webnovel

Trauma yang tak hilang

Setelah sampai dibandara Viona bergegas turun untuk menghindari pria yang baru ia temui di pesawat, dengan cepat Viona berjalan menuju sebuah mobil yang sudah menunggunya di lobby. Viona kemudian memblokir nomor pria yang bernama Justin yang baru saja ia temui di pesawat tadi supaya tak bisa menghubungi nya.

"Sibuk kak," tanya Jenni yang merupakan koki pastry di toko milik Viona.

"Ua seperti kau lihat, lagi-lagi pria yang dengan mudahnya berkata manis memaksaku memberikan nomor ponsel," jawab Viona sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil.

"Bukalah hatimu untuk pria kak, kau akan tahu kalau di dunia ini tak semua pria hanya bermulut manis saja,"ucap Jenni memberikan saran.

"Suatu saat nanti, tapi tidak dengan sekarang,"sahut Viona lirih sambil memejamkan mata.

Jenni tersenyum mendengar perkataan Viona, sejak Jenni bekerja di toko muffin milik Viona sudah sering kali Jenni memberikan saran agar Viona membuka hatinya pada seorang pria supaya gosip yang beredar di rumah sakit yang mengatakan kalau Viona seorang penyuka sesama jenis hilang. Jenni pernah bertanya pada Viona kenapa ia masih betah sendiri disaat banyak teman-temannya sudah punya kekasih, tapi lagi-lagi jawaban Viona hanya sebuah kata-kata kosong yang tak berarti.

"Akh baru aku tinggal dua bulan rasanya sangat rindu dengan toko ini," ucap Viona bersemangat saat turun dari mobil.

"Kau rindu pada toko ini atau pada kami bos?"tanya Amina seorang gadis imigran dari Pakistan yang sudah berkerja dengannya selama dua tahun itu.

"Pada kalian tentu saja, ya sudah ayo masuk aku lapar," jawab Viona dengan tersenyum, ia lalu menarik kopernya masuk ke toko muffin kecil miliknya itu.

Melihat sang bos masuk akhirnya Jenni pun mengikuti dibelakang bersama dengan Amina, Viona sengaja mencari karyawan wanita karena akan lebih mudah baginya beradaptasi daripada harus bekerja dengan karyawan pria. Dia sudah jenuh dikelilingi oleh dokter pria di rumah sakit tempatnya bekerja. Rasa traumanya dimasa lalu akan muncul kembali ketika berdekatan dengan pria, entah sampai kapan Viona bisa membuang ketakutannya itu.

Teman kerjanya tak ada yang tau kalau Viona mempunyai sebuah toko muffin, karena Viona tak pernah menceritakan kehidupan pribadinya dengan siapapun termasuk teman baiknya dirumah sakit. Sikap dingin Viona justru membuat para dokter pria dirumah sakit makin berambisi mendekatinya.

"Dokter Angel,"ucap Amina memecah keheningan di dapur saat Viona dan Jenni menikmati makan siang bersama.

"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan itu?"tanya Viona sambil mengangkat satu alisnya.

"Bukan begitu kak, aku baru teringat ketika kak Jenni menjemputmu ke bandara ada beberapa mahasiswa kedokteran yang magang di rumah sakit tempatmu berkerja menyebut-nyebut nama dokter Angel berulang kali aku yakin kalau mereka sedang membicarakan dirimu kak," ucap Amina mencoba menjelaskan maksud perkataannya.

"Memang dirumah sakitmu hanya kau yang yang bernama Angel kak? " tanya Jenni penasaran sambil menyuap makanan kedalam mulutnya.

"Iya hanya aku yang bernama Angel disana, tapi kenapa mereka menyebut namaku. Setahuku para mahasiswa itu tak pernah berurusan denganku," jawab Viona bingung.

Viona adalah seorang dokter bedah yang cukup handal dirumah sakit itu, dia hanya mempunyai beberapa asisten wanita saja yang membantunya melakukan operasi dan intensitas nya bertemu dengan dokter pria sangat kecil kecuali kalau sedang istirahat atau ada rapat.

"Mungkin fansmu kak," goda Jenni dengan tertawa.

"Aku bukan artis!! sudah lah itu tak penting, aku istirahat sebentar ya nanti sore bangunkan aku," sahut Viona sambil berjalan masuk ke kamar dekat dapur yang memang ia sediakan untuk beristirahat.

Kedua pegawai Viona mengangguk kompak mereka lalu meneruskan makan siangnya sebelum kembali bekerja melayani pembeli, toko muffin Viona kini menjadi milik mereka bertiga jadilah masing-masing gadis itu punya hak yang sama disana walau Viona adalah penanam modal terbesar di toko itu. Viona ingin membuat dua temannya itu juga merasakan kepemilikan yang sama dengan dirinya.

Sore hari

Viona terbangun ketika mendengar suara ribut beberapa wanita di depan saat Viona melihat terlihat ada sepuluh orang murid sekolah menengah atas tengah memesan dua lusin muffin karakter buatan Jenni, mereka ribut karena berdebat memilih karakter apa yang akan dibeli.

"Senangnya jadi anak remaja," gumam Viona lirih sambil memandang segerombolan murid sma itu.

"Kita semua pernah melewati masa-masa indah itu kak Vio,"bisik Jenni yang tiba-tiba berdiri disebelah Viona.

"Iya tapi masa remajaku telalu pahit untuk aku ceritakan Jenni," ucap Viona lirih.

"Sudahlah jangan ingat yang sudah berlalu,"imbuh Jenni dengan tersenyum kemudian membantu Amina melayani pembeli.

Walau Viona sudah berhasil mempunyai pekerjaan yang bagus akan tetapi traumanya belum bisa hilang, bahkan ia sempat berkonsultasi dengan nyonya Naura psikiater terbaik di London pun trauma Viona belum bisa pergi. Ia menatap kearah kerumunan anak remaja itu dengan tatapan kerinduan ingin kembali ke masa-masa indah itu sebelum ibu Maria meninggal.

"Aku harus kembali ke rumah sakit," ucap Viona dengan tersenyum saat menyadari hari sudah hampir gelap.

"Kau bekerja malam kak?" teriak Amina dari meja kasir.

"Iya,"jawab Viona sambil melambaikan tangannya.

Dengan berjalan kaki Viona berangkat menuju rumah sakitnya dimana ia bekerja, saat tiba di rumah sakit banyak perawat dan dokter yang menegur Viona karena kemampuan Viona dirumah sakit itu sudah diakui. Sebagai dokter yang masih muda Viona hampir tak pernah melakukan kegagalan di tiap operasi yang ia lakukan. Bahkan kehebatan Viona pun diakui oleh direktur rumah sakit, banyak rumah sakit yang menawarkan gaji yang lebih tinggi untuk Viona tapi ia selalu menolak dengan alasan yang tak dimengerti oleh kebanyakan orang.

"Malam dokter,"sapa seorang suster berdarah India l.

"Malam,"jawab Viona ramah.

Viona berjalan dengan para staff medis lainnya yang kebagian shift malam menuju loker tempat ganti pakaian, selama bekerja di rumah sakit itu Viona tak pernah seharipun membolos bahkan dihari liburnya Viona akan tetap berada dirumah sakit untuk sekedar mengecek pasiennya saja.

"Heiiii," tegur dokter Ashley pada Viona yang sedang berganti pakaian kebesaran dokter berwarna putih itu.

"Aku kira kau tak masuk Ash," ucap Viona tersenyum tipis.

"Kau tahu kan kepala bagianku sepeti apa, sangat tidak mungkin aku membolos malam ini," gerutu dokter Ashley meratapi nasibnya.

"Sudah lah jangan mengeluh, ayo ke ruang rapat aku dengar ada kejadian serius kemarin di rumah sakit," ajak Viona pada dokter Ashley yang masih berdiri disebelah loker Viona dengan malas.

"Iya iya," ucap dokter Ashley sambil berjalan dibelakang Viona.

Viona berjalan dengan semangat seperti hari-hari biasanya walau sebenarnya hari ini dia bisa libur karena baru kembali dari Irlandia tapi Viona tak pernah mau mengambil cutinya untuk membantu di toko muffin, sedang dua temannya di toko itu selalu memaksa Viona untuk pergi berlibur karena itulah Viona lebih memilih pergi ke rumah sakit daripada berdebat dengan dua pegawainya di toko.

"Aku dengar ada kepala bagian yang baru itu masih muda lho," bisik dokter Rachel yang juga sudah datang di aula.

"Heran kenapa Rachel bisa datang," ucap dokter Ashley sewaktu melihat dokter Rachel yang terkenal suka memerintah itu.

"Dia seorang dokter, jadi wajar dia datang Ash," bisik Viona pada dokter Ashley.

Tak lama kemudian bisik-bisik yang terdengar di aula khusus dokter biasa mengadakan rapat itu tiba-tiba senyap, ketika ada direktur rumah sakit masuk bersama dengan seorang pria dibelakangnya.

"Selamat malam untuk semua dokter yang sudah menyediakan waktunya malam ini walau kalian baru sampai hari setelah pulang dari tugas di Irlandia selama dua bulan, saya ingin mengucapkan terima kasih dan bangga pada kalian semua," ucap profesor Mario dengan suara lantang.

Kemudian disambut suara tepuk tangan oleh dokter senior yang lain sebagai bentuk penghargaan pada dokter-dokter yang baru kembali dari tugas.

"Saya ingin memperkenalkan profesor Franklin kepala bagian divisi bedah yang baru,"ucap profesor Mario memperkenalkan staff baru.

"Silahkan naik ke podium profesor Frank," imbuh profesor Mario mempersilahkan.

Si empunya nama langsung berjalan naik ke arah podium untuk bertemu langsung dengan tiga puluh dokter yang ada dihadapannya secara resmi.

"Hallo selamat malam perkenalkan saya Franklin,"ucap profesor Frank dengan lantang.

Viona yang sejak tadi fokus membaca hasil laporan mendadak mengangkat wajahnya ketika mendengar suara dokter Frank yang tak asing untuknya.

"Justin,"ucap Viona lirih ketika melihat pria yang ia temui tadi siang tengah berdiri di podium dan memperkenalkan diri dengan nama Franklin.

Dokter Frank tersenyum tipis saat melihat kekagetan Viona, rupanya ia sudah melihat Viona sejak pertama masuk tadi bersama profesor Mario.

"Karena kita satu team saya harap kalian bisa memperkenalkan diri masing-masing pada saya," pinta dokter Frank dengan suara lembut sambil melirik ke arah Viona yang masih kaget itu.

"Aduh kenapa jadi seperti ini," ucap Viona dalam hati.

Bersambung

Bab berikutnya