webnovel

Dendam yang belum tuntas

"Mami..." Tiffany datang dengan tergesa-gesa setelah mendengar kabar bahwa Randy menjadi tersangka atas kebakaran yang menyebabkan Mina dan Arya meninggal dunia.

Saat memasuki ruangan ibunya, langkah Tiffany perlahan melemah, ia segera memeluk ibunya erat.

"Aku sama sekali tidak menyangka paman Randy tega membunuh bibi Mina." Ucap Tiffany menangis sambil mendekap tubuh Kania erat.

"Mami juga tidak menyangka, dia sampai gelap hati dan membunuh Mina... Padahal dia tahu jika Mina adalah kakak kandung mami." Ucap Kania, ia melepaakan pelukan Tiffany erat.

"Sayang, media akan mencari tahu siapa itu Randy dan sebelum berita tersebar semakin luas kamu harus menghubungi media dan katakan jika Randy sudah lama tidak terdaftar sebagai direktur diperusahaan ini, kamu tidak ingin bukan nama Grup Wings menjadi buruk akibat perbuatan kejinya." Ucap Kania sambil menyeka air mata Tiffany.

Tiffany mengangguk, sudah lama sekali sejak Mina tiba-tiba menghilang, ia sangat menyayangi Mina karena Mina memperhatikannya melebihi Kania sendiri tapi kenyataan jika Mina telah tiada, hatinya sungguh terluka dan kehilangan tapi benar kata Kania, perusahaan tidak boleh menerima imbas atas apa yang telah dilakukan Randy pada Mina, biar Randy mendekam selamanya dipenjara, ia pantas mendapatkannya.

"Baiklah mi, aku akan urus semuanya dan aku akan membuat paman Randy menyesali perbuatannya. Dia akan membusuk selamanya di penjara." Ucap Tiffany, ia menyeka air matanya dan bergegas pergi meninggalkan ruangan Kania.

Setelah Tiffany benar-benar pergi Kania memutar kursinya dan menatap jendela, ia kembali meneteskan air matanya.

"Kak Mina maafkan aku..." Ucapnya sedih.

Tapi kemudian sebuah senyuman menyungging membentuk pola bulan sabit, saat Kania menyeka air matanya dengan jarinya.

Ia kemudian tertawa kencang seakan ia telah memiliki dunia ditangannya.

"Setidaknya aku hanya memiliki satu masalah lagi." Ucapnya tanpa beban.

Malam itu, saat Kania terbangun dari mimpi buruknya, kecemasan tiba-tiba datang menguasainya.

Dengan keadaan mabuk ia berjalan gontai dan melangkah menuju meja riasnya dan merias wajahnya.

Bahkan gaun malam ini sangat indah dikenakan olehnya, andai saja Hendra tidak memberikan hatinya pada Rahayu maka mungkin saat ini Hendra telah menjadi suaminya dan tengah menciumi tengkuk indahnya.

Kania memejamkan kedua matanya seolah dapat merasakan sentuhan hangat menyentuh tubuhnya.

Kania teringat saat Rahayu sedang berada di luar kota dan ia menyelinap masuk kedalam kamar Hendra. 

Saat itu Hendra sedang mandi, ia tanpa malu memasuki kamar mandi dan menanggalkan pakaiannya lalu memeluk Hendra dari belakang.

"Kamu sudah pulang?" Tanya Hendra.

"Hmm..." Kania sengaja hanya bergumam agar Hendra tidak menyadari siapa dirinya karena sudah pasti jika Hendra mengira jika ia adalah Rahayu, istrinya.

"Kamu tidak lelah?" Tanya Hendra lagi, Kania hanya menggelengkan kepalanya di punggung polos Hendra.

"Mau bermain?"

Sekali lagi Kania menganggukkan kepalanya membuat Hendra baru akan berbalik tapi Kania menahannya, ia mengambil seutas kain yang berada diantara tumpukkan handuk dan menutup kedua mata Hendra dengan kain itu.

"Mengapa menutup mataku, sayang?"

"Shutt..."

Siapa yang menyangka jika Hendra sangat penurut, dia langsung diam dan setelah Kania mulai mencium bibir Hendra. Bibir yang sudah sejak lama ia dambakan.

"Kamu sedikit berbeda..." Hendra merasa curiga karena Rahayu tidak pernah seagresif ini sebelumnya, ia baru akan membuka penutup matanya namun Kania menahannya.

Kania kembali mencium bibir Hendra dan turun ke lehernya dan terus mengecup dadanya, ia sengaja mengarahkan tangan Hendra agar menyentuh tubuhnya sementara ia mulai menyentuh npusat tubuh Hendra, tapi sekali lagi Hendra merasa ada yang berbeda dengan sentuhan yang biasa ia dapatkan sehingga ia langsung menarik Kania berdiri tegak dan membenturkan tubuhnya ke tembok.

Tubuhnya sudah sangat menegang, ia sungguh tidak tahan untuk menyatukan tubuh mereka sehingga Hendra membuka penutup matanya namun betapa terkejutnya ia karena ternyata wanita yang sejak tadi menyentuhnya bukanlah Rahayu, istrinya melainkan Kania.

"DAMN!"

Seketika ekspresi Hendra berubah, ia langsung mengambil jubah mandinya dan memakainya lalu melangkah menjauh dari Kania.

"Keluar..." Usir Hendra dengan suara yang tertahan menahan amarah.

"Aku tahu kamu menginginkanku, Rahayu tidak ada disini jadi mengapa kita tidak melanjutkannya, aku berjanji tidak akan mengatakannya pada siapapun." Kania masih berusaha menggoda Hendra, ia memeluk tubuh Hendra dari belakang dan menyentuh pusat tubuh Hendra dengan lembut, namun bukannya tergoda Hendra malah semakin marah sehingga ia melepaskan pelukan Kania dengan kasar dan mendorongnya hingga terjatuh.

"Keluarlah sebelum aku menceritakan kelakuanmu pada Rahayu dan dia mengusir mu dari sini."

"Tapi mas...."

"AKU BILANG KELUAR!"

Sampai detik ini teriakan Hendra masih terngiang di kepalanya, Hendra menginjak-injak harga dirinya dan mencampakkannya, ia juga ingat saat Rahayu mengetahui jika ia menggelapkan uang perusahaan lalu mengusirnya dan Hendra terlihat seolah ia senang karena ia tidak membelanya sedikitpun malah menatapnya seolah ia kecewa padahal ia jelas-jelas menolakmu disaat mereka sudah nyaris bercinta.

Pria bodoh, jika saja ia dulu mau berselingkuh dengannya maka ia pasti akan masih hidup.

"Sayang sekali.. Hendra begitu bodoh...

Aku membenci pria bodoh.. Tapi aku lebih membenci pria yang tidak membalas cintaku..." Ia tersenyum mengangkat kepalanya.

"Hendra dan Rahayu, akan aku kirimkan kalian hadiah!" Ucapnya berbicara sendiri didepan cerminnya setelah selesai mengenakan anting-antingnya.

Kania masih tidak dapat berjalan dengan tegak, tapi ia tetap meneruskan langkahnya dan memasuki mobilnya dengan gontai.

Mobil yang dikendarai Kania melaju kencang menembus angin sehingga ia sampai dengan cepat kemudian mematikan mesin mobilnya dan turun dengan langkah gontainya.

"Hendra, lihat ini sayang... Aku sangat baik padamu hingga aku memberikanmu hadiah istimewa untukmu dan tentunya sekaligus menambah luka bagi istrimu Rahayu... Merataplah kalian di neraka sana." ucap Kania sembari menuangkan bensin kesetiap sudut kediaman Mina dan Arya.

"Menarilah bersama api..." Ucap Kania setelah memparkan korek api kedalam tumpahan bensin yang membuat rumah Mina yang terbuat dari kayu terbakar seketika.

"Oh, betapa baiknya aku..." Ucapnya menyeringai dan kemudian btertawa kencang dan menutupi suara teriakan Arya dan Mina yang terbakar di dalam rumah mereka, ia memperhatikan bagaimana api perlahan melahap habis rumah dihadapannya kini.

"Selamat bertemu kembali keluarga cemara. Aku akan segera membuat putri mu menyusul kalian semua Hendra dan tentunya semua ini untukmu kak Rahayu... Kakak ku tercinta..." Kania tertawa, mendengar teriakan minta tolong dari dalam rumah Mina dan Arya sungguh seperti sebuah musik berirama membahagiakan sehingga ia dapat menari-nari saat ini.

"Sungguh indah..." Kania menyeringai dan tertawa lepas, ia terus menari, langkah kakinya yang menari perlahan merasakan setiap jeritan terluka meminta tolong dari Mina dan Arya yang sedang terbakar di dalam sana.

Untung saja rumah mereka berjarak cukup jauh dari rumah penduduk lainnya jadi tidak ada yang mendengar jeritan mereka sehingga membuat Kania kembali tertawa.

Tapi langkahnya terhenti saat suara teriakan minta tolong itu perlahan menghilang.

"Menyebalkan! Mengapa mereka mati dengan mudah." Ucap Kania kesal, ia kemudian pergi berjalan kembali memasuki mobilnya dan melaju pergi,

"Ups... Aku sengaja menjatuhkannya." Ucap Kania sebelum memasuki mobilnya, ia sengaja menjatuhkan bros milik Randy agar Randy yang disalahkan atas kejadian kebakaran ini.

Tapi ia tidak sadar jika sebelah antingnya telah terjatuh dihalaman rumah Mina dan Arya.

Kania kembali tertawa, setelah mengingat kejadian yang dilakukannya.

Randy mengancamnya, ia mengatakan akan membongkar kejahatan masa lalunya jika ia melukai Mina jadi Kania sengaja melakukan semua itu agar Randy tidak bertindak bodoh dan akhirnya membawanya pada keterpurukan.

Dan kininia dapat mempertahankan posisinya tanpa gangguan dari siapapun, hanya tersisa satu lagi yaitu Maya dan menyingkirkan Maya bukanlah hal sulit baginya.

...

Maya menabur bunga diatas makam Mina dan Arya, akhirnya ia dapat tersenyum meskipun hatinya masih menangis pedih.

"Berbahagialah di sana..." Ucap Maya, ia telah ikhlas. Setiap manusia telah memiliki jalan masing-masing, itulah yang dikatakan oleh Marve dan ia harus melanjutkan hidupnya meskipun menyakitkan, tapi Marve bersamanya.

"Arya.. sampaikan salam rinduku pada mama dan papa. Kakak akan tetap berjuang mendapatkan hak kita kembali." Ucap Maya dalam hati.

Ia mengecup lembut batu nisan Arya dan Mina sesaat, menahan air matanya agar tidak kembali menetes.

"Bibi Mina, Arya... Berbahagialah, aku akan membahagiakan Maya dan melindunginya." Ucap Marve dalam hati.

Ia tidak menangis tapi bukan berarti ia tidak merasa sedih, iapun sama merasakan kesedihan yang mendalam namun jika ia memperlihatkan kesedihannya maka Maya akan semakin terpuruk.

"Sayang... Ayo kita pulang." Ajak Marve menyentuh bahu Maya lembut.

Maya mengangguk, ia menyentuh tangan Marve di bahunya, entah mengapa saat ini perasaan hangat menghinggapinya seakan Mina dan Arya tengah memeluknya kini.

Dengan menuntun Marve yang sudah mulai berjalan menggunakan tongkat, Maya melangkah pergi meninggalkan area makam.

Ia menoleh sejenak seakan melihat Mina dan Arya tersenyum melambai padanya.

Kenyataan ini sangat sulit diterimanya, tapi inilah kenyataan yang harus dihadapinya.

Mulai sekarang ia harus menjadi lebih kuat lagi.

...

Setelah menguatkan hatinya, Maya akhirnya memutuskan untuk melihat lokasi rumahnya yang sudah hangus terbakar.

"Dek... Jangan memaksakan diri." Ucap Marve menahan Maya yang hendak keluar dari dalam mobil yang mereka tumpangi.

Maya tersenyum dan menyentuh tangan Marve lembut.

"Aku hanya ingin melihat sebentar dan mas tunggu saja disini." Ucap Maya.

"Baiklah." Akhirnya Marve menurut, ia membiarkan Maya melangkah keluar dan memasuki halaman rumahnya.

Ia menatap bagaimana rumah ini sudah hampir rata dengan tanah, halaman yang dipenuhi bjnga telah menjadi layu.

Suara garing dari bibinya yang meneriakinnya tidak lagi terdengar, ucapan Arya yang menyebalkan saat ia selalu mengganggu Arya belajar.

Semua telah hilang menjadi arang.

Maya meneteskan kembali air matanya, penyesalan hanya membuatnya semakin tercekik dengan kesedihan.

Randy telah mendapatkan hukumannya, meskipun sampai detik ini ia tidak mengakui semua perbuatannya tapi setidaknya ia telah mendekam penjara.

Maya menarik nafas dalam dan menghelanya, membuang kesedihan di dalam hatinya dan berusahaan kembali melanjutkan hidupnya.

Tapi pandangannya teralihkan oleh benda berkilau dibalik batu yang terletak tidak jauh dari lokasi pembakaran, ia melangkah mendekat.

Sebuah anting dengan batu permata berwarna merah.

Sesuatu yang tidak mungkin dimiliki oleh Mina ataupun warga yang tinggal disekitar sini.

Maya menyentuhnya dan mengambilnya.

Siapa pemilik anting ini?

Maya berpikir sejenak...

Ia membulatkan matanya lebar setelah menemukan kemungkinan atas jawaban yang dicarinya...

mungkinkah...

***

Bab berikutnya