Karin menyusuri jalan di Kota A, kota yang sangat baru baginya, hanya berbekal beberapa baju yang di dapatnya dari kontrakan lamanya, dan uang yang tak seberapa yang selalu berada dompet kecilnya. Masih bersyukur.di dompet kecilnya masih ada KTP dan Kartu ATM yang bisa buat bertahan hidup sementara.
Sambil menyeka keringat di keningnya Karin menyusuri sebuah jalan besar yang cukup ramai. Karin duduk termangu di bangku panjang tepat di depan sebuah cafe yang bernama Cafe Alea's. Di pandanginya secarik kertas yang bertulis alamat sahabatnya waktu kuliah dulu.
"Susah sekali cari alamat ini ...mana nomor telponnya ga aktif, dan uangnya sudah menipis lagi." keluh Karin, di pandanginya kendaraan yang lalu lalang di depannya.
Karin menghela nafas panjang. Sudah tekad Karin untuk segera meninggalkan kota N , meninggalkan harga dirinya yang tertinggal di sana, dan melupakan semuanya, terutama semua tentang Aska.
Memikirkan Aska, hati kecil Karin sedikit terusik.
"Apa yang terjadi dengan Aska saat tahu dia meninggalkan rumah, apa dia marah, terluka atau malah senang karena dia bisa melanjutkan pertunangannya tanpa ada penghalang lagi." hati Karin menciut mengingatnya.
Di bukanya album yang berada di ponselnya, nampak beberapa foto Aska ada di sana, Karin tersenyum sedih saat menatap foto Aska yang tiduran di rerumputan sedang menatap dirinya, dan dirinya pada posisi berlutut setengah jongkok dengan wajahnya yang mengarah ke wajah Aska.
Sungguh pemandangan yang sangat romantis sebagai pasangan kekasih.
"Pasangan kekasih? bukannya dia sendiri yang tidak mengakuinya? kenapa sekarang dengan melihat foto itu, dia menganggap Aska sebagai kekasihnya?" Karin tersenyum pahit dengan pemikiran yang barusan ada di otaknya.
Karin memejamkan matanya, hari sudah mulai petang, tapi sampai detik ini Karin belum menemukan alamat yang Karin cari. Tubuh dan matanya sudah terasa lelah.
"Karin?" panggil seseorang bersuara wanita. Karin membuka matanya berlahan melihat seorang gadis dengan wajah yang tepat di hadapannya.
"Karin? benarkah kamu Karin?" tanya gadis itu lagi seakan tak percaya dengan penglihatannya.
"Alea?" jawab Karin dengan kaget pula tak percaya di kota A dia bisa bertemu dengan Alea yang tak lain adalah teman kuliahnya juga adik kandung Edo mantan kekasihnya. Karin bergegas bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari Alea yang berdiri termangu.
"Karin!" tunggu!" teriak Alea sambil mencekal lengan Karin yang berjalan dengan cepat. Karin menghentikan langkahnya, di tatapnya Alea dengan tajam.
"Ada apa lagi, bukannya masalahku dengan kakakmu sudah selesai? aku tidak percaya di kota ini aku harus bertemu denganmu!" desis Karin.
"Bagi kamu masalah dengan Kak Edo mungkin sudah selesai Karin, tapi bagi Kak Edo dan aku masalah itu belum selesai. Kamu sungguh tidak adil sama Kak Edo, kamu hanya mendengarkan dari pihak Citra, belum mendengarkan alasan dari Kak Edo?" jelas Alea membela kakaknya.
"Alasan apalagi yang harus aku dengar, bukti foto itu sudah terlihat jelas. Sudahlah Alea, aku harus pergi sekarang, anggap semuanya sudah menjadi masa lalu yang usang." balas Karin dengan wajah dingin, dan berusaha melepas cekalan Alea.
"Maaf Karin, aku tidak akan melewatkan kesempatan ini, selagi aku bertemu denganmu. Dulu kamu begitu saja menghilang tanpa mendengar apapun dari kami, aku harus menjelaskannya sekarang. Setelah itu terserah maumu, kamu bisa pergi tanpa aku mencegahmu lagi. Please beri aku waktu?" mohon Alea.
Karin menatap mata Alea yang terlihat ada kesedihan di sana, dan itu membuatnya tidak tega.
"Baiklah, setelah kamu menjelaskan, aku akan pergi dan kamu jangan mencegahku lagi!" sahut Karin.
Alea menganggukkan kepalanya dengan cepat. Di lepaskannya cekalan Karin, dan menarik tangan Karin memasuki Cafe yang di lihatnya tadi.
"Cafe Alea's" apakah berarti cafe ini milik Alea?" hati kecil Karin bertanya-tanya.
"Duduklah Rin." Alea mengajak Karin duduk di sofa merah yang dekat dengan ruang kerjanya.
"Jelaskan sekarang, waktuku tidak banyak , aku masih ada urusan lain." ucap Karin sedikit gelisah karena hari sudah mulai malam.
"Karin, apa yang kamu dengar dari Citra sebagian cerita itu tidak benar. Kak Edo tidak pernah menghianatimu Karin, kesalahannya hanya satu, tidak berani jujur padamu karena takut kamu akan marah. Kak Edo sama Citra tidak benar-benar pacaran, Kak Edo hanya sekedar membantu Citra agar bisa putus dari pacarnya. Kamu tahu kan Citra adalah sahabat Kak Edo dari SMP jadi saat Citra butuh bantuan Edo untuk bersandiwara menjadi pacarnya Kak Edo mau saja, asal kamu tidak tahu. Tapi dasar ternyata Citra menghianati kepercayaan Kak Edo, tidak di sangkanya Citra malah menghancurkan hubunganmu dengan Kak Edo. Kamu tahu Rin, Citra melakukan itu semua ternyata selama ini Citra mencintai Kak Edo." cerita Alea panjang lebar.
"Lalu foto itu?" tanya Karin sedikit sinis.
"Termasuk foto itu Karin, Citra bilang sama Kak Edo agar lebih meyakinkan pacarnya , Citra menyuruh Kak Edo berfoto mesra dengannya, dan sayangnya Kak Edo lagi-lagi percaya dengan rencana Citra. Sebenarnya Kak Edo sudah menolaknya waktu itu, tapi karena Citra memohon sambil menangis Kak Edo jadi tak tega, apalagi mengingat Citra adalah sahabatnya sejak SMP." jawab Alea, dengan jujur dan itu sangat terlihat jelas, Dan Karin tahu selama dia berteman dengan Alea, Alea tidak pernah berbohong.
"Aku sekarang tanya sama kamu Karin, andai kamu jadi Kak Edo ada sahabatmu yang meminta pertolonganmu karena ada suatu masalah, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Alea menatap mata Karin yang mulai meredup.
Hati Karin terhenyak, ingatannya melayang pada Aska, bukankah hubungan dia dengan Aska juga sekedar bersandiwara, karena dia ingin membantu Aska di mana hidupnya yang tidak akan lama. Dan bagaimana jika dengan apa yang di lakukannya di ketahui Edo." hati Karin menciut, rasa bersalahpun bergayut di hatinya.
"Aku tidak tahu lagi, apa yang kamu ceritakan itu hal sebenarnya atau tidak." jawab Karin tanpa menjawab pertanyaan Alea, yang seakan menyindirnya.
"Kamu sangat tahu aku Karin, aku tidak akan pernah berbohong padamu, andai waktu itu kamu tidak keburu pergi, pasti aku yang akan menjelaskan padamu." ucap Alea sambil meraih tangan Karin.
"Dan apakah kamu tidak ingin tahu keadaan Kak Edo sekarang Karin? apakah kamu tidak ingin tahu apa yang di alami Kak Edo setelah kamu pergi?" tanya Alea menatap mata Karin lekat-lekat, mencari cinta di mata Karin apakah masih milik kakaknya.
Karin terdiam, hatinya mulai gelisah. Sungguh rasa bersalah mulai menyergap hatinya. Dulu hatinya sungguh sangat terluka dengan cerita Citra yang menangis tersedu-sedu di hadapannya, beribu kata maaf dari mulut citra karena telah menjalin hubungan di belakang Karin. Apalagi saat Citra menunjukkan sebuah foto saat Citra mencium pipi Edo, itu sangat membuat kemarahan Karin pada puncaknya. Apalagi Edo yang hanya terdiam saat kemarahannya meluap, bahkan waktu Karin menghajarnya habis-habisan.
Karin menghela nafas panjang seraya memijat pelipisnya.
"Kenapa waktu itu Edo hanya diam tidak langsung menjelaskannya padaku?" tanya Karin masih mencoba dengan bertahan dengan alasannya.
"Kamu tahu sendiri bagaimana saat kamu marah, Kak Edo diam karena melihat kamu sudah sangat marah, makanya Kak Edo berniat akan menjelaskan saat emosi kamu sudah reda, sayangnya kamu keburu menghilang saat kak edo menemuimu lagi. Kamu ingat Rin, kamu sudah menghajar Kak Edo habis-habisan waktu itu, bisa saja waktu itu Kak Edo mengalahkanmu dengan sekali bantingan, karena kita tahu, karena dialah kita bisa menguasai taekwondo." Alea mengingatkan Karin. Dada Karin semakin terasa sesak, mengingat apa yang telah di lakukannya.
"Alea, aku minta maaf. Aku tahu kata maafku sudah pasti terlambat, tapi aku sungguh-sungguh minta maaf jika memang itu kejadiannya." ucap Karin dengan hati menyesal.
"Minta maaflah pada Kak Edo, jangan padaku. Karena yang paling terluka di sini adalah Kak Edo." balas Alea dengan wajah yang kembali sedih. Mata Alea terlihat berkaca-kaca.
"Tolong bilang ke Edo, aku minta maaf dengan semua yang terjadi." lirih suara Karin dengan sungguh-sungguh.
"Kalaupun aku bilang pada Kak Edo sekarang, dia tidak akan mengerti Rin." suara Alea tersekat dengan isakan yang tertahan.
"Memang kenapa Edo tidak bisa mengerti Alea? ada apa dengan Edo?" tanya Karin , hatinya mulai berdebar-debar menyatu dengan rasa bersalahnya.
"Sudah satu tahun ini Kak Edo berada di rumah sakit Jiwa Rin." jawab Alea terisak sedih.