Tahukah kamu? SMA Subarashii Tokyo adalah SMA elit nomor 1 di negara Jepang. Di sini, bukan tempat berkumpulnya siswa-siswi pintar, melainkan tempat berkumpulnya siswa-siswi berotak seperti alien—alias jenius. Tidak hanya jenius di bidang pelajaran, melainkan di bidang olahraga dan juga seni.
Untuk masuk ke sekolah ini, kamu harus mengikuti serangkaian ujian yang mengerikan. Ujian masuknya sangatlah sulit. Bisa masuk sekolah ini, otomatis masa depanmu akan terjamin.
Lantas, apakah siswa-siswi di Kelas 1-F merupakan anak jenius seperti mereka?
Sayangnya tidak begitu.
Kelas 1-F adalah kelas baru, kelas ini diadakan untuk mengumpulkan para siswa aneh yang tersebar di berbagai wilayah Jepang. Sudah kusebutkan, jumlah mereka ada enam belas.
Entah apa maksud dari SMA Subarashii, tapi kepala sekolah sangat tertarik untuk mengumpulkan para siswa aneh itu. Tenang saja, mereka tidak dijadikan objek penelitian, kok. SMA Subarashii justru melindungi mereka dari organisasi semacam itu.
Karenanya, kepintaran mereka pun (Kelas 1-F) sangat beragam. Ada siswa yang memang pintar seperti Sera, ada juga siswa yang biasa saja dan bahkan sangat kurang dalam pelajaran.
***
Berbeda dengan kelas-kelas lain yang senang dengan keberadaan Kelas 1-F, Kelas 1-A justru sangat membencinya.
Wajar saja, kebanggan mereka sebagai kelas terpintar serasa tidak menarik lagi, karena ada kelas lain yang lebih menarik. Kelas 1-A jarang dibicarakan, kelas-kelas lain lebih tertarik membicarakan Kelas 1-F.
Akhirnya, para murid Kelas 1-A pun mulai panas dan menjelek-jelekan murid Kelas 1-F.
"Hei, lihat. Di Kelas 1-F ada orang yang seperti preman." Para cewek Kelas 1-A berbisik dan melihat ke arah Rock.
"Bukan cuma itu, di Kelas 1-F tidak ada murid yang pintar. Enak banget ya mereka, bisa masuk dengan gampang ke sekolah ini."
"Di sana bahkan ada murid yang katanya bego. Iyuh... mencemari nama sekolah aja."
"Hanya karena mereka punya kekuatan aneh, mereka harusnya gak masuk sekolah ini. Mereka harusnya masuk rumah sakit jiwa. Hahahaha."
Para cewek Kelas 1-A tertawa terbahak-bahak. Rock, Kensel dan Roman yang mendengarkan perkataan mereka terlihat sangat emosi. Aku yang berdiri tidak jauh dari mereka juga sedikit emosi.
Rock dan Kensel sudah kehilangan kesabaran. Mereka bergegas mendatangi para cewek itu. Tapi, Roman menghentikan mereka berdua. Sebagai ketua kelas, Roman harus bisa menjaga nama baik kelas.
Tiba-tiba, ada Lev berjalan dari belakang. Dia mendatangi para cewek Kelas 1-A itu.
"Halo. Selamat siang!" Lev menyapa dengan tersenyum.
Para cewek itu langsung terdiam dan terpesona. Mereka baru pertama kali melihat Lev.
"Wah... gantengnya," gumam para cewek itu.
"Aku dari Kelas 1-F. Aku ingin belajar sama kalian. Apa boleh?" tanya Lev, tersenyum lagi.
"Iya iya, boleh!" jawab para cewek, kompak.
Seorang lelaki yang dari tadi memperhatikan pembicaraan mereka, tiba-tiba ikut bicara.
"Halo Lev. Namaku Daniel, aku juga dari Kelas 1-A." Daniel menyapa. "Kayaknya gak asik kalau cuma belajar. Mending adu kepintaran saja. Siswa terpintar di kelasmu, melawan siswa terpintar di kelas kami. Bagaimana?" Daniel menawarkan.
"Eh, jangan. Kelas kami pasti kalah." Lev merendah.
Daniel langsung memasang wajah bangga.
Roman yang tidak bisa menahan kekesalannya, segera mendatangi Daniel. "Aku terima tantanganmu! Ayo, besok kita adakan adu kepintaran di kelasku. Bagaimana?"
"Hah? Besok? Mau belajar dulu, ya? Hahaha. Nanti sore kalau berani. Kita adakan adu cerdas cermat!" tantang Daniel.
"Baik. Siapa takut!"
"Hahaha, kau memang bodoh, ya. Apa kau tidak tahu? Tahun lalu, siswa terpintar di kelas kami mendapat juara satu lomba cerdas cermat di tingkat nasional. Nilai rapotnya juga yang paling tinggi di negara ini. Dia adalah si nomor 1. Smithy Weber Jagger Man Jan—ehmm... murid paling pintar di negara ini, namanya Mindy!" Daniel menyebut nama gadis itu dengan bangga.
"Oke... oke... aku tidak takut. Murid terpintar di kelas kami juga sama hebatnya!" ucap Roman dengan nada menantang.
Setelah itu Roman, Rock, dan Kensel pergi meninggalkan anak-anak Kelas 1-A. Sementara Lev tetap tinggal dan berkenalan dengan murid-murid yang ada di sana.
*Di Kelas 1-F
Roman mendatangi bangku Akemi. Rock dan Kensel membuntutinya. Akemi yang sedang mendengarkan musik langsung melepas headsetnya.
"Ada apa?" tanya Akemi.
"Akemi, tolong." Roman menatap Akemi serius.
"Tolong apa?"
Roman sedikit gugup mengatakannya. Maklum, Roman belum terlalu akrab dengan Akemi. "A-Akemi, bisakah kau membantuku?"
"Iya, apa Roman?"
*brakk!
Kensel menghentak kedua tangannya ke atas meja. "Tolong hancurkan murid Kelas 1-A! Mereka semua sombong. Mereka terlalu membanggakan kedudukan mereka sebagai murid terpintar di sekolah ini. Aku tidak ingin mereka menganggap kita lebih rendah!"
Gadis bersyal merah itu menelengkan kepala. "Jadi, apa yang harus kulakukan?"
"Ketua Kelas 1-A menantang kita untuk adu cerdas cermat. Memang tidak ada taruhannya, tapi jika mereka kalah, aku yakin mereka akan sadar dan tidak menyombongkan diri lagi. Aku mohon, jadilah perwakilan kelas kita, Akemi!" Roman menangkupkan kedua lengan. Rock dan Kensel langsung mengikutinya.
Akemi menatap mereka bingung. "Kenapa harus aku?"
"Selama satu bulan mengenalmu, rasanya kau bisa melakukan segala hal. Aku yakin, otakmu juga pintar. Apalagi kau punya kekuatan aneh 'itu', aku yakin kau yang akan menang!" Roman terus membujuk Akemi.
Akemi bertopang dagu. Menimang-nimang untuk menerima tawaran itu atau tidak. Akemi sebenarnya tahu, di kelas ini ada yang lebih pintar dari dirinya, yaitu Sera. Tetapi, yang Akemi tahu, Sera tidak menyukai cerdas cermat. Jadi, Akemi tidak menyarankannya.
"Baiklah... kalau untuk kelas ini, aku bersedia. Tapi, jangan berharap lebih, ya!" Akemi tersenyum.
Roman, Rock dan Kensel langsung melakukan tos.
Aku hanya tersenyum di balik jendela.
*Sorenya...
Jam terakhir sudah selesai. Anak-anak Kelas 1-A mulai berhamburan masuk ke Kelas 1-F. Daniel yang paling depan. Di sebelah kanannya ada seorang perempuan. Perempuan itu yang namanya Mindy.
Keadaan kelas semakin ramai. Bahkan anak-anak dari Kelas 1-B sampai 1-E ikut menyaksikan dari luar. Mereka menonton lewat jendela.
Dalam cerdas cermat kali ini, kepala sekolah menawarkan diri untuk menjadi juri. Anak-anak Kelas 1-F dan Kelas 1 A duduk di belakang—menonton murid kebanggaan mereka melakukan adu kepintaran. Sementara itu—bersama Wali Kelas 1-A—aku duduk di samping ruangan.
Kelas 1-A diwakili oleh Mindy, sementara Kelas 1-F diwakili oleh Akemi.
Mereka berdua bersalaman. Kemudian pertandingan dimulai.
Kepala sekolah membacakan pertanyaannya.
"Baiklah pertanyaan pertama. Berapakah hasil perkalian 394462 x 949241?"
Semua orang melongo. Ini pertanyaan gila! Mindy pun tampak kebingungan, dia sedang membayangkan perkalian dalam kepalanya. Tapi, hanya dalam 5 detik, Akemi langsung menjawabnya.
"Hasilnya 374439503342." Akemi mengangkat tangannya. Kepala sekolah kemudian mengecek jawabannya di kertas.
"Jawabannya, benar!"
Anak-anak Kelas 1-F bersorak kegirangan.
"Pertanyaan kedua. Apa itu asam gamma-aminobutirat?"
Hanya 2 detik! Akemi langsung mengangkat tangan.
"Asam gamma-aminobutirat adalah neurotransmiter dan hormon otak yang menghambat reaksi-reaksi dan tanggapan neurologis yang tidak menguntungkan."
"Jawabannya benar!"
Anak-anak Kelas 1-F bersorak lagi. Padahal itu adalah soal ujian untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Tapi, Akemi masih bisa menjawabnya. Dasar Akemi.
Mindy tampak pucat, soal-soalnya di luar nalar dia. Sepintar-pintarnya Mindy, soal yang dikuasainya hanyalah soal anak SMP dan SMA. Wajar saja, dia kelimpungan.
"Pertanyaan ketiga. Apa nama rasi bintang yang berbatasan dengan Herkules, Serpens Caput, Libra, Scorpio, Sagitarius, Serpens Cauda dan Akuila?"
Kali ini soal Astronomi. Soalnya sangat sulit. Kepala sekolah memang gila, memberi anak SMA soal sesulit ini. Mindy melongo, seolah sudah pasrah. Akemi yang merupakan anggota Klub Astronomi pun bahkan sampai kebingungan mengingat-ngingat.
"Baiklah, akan kuberi petunjuk lagi. Rasi bintang ini merupakan zodiak ke-13."
Akemi dan Mindy langsung mengangkat tangan. Tapi, Akemi yang lebih dulu mengangkat tangan. Mindy kalah cepat.
"Jawabannya Opiuchus."
"Benar, jawabannya adalah Opiuchus. Selamat buat Akemi. Terus berjuang ya, Mindy!" Kepsek menyemangati mereka berdua.
Sekarang skor sudah 3-0. Akemi mengungguli Mindy. Soal yang tersisa tinggal 7.
Pertanyaan berikutnya mulai dibacakan kepala sekolah, hingga akhirnya mencapai nomor 10.
"Baiklah, ini pertanyaan kesepuluh dan terakhir. Siapa nama anak kedua... saya?"
Anak-anak menahan tawa. Mindy tertunduk lesu.
Akemi mengangkat tangan, dia langsung menjawabnya.
"Hoshi."
"Maaf kurang tepat. Aku tidak punya anak yang kepalanya seperti bola lampu," kata Kepsek. Anak-anak tertawa. Hoshi marah-marah. Tapi, Hoshi juga tersenyum-senyum karena namanya disebut Akemi. Apakah ini sebuah kode?
Kemudian Mindy mengangkat tangan.
"Sasahara Mindy."
"Benar. Jawabanmu tepat!" Kepsek kemudian mengelus kepala Mindy. "Baiklah, pertandingan sudah berakhir. Skor 9-1 untuk kemenangan Akemi."
Anak-anak Kelas 1-F bersorak riang. Sedangkan anak Kelas 1-A memberi tepuk tangan hiburan kepada Mindy.
Para siswa Kelas 1-A segera beranjak pergi dari Kelas 1-F. Tapi, Akemi menahan Mindy sebentar dan bicara kepadanya. Entah apa yang dibicarakan Akemi, tapi kemudian gadis itu menangis dan memeluk Akemi.
"Lain kali, aku tidak akan kalah lagi darimu!" Mindy berkata pada Akemi, semangatnya seolah sudah pulih kembali.
Suasana kelas semakin ramai. Semua anak memberi ucapan selamat kepada Akemi.
Setelah kejadian ini, hubungan Kelas 1-A dan 1-F berangsur membaik.