webnovel

07 - Asmodeus

Pria flamboyan dengan kombinasi warna gelap yang mengundang.

Hitam dan ungu beradu di pakaian indah pria berotot itu, tersenyum penuh percaya diri sang pria menatap Anna yang mundur dalam refleksnya.

Si pria maju, masih dengan sebuah senyum yang sama.

"… Deus?'

Anna melemparkan pertanyaannya, jelas khawatir karena sadar bahwa ini bukanlah mimpi seperti sebelumnya.

"Apa yang kau…"

"Menepati janjiku, tentu saja."

Anna tak sempat menyelesaikan kalimatnya, dipotong oleh si pria yang menjawab segera.

"Janji?"

"… ah, Anda masih lupa. Bisa dimengerti. Kalau begitu…." Langkah mundur diambil si pria yang kemudian membelakangi Anna.

Dia membersihkan tenggorokannya, kemudian mulai menjelaskan dirinya sendiri.

"Aku sudah disumpah untuk mengabarimu saat bumi terbelah dan api Neraka naik ke dunia."

"A… apa yang kau…"

Anna tak diberi kesempatan bertanya, dipotong cepat oleh lawan bicaranya.

"Aku akan memimpin mereka. Sebagai Penguasa Neraka, Asmodeus yang Agung."

Sayap mekar dari punggung si pria, gelap menyerap semua cahaya, bertanduk kepala setan di depan Anna.

Tawa yang berasal dari segala arah meledak.

"Lakukan semua yang ingin kau lakukan, Yang Mulia. Takdir sudah memberi perintah, merah benangnya melilit kita semua; semoga beruntung diusahamu yang keenam puluh tiga," lawan bicara Anna menunduk, "sampai jumpa."

Menghilang.

Anna kembali sendirian, dengan pengetahuan yang tak bisa dia keluarkan dari kepalanya.

Rasanya seperti ada sebuah beban berat yang baru saja ditaruh dipunggung si gadis muda, memaksanya terduduk ke bawah bersama semua.

Dia melihat langit-langit kelasnya yang luar biasa luas.

Dia melihat lantai dan menemukan guru, sahabat, dan si pemuda di sana.

Tak sadarkan diri mereka, termasuk siswa yang tidak berada di arena juga.

Keadaan memaksanya menelan semua yang setan itu katakan kepadanya, membiarkan setiap kalimat itu mengulang dalam kepala Anna membuat dirinya tenggelam semakin dalam ke putus asa.

Apa yang manusia bisa lakukan bila Takdir memang menginginkan Neraka untuk membakar semua?

Tidak ada. Tidak ada sihir yang diketahui manusia yang mampu melawan Takdir dan kehendak-Nya.

Seperti Waktu yang memakan semua, bagai Kematian yang mengambil segala, Takdir memainkan setiap makhluk di dunia.

Kehidupan manusia tak berharga, seperti karakter dalam cerita yang dibunuh demi kepentingan plot saja.

Tak berarti, atau begitulah seharusnya.

Ada bagian kecil dalam hati Anna yang berteriak dan meronta, gagal menerima kesimpulan yang meracuni pikiran Anna.

Si gadis muda merasakannya, detakan liar yang memberontak melawan semua; sebuah kekuatan yang tidak ada.

Kekuatan yang tidak dia punya.

Sebuah saklar tertekan di kepala Anna, lampu ide menyala, dan si gadis muda berlari keluar dari kelasnya.

Dia melewati lorong yang sepi, mencari ke setiap kelas yang dia temukan sama isinya; orang-orang yang tak sadarkan diri entah kenapa.

Di setiap kelas itu, Anna hanya mencari satu orang saja. Wakil kepala sekolah, ibu sahabatnya.

"Tante Eri!"

Anna membuka pintu ruangan kepala sekolah dengan paksa, menemukan sosok asing yang menatap Tante Eri dengan rendah.

"Ah …."

Anna tak memberikan sosok asing itu kesempatan bicara, menggunakan kekuatan barunya untuk menciptakan proyektil yang langsung melesat ke arah si sosok asing itu.

Namun tentu saja, tidak ada yang mudah. Serangan itu ditahan sang sosok begitu saja, menguap ke udara.

"… jadi kau penyebabnya, huh."

Si sosok asing berbisik dibawah nafasnya, ane karena Anna masih bisa mendengarnya.

"Murid baru, asumsiku?"

Si pria melangkah ke depan, melanjutkan bicaranya seperti bagaimana Anna melanjutkan serangannya.

"Tenanglah, nona muda," si pria membujuk dalam setelan formalnya, "aku adalah kepala sekolah tempat ini. Namaku …."

"Paman Dean?"

"… Siapa?" Si pria berhenti dalam langkahnya, "apakah aku mengenalmu, nona muda?"

"Anna, paman. Anna Vermount?"

"Oh, Vermount! Tentu saja, tentu saja," Paman Dean tertawa kecil, "kalau begitu, Anna. Tarik nafas dalam, dan lepaskan bersama semua Mana yang kau pegang sekarang."

"… apa?"

"Oh, lakukan saja. Ayolah. Sekali saja."

Si pria menatap Anna dengan mata memelas yang tak meyakinkan, sesuatu yang membuat Anna menyerah segera hanya agar tak perlu melihat pemandangan pria dewasa memelas lagi untuk selamanya.

Dia menarik nafas dalam, membuangnya kemudian.

Sebuah tindakan yang membuat Anna merasa sebuah beban sudah diangkat dari pundaknya.

Bukan beban mengetahui bahwa dunia akan berakhir segera, tentu saja. Namun, beban lainnya yang Anna bahkan tak tahu ada di sana.

Beberapa saat setelah beban itu menghilang dari pundak Anna, Tante Eri yang sedari tadi tak sadarkan diri, akhirnya terbangun juga.

"Selamat pagi, istriku sayang," Paman Dean menyapa istrinya dengan nada sarkastik.

Tindakan yang dibalas tatapan tajam sang istri yang langsung kehilangan tatapannya saat menyadari keanehan di udara.

"Apa yang kau perbuat kali ini, Dean?"

"Aku?"

"Siapa lagi? Apakah kau serius akan mengatakan bahwa Anna yang melakukan semua ini?"

Paman Dean mengangguk dengan santainya, sadar betul bahwa sang istri merasakan hal yang sama seperti dirinya.

Aura setan tingkat tinggi yang baru saja membuka gerbang antar dimensi untuk menemukan manusia.

'Tapi mengapa?' Adalah pertanyaan yang ada di kepala semua, termasuk Anna.

Tante Eri menatap Anna dengan bingung di mata, tak percaya namun jelas melihat luka korupsi yang akrab di tangan si gadis muda.

"Anna … apa yang sudah terjadi, sayang?"

Si wanita masih menatap Anna tanpa curiga, jelas sekali menolak percaya bahwa anak yang tak punya apa-apa itu bisa melakukan ini semua.

'Kecuali tentu saja ….' Kereta pikiran Tante Eri berhenti seketika, aksi si wanita melanjutkannya.

Tante Eri merapalkan sebuah mantra, membuat dunia bengkok dan membawakan sebuah bola kaca hitam ke hadapan si wanita.

Tak berhenti sampai di sana, ibu sahabat Anna itu menyuntikkan Mana-nya sendiri ke bola kaca yang dimaksud, menghapus gelap dan menggantikannya dengan emas menyala.

Selanjutnya, si wanita berlari ke depan Anna, menjulurkan bola kaca itu ke hadapan si gadis muda dan memberi perintah, "perintahkan Mana-mu untuk mengisinya."

"Tapi aku …"

"Anna, lihat aku. Lakukan."

Bab berikutnya