webnovel

Part 10 Rumah Baru dan Keanehannya

Part sebelumnya :

Karena memang Rini sudah meninggal ketika melahirkan Hanes. Beruntung sebelum kepergiannya ke Belanda, Jonathan sempat menitipkan Hanes kepada Pak Purnadi. Berbekal hal itu, ia menuliskan sebuah surat wasiat karena memang sebenarnya, Jonathan mengidap penyakit jantung di usianya yang baru memasuki umur 40 tahunan saat itu.

***

Hanes masih berpikir di dalam kelas saat ini. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Apakah ia memang harus ikut dengan, Om Bobi yang merupakan adik kandung dari ayahnya atau tetap tinggal sendiri di rumah peninggalan Pak Purnadi? Hanes dilanda kegalauan berat saat itu. Theo hanya memandangi sahabatnya ini sembari mencoba menenangkannya. Tapi tampaknya masalah kali ini lebih pelik dari sebelumnya karena menyangkut masa depan Hanes sendiri, pikir Theo. Tidak lama kemudian, Hanes pun beranjak dari tempat duduknya.

Melihat hal ini, Theo pun angkat bicara, "Mau kemana, Nes? Sebentar lagi istirahat loh." tanya Theo. "Aku mau ke kamar mandi dulu, Yo! Nanti balik lagi ke sini!"" Dengan muka kusut, Hanes pun berjalan menuju kamar mandi. Sebelum sampai di kamar mandi, Hanes harus melewati koridor panjang yang mengarah ke belakang. Sore hari itu sedikit mendung dan tampaknya akan turun hujan. Angin pun semilir berhembus dengan kencang ke arah Hanes dan kemudian sosok cantik bermuka pucat itu pun muncul di hadapan Hanes dengan tiba-tiba.

"Kenapa mukamu terlihat jelek sekali hari ini? Apa lagi yang kau pikirkan, bocah?" ejek Lysa kepada Hanes. "Ah sudah lupakan ... Aku sedang malas berdebat dengan hantu berisik sepertimu ini!" balas Hanes tidak kalah sengitnya. "Hmm ... tapi kau masih butuh bantuanku bukan?" Hanes hanya terdiam dan kemudian berkata, "Jadi menurutmu bagaimana? Apa aku harus ikut ke rumah Om Bobi atau tidak?" tanya Hanes kepada Lysa. "Menurutku sih ada baiknya kau kembali ke Om Bobi! Masa depanmu mungkin akan lebih baik nanti ke depannya!"

"Mungkin kau ada benarnya. Terima kasih atas saranmu, Lysa!" balas Hanes sembari tersenyum. Tanpa berkata apa-apa, Lysa pun menghilang dari hadapan Hanes.

Hanes melanjutkan kembali tujuannya untuk pergi menuju toilet. Pikirannya tidak segundah tadi. Tampaknya sekarang ia sudah mulai menetapkan pilihan. Setelah buang air kecilnya selesai, Hanes pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam kelas. Raut muka Hanes kini sudah berubah seperti sedia kala. Theo yang melihat hal ini hanya tersenyum dengan perubahan Hanes. Setelah kelas usai Hanes dan Theo segera keluar dari dalam kelas. Di parkiran sekolah sudah berdiri Om Bobi. Dengan kaca mata hitam dan kemeja berwarna putih. Ia berdiri dengan gagahnya sembari menunggu Hanes dan Theo pulang sekolah. Tidak lama kemudian, Om Bobi pun berkata, "Ayo kita pulang, anak-anak!" ajak Om Bobi.

Kemudian Hanes dan Theo pun segera masuk ke dalam mobil. Raka hanya memandangi sosok yang kini mengantar Theo dan Hanes sembari tersenyum. Entah apa yang ada di pikiran Raka saat itu. Mobil ini pun kembali melaju menuju rumah Theo. Setelah selesai mengantarkan Theo pulang, Om Bobi pun berkata kepada Hanes, "Kamu mau ambil pakaian dulu di rumah lama? atau mau langsung ke rumah Ayahmu?" tanya Om Bobi kepada Hanes. "Hmm ... aku izin ambil beberapa pakaian ya, Om? Tidak apa-apa kan?" tanya Hanes. "Baiklah kalau begitu, aku akan menemanimu sebentar. Ayo kita ke rumah lama," ajak om Bobi.

Tidak beberapa lama kemudian, mobil pun sudah sampai di rumah lama Hanes. Dengan cepat, Hanes pun segera masuk ke dalam rumah dan mengambil barang-barang yang dianggapnya perlu. Terutama buku-buku pelajaran, raport sekolah dan beberapa pakaian, Om Bobi pun membantu Hanes memasukan barang-barang tersebut ke dalam koper, setelah barang-barang selesai dimasukkan ke dalam koper. Hanes pun segera mengunci kembali rumah lama ini dan menitipkan kuncinya kepada salah satu tetangga dekat Hanes. Melihat hal ini, Om Bobi pun berkomentar kembali, "Nanti biar Om saja yang mengurusi rumah ini agar lebih tertata rapi.Mungkin akan Om minta seorang asisten rumah tangga dan tukang kebun untuk mengurusi rumah ini nantinya.

Hanes hanya mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil. Om Bobi segera memasukkan koper besar tersebut ke dalam bagasi mobil. Kini mobil pun segera meluncur ke arah rumah Ayah Hanes. Sekitar 1 jam berlalu, Hanes dan Om Bobi pun akhirnya sampai di rumah tersebut. Hanes memandangi rumah besar tersebut dengan takjub. Om Bobi hanya tersenyum dan kemudian mengajak Hanes masuk ke arah dalam. "Ayo masuk, Nes. Apa yang kamu pikirkan?" tanya Om Bobi kepada Hanes. "Hehe ... tidak apa-apa, Om." Hanes segera melangkah ke arah dalam.

Hanes disambut oleh seorang wanita dengan rambut sebahu. Sosok ini pun tersenyum ke arah Hanes. "Selamat datang, Mas Hanes!" tangannya langsung menyambar koper yang dibawa oleh Om Bobi. "Oh iya ... terima kasih, Mbak!" balas Hanes. Melihat hal ini, Om Bobi pun berkata, "Namanya adalah Mbak Rani, dia yang mengurus semua kebutuhan di rumah ini, jika ada yang ingin kau minta, Nes! Kau bisa meminta bantuan dari Mbak Rani," ujar Om Bobi. Hanes hanya mengangguk dan kemudian duduk di sofa ruang tamu. Ia memandangi setiap foto yang berada di ruang tamu tersebut. Mata Hanes, nanar memandangi setiap sudut tempat ini. Om Bobi pun masuk ke arah dalam dan segera mengganti pakaiannya. Tidak lama kemudian, ia pun keluar dan memberikan Hanes satu lembar foto.

"Ini adalah wajah ayah dan ibumu, Hanes. Nama Ayahmu Jonathan dan Ibumu Rini. Mereka adalah orang yang baik. Aku kenal persis bagaimana ibumu itu," terang Om Bobi. Hanes masih memperhatikan foto tersebut lekat-lekat. Ia melihat sosok ganteng bermuka sipit itu dari foto tersebut dan sosok wanita bermata belo dengan rambut panjang itu. Tidak terasa air mata mengalir dari kedua buah bola matanya. Hanes merasa sedih hatinya ketika melihat foto itu. Ia rindu dengan kedua orang tuanya yang kini sudah tiada. Menurut Om Bobi, Rini Ibu Hanes meninggal ketika melahirkan Hanes. Sedangkan sang Ayah yang pergi ke Belanda meninggal 2 tahun yang lalu karena kecelakaan. Sungguh disayangkan, ia tidak bisa bertemu dengan Hanes. Dikarenakan alamat Pak Purnadi yang susah ditemukan oleh Jonathan Ayah Hanes.

Setelah mengobrol banyak hal tentang masa lalu kedua orang tuanya. Hanes pun merasa perutnya sedikit lapar. Ia segera diantarkan oleh Mbak Rani untuk makan di meja makan. Dengan lahap, Hanes segera menghabiskan makanannya. Setelah usai, ia segera masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan oleh Mbak Rani. Kamar ini berada di lantai dua. Dengan cepat, Hanes pun segera masuk ke dalam kamar tersebut. Ia diberikan sebuah baju tidur yang telah disiapkan Mbak Rani. Karena mengantuk, Hanes pun segera tidur di ranjang yang empuk malam itu.

Di luar rumah, terlihat Lysa berada di depan rumah. Matanya nanar memperhatikan sekeliling tempat itu. Malam ini terasa sangat berbeda untuk Lysa. Aura dari hembusan angin yang keluar terasa begitu menusuk kulit. Hal ini menandakan, bahwa ada eksistensi lain yang berada di tempat ini. Mata Lysa memandangi sebuah rumah yang terlihat begitu kumuh. Letaknya berada di seberang rumah Om Bobi. Terlihat sosok putih dengan rambut panjang tiba-tiba muncul dari balik tirai rumah kosong tersebut. Matanya mendelik dan memandangi Lysa dari kejauhan. Melihat hal ini, hantu cantik ini pun berkomentar, "Ternyata ada yang tidak menyukai keberadaanku di tempat ini." Tidak lama kemudian, sosok berpakaian putih itu pun menghilang dari pandangan Lysa.

***

Hari sudah menunjukan pukul 00.00 WIB. Hanes, Om Bobi dan Mbak Mirna sudah terlelap tidur. Sedangkan Lysa, menghilang entah kemana pada saat itu. Sepasang mata memandangi Rumah Om Bobi dari rumah kosong yang berada di seberang rumah. Ia memandangi seorang pria yang sedang mendorong motornya di tengah malam seperti ini. Namanya adalah Dodi seorang pria pengangguran yang baru saja pulang dari rumah pacarnya. Ia terlambat pulang ke rumah malam ini, dikarenakan motornya yang mogok. Dengan terpaksa Dodi pun mendorong motornya untuk mencari orang yang masih membuka bengkel pada malam itu. Aura dingin mulai keluar saat itu. Disertai hembusan angin malam yang cukup kencang menerpa tubuh Dodi.

Sosok yang memperhatikan Dodi dari tadi, kini terbang mendekat namun Dodi sama sekali tidak merasakan hal tersebut. Ia masih dengan santai mencoba mendorong motor tuanya tersebut sembari bersiul-siul, dengan harapan mengusir rasa takut dan kantuknya saat berjalan di tengah malam seperti ini. "Sut!!! Suit!!! Sut!!!" entah apa yang disiulkan oleh Dodi pada malam itu. Tapi baginya, hal tidak jelas tersebut dapat menghilangkan rasa takutnya saat itu. Sosok bermuka pucat itu kini telah berada di atas kepala Dodi. Ia terbang melayang dan menatap Dodi dengan tatapan sinis. Perubahan aura dari dingin ke panas kini dirasakan oleh Dodi. Ia menyeka keringat yang muncul dari balik kulitnya tersebut. "Hmm ... kenapa aku merasa panas ya? Padahal saat ini banyak sekali angin yang berhembus," pikir Dodi.

Dengan cueknya, Dodi masih mendorong motor tersebut dengan santainya. Kini hal aneh pun mulai terjadi. Tiba-tiba motor Dodi pun menyala dengan sendirinya. "Dut ... dut ... Brrmm!!! Brrmmm!!!" Masih dengan keanehan tersebut, Dodi pun memberhentikan motornya. "Aneh ... kenapa tiba-tiba motor ini hidup sendiri?" Dodi sangat terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Ia sama sekali tidak mengengkol motor tersebut atau pun menstarter motor tersebut. Namun anehnya, motor tersebut tiba-tiba menyala di tengah malam buta saat ini. Karena merasa bulu kuduknya berdiri, Dodi pun memutuskan untuk ambil langkah seribu. Dengan cepat, Dodi pun menaiki motornya dan segera menarik gas kuat-kuat.

Motor Dodi pun melaju dengan cepat membelah jalanan pada saat itu. Entah menggapa pada saat itu Dodi benar-benar merasa takut. Namun Dodi sama sekali tidak menyadari suatu hal. Bahwa kini, di belakangnya terdapat seorang wanita dengan muka pucat sedang duduk di bangku belakang motornya. Sosok ini hanya diam tanpa berkata sedikit pun. Hal aneh yang kemudian terjadi lagi adalah motor Dodi pun melambat. Terasa seperti Dodi membawa satu ekor sapi di belakang motornya. Karena merasa aneh, Dodi pun menoleh ke arah belakang. Lalu apa yang terjadi adalah terlihat sesosok wanita mirip kuntilanak tersenyum sembari memperlihatkan barisan gigi-gigi runcing yang ia miliki. Melihat hal ini, Dodi dengan cepat membanting stang motornya ke arah kiri.

"Brak!!" terdengar suara benturan antara motor dan juga pohon.

Dodi pun pingsan di tempat dengan luka di kepala, sosok bermuka pucat ini hanya tertawa ngeri dan kemudian menghilang dari gelapnya malam. "Hihih!!! Hihi!!! hihi!!!"

Bersambung