ia berkata dengan gamblang, "Itu dulu, sebelum kita berakhir."

Sakura yang mendengar ucapan Sasuke sontak menghentikan kunyahannya dengan tubuh menegang, kaku. Walau beberapa detik. Bola matanya bisa saja keluar dari tempatnya begitu mendengar kalimat Sasuke tadi.

Tetapi dengan cepat Sakura menormalkan kembali raut keterkejutannya. Ia mengambil gelas berisi air sirup dan menenggaknya hingga tandas.

Namun, hal itu begitu terlihat jelas di mata jeli Sasuke.

"Aku tahu kau masih menyayangiku. Ya, kan?"

Suara Rin kembali terdengar.

"Iya, Sasuke. Kenapa kau memutuskan hubungan kalian berdua jika kalian masih saling menyayangi? Ino cerita banyak pada kita." tanya Hinata. Dan Tenten hanya mendengarkan dengan enggan.

Tenten tahu bagaimana sifat dan karakter Rin yang ia hapal di luar kepalanya. Bahkan kekasihnya, Hinata, Naruto dan Sakura juga tahu betul.

Mereka berteman sudah tiga tahun. Dan waktu itu cukup untuk mereka saling mengenal satu sama lain lebih dalam.

Ino yang ada di samping Sakura mengangguk cepat, "Ya. Kakak ku sampai menangis berhari-hari karena kau memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Ya kan, Kak Rin?"

Rin mengangguk tak kalah cepat. Ia kembali merapatkan tubuhnya dengan Sasuke. Menatap lelaki itu dengan sendu, "Dan kau kesini pasti ingin mengajakku kembali, kan?"

Saat Rin ingin kembali memeluk lengannya, Sasuke dengan cepat mengelak. Menahan bahu Rin.

"Jangan bercanda. Kau sendiri yang berulah." Sasuke kembali melihat ke arah layar TV dimana Neji telah mengalahkan permainan Naruto.

Dan sepertinya, dua lelaki itu tidak terusik dengan perbincangan konyol mereka, "Harusnya, tidak ada yang tahan saat melihat kekasihnya tidur dengan lelaki lain."

Semua yang ada di sana sontak membeku di tempat. Terlebih Sakura. Pernyataan itu bahkan lebih mengejutkannya dari ucapan Sasuke beberapa menit lalu yang berkata jika hubungan dia dan Rin telah berakhir.

Bahkan suara berisik Naruto yang tadinya berteriak bagai orang gila karena menuduh jika Neji bermain curang, seketika menutup mulutnya rapat-rapat.

Dan Ino, yang telah menganggap Rin sebagai kakak kandungnya sendiri tak kalah syok. Dia bahkan tanpa sengaja membanting gelas kaca yang ia pegang di atas meja. Entah karena terkejut atau emosi karena mendengar ucapan Sasuke yang mati-matian dia cerna dengan baik.

Tidak mungkin!

Ino berdiri dan berinisiatif untuk menghampiri Sasuke. Ia bisa melihat raut wajah Rin yang menahan tangis. Dan Ino tidak terima melihat kakaknya di sakiti seperti itu. Bahkan Sasuke tidak merespon sama sekali.

Saat Ino akan beranjak dari duduknya untuk memberi pelajaran pada Sasuke. Tangannya ditahan oleh Sakura. Membuat dia menoleh dengan kesal, "Jangan emosi, Ino."

Sakura menipiskan bibirnya saat Ino menyentak tangannya dengan kasar. Ia menelan ludah melihat wajah emosi Ino. Dan bersamaan dengan itu, tiba-tiba kepalanya terasa pening.

"Jangan emosi? Kau bilang jangan emosi?!" Napas Ino mulai memburu, dan semua temannya bisa melihat itu, "Bagaimana aku tidak emosi saat kakakku diperlakukan seperti itu! Dia secara terang-terangan menuduh Kak Rin!"

Sakura hanya diam dan tak menahan Ino lagi saat wanita itu kembali berjalan menghampiri Sasuke. Sakura bahkan menyandarkan tubuhnya pada sofa dengan mata terpejam. Memijit pelipisnya yang berdenyut. Mencoba mengusir pening yang dengan seenaknya datang secara tiba-tiba.

Ino berdiri di depan Sasuke yang masih asik dengan ponselnya. Saat tak mendapat respon, Ino dengan geram memberikan satu tamparan keras hingga perpaduan suara telapak tangan Ino dan pipi Sasuke menggema ke seluruh ruang tengah.

Semua yang ada di sana membeku. Terlebih Rin yang duduk tepat di samping Sasuke. Dia bisa melihat bekas tamparan Ino di pipi mantan kekasihnya.

"Ino! Jangan kasar."

"Dia sudah menuduh mu, Kak! Aku tidak terima!"

Rin tidak menyangka jika Ino membelanya hingga sampai seperti ini. Walau nyatanya perkataan Sasuke memang benar. Dan dia takut untuk mengakui hal itu.

Sasuke mendengus. Mendecih karena tingkah bar-bar sepupu mantan kekasihnya. Ia mendongak, menatap Ino yang masih berdiri di depannya dengan wajah memerah.

Rin kalang kabut saat melihat tatapan mata Sasuke yang semakin menggelap. Dia tahu jika lelaki ini mulai terpancing emosi. Dan Rin takut jika adiknya celaka.

Saat emosional, Sasuke tidak pernah pandang bulu. Siapapun yang sudah mengganggu ketenangannya, dan mencari gara-gara padanya, dia akan menghabisi mereka. Meskipun itu berjenis kelamin perempuan, Sasuke akan dengan tega mematahkan tulang mereka dalam sekali bantingan ke lantai.

Selama ia mengenal Sasuke, lelaki itu jarang sekali menunjukan emosionalnya secara gamblang di depan Rin. Atau siapapun itu. Paling-paling hanya senyum yang begitu smooth. Senyum merendahkan dan terkesan mengejek yang membuat orang lain merinding melihatnya.

Dan jujur, Rin tidak suka melihat senyum yang selalu ditunjukan oleh Sasuke.

Tapi Rin selalu ingat bagaimana cara Sasuke menyakiti orang lain dengan ekspresi datar namun dengan sorot mata mematikan. Seperti saat ini. Saat dimana Sasuke menatap Ino dengan sorot seperti itu.

Rin selalu beranggapan jika Sasuke adalah orang yang aneh. Misterius. Penuh dengan sisi gelap. Dan dia selalu mengenyahkan bahwa Sasuke adalah orang yang jahat.

Rin beruntung karena sisi lain dari Sasuke tersamarkan dengan perawakan dan wajah Sasuke yang begitu sempurna.

Rin menyentuh lengan Sasuke yang terbuka. Mencoba menahan agar lelaki itu tidak terbawa emosi, "Sayang, kita ke kamar aku, ya? Aku ingin menunjukkan sesuatu." rayunya. Mencoba mengalihkan perhatian Sasuke.

Sasuke mendadak tuli. Emosinya dengan cepat naik ke atas ubun-ubun saat mengingat perlakuan kasar Ino terhadap Sakura.

Sasuke begitu marah. Bukan karena tamparan Ino yang membuat panas pipinya. Itu tidak seberapa, walau bibirnya robek sekalipun. Hal itu tidak sebanding dengan rasa kesalnya saat melihat raut wajah Sakura yang terlihat kesakitan saat Ino menyentak tangan gadis itu.

Sasuke tidak terima. Sasuke tidak akan memaafkan siapapun yang menyakiti orang tercintanya. Dan Sasuke akan memberikan pelajaran yang setimpal atas apa yang diperbuat oleh orang itu.

"Sakura, kau kenapa?"

Sasuke menyipitkan matanya. Dia menoleh kearah suara Hinata yang tengah berbisik di samping Sakura. Raut wajah gadis itu nampak khawatir saat melihat Sakura yang tengah menyandarkan kepala pada bahunya. Dan Sasuke tahu, jika terjadi sesuatu pada gadisnya.

Sasuke mengabaikan kalimat makian dari Ino dan kalimat tidak penting Rin. Ia melirik Sakura yang berjalan sedikit sempoyongan dibantu oleh Hinata ke dalam ruangan yang terhubung dengan dapur.

Sasuke yang melihatnya langsung berjalan menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur. Berinisiatif untuk mengikuti mereka. Ia meninggalkan Ino dan Rin yang berteriak memanggil dirinya.

"Uchiha sialan!"

Rin mengelus dada Ino dan dengan lembut menggiringnya untuk duduk di tempat ia dan Sasuke tadi duduk. Memberikan segelas air dingin yang diberi oleh salah satu pelayan rumah, alih-alih mendinginkan kepala wanita itu.

"Aku tidak terima Kakak diperlakukan seperti itu. Dia menuduh Kakak yang tidak-tidak." Ino membuang napas kasar dan menenggak minumannya hingga tandas.

Tidak munafik. Rin begitu bahagia melihat pembelaan dari Ino. Ia tidak menyangka jika Ino akan membelanya bahkan sampai seperti ini. Akan tetapi, Rin takut jika ia harus berkata jujur hal itu akan mengurangi citranya sebagai kakak yang bermartabat dan bukan wanita murahan.

Meski Rin meragukan kata terakhir.

Bab berikutnya