webnovel

Awal

Aku dan Leta mematung di trotoar ketika mendengar salah satu berita di televisi yang dipajang di toko elektronik di pinggir jalan.

"Seekor harimau lepas dari kebun binatang kota dan belum ditemukan hingga saat ini. Belum bisa dipastikan penyebab kandang kokoh itu hancur menjadi serpihan debu," ucap pembawa acara. "Area harimau dan singa di kebun binatang di tutup sementara. Pihak berwenang dan pihak kebun binatang masih mencari harimau ini, karena harimau ini termasuk yang paling buas dikarenakan baru tiba beberapa bulan lalu."

Kami hanya terdiam dan menatap televisi itu, walaupun berita saat ini telah beralih menjadi kasus korupsi.

"Itu beneran, Na?" Leta menyenggolku.

"Mungkin," ucapku ragu.

"Berarti kota lagi bahaya, dong," ucap Leta. "Ayo balik ke sekolah, Na. Serem, nih, kalo itu harimau tiba-tiba muncul."

"Ayo balik," ajakku.

Kami berjalan kembali ke sekolah. Soalnya hari ini ada klub membaca dan Leta secara tiba-tiba ikut bergabung.

Ketika kami melintasi lapangan, kami mendengar geraman rendah yang mengancam. Sontak, kami menoleh.

"Na, itu apaan tadi?" Aku bisa mengar suara ketakutan Leta. "Kok, kayak geraman gitu sih?"

"Jangan tanya aku, Let," Aku menggeleng takut dan memandang was-was kebelakang. "Aku juga enggak tau, soalnya."

"Ayo cepetan ke ruang klub, Na," rengek Leta.

Aku mengangguk. Kami berjalan ragu sambil sesekali memberanikan diri untuk menengok ke belakang.

Aku dapat merasakan ada yang menepuk bahuku.

"Waaa!" jerit Leta sambil melompat untuk bersembunyi di belakangku.

Orang itu, Leo, terbahak-bahak.

Leta memukul Leo, hingga Leo menyeringai nakal.

"Le,tadi itu sama sekali enggak lucu, loh," Aku menghela nafas lega.

"Sori," cengir Leo. "Habisnya, kalian kayak maling mau kabur aja. Takut-takut gitu, kan, jadi pingin ngejailin."

"Dasar biang kerok!" lengking Leta. "Jantungku rasanya mau copot tau gak, sih?!"

"Hehehe..." Leo hanya mengacak rambutnya.

"Dasar nyebelin," cibir Leta.

"Lagian kalian kenapa, sih? Kok, ketakutan gitu di sekolah," Leo tampak penasaran.

"Dasar kepo!" cibir Leta.

"Kamu enggak denger berita dari televisi di kafetaria?" tanyaku.

Leo mengangkat kedua alisnya, membuat wajah bingung yang menyebalkan.

Aku tau maksud dari raut wajahnya itu, "Berita apa yang kamu maksud".

"Kalau ada harimau yang lepas karena kandang besi itu hancur jadi debu," jelasku. "Padahal, itu harimau yang masih ganas karena baru datang bulan lalu."

"Oh," Leo ngangguk sok ngerti. "Gitu aja takut. Dasar cewek!"

"Heh! Tentu aja takut! Itu harimau! Masih ganas dan belum ditemuiin!" bantah Leta.

Aku menggeleng-geleng.

Kelebat cepat muncul dari balik semak-semak, membuatku terpaku dan sontak mencengkram pergelangan tangan Leta.

Leta menatapku bingung.

"Tadi..." gumamku.

"Tadi kenapa, Na?" tanya Leta.

Aku tidak berani menjawab. Aku sendiri tidak tau kelebat apa itu tadi.

Suasana hening. Aku tidak tau kenapa sekolah sesepi ini, padahal masih ada banyak murid dan guru.

1 menit.

3 menit.

5 menit.

Kelebat itu menerjang keluar. Menjejak di lapangan, 8 meter dari tempat kami mematung.

Hewan itu tampak gagah, menggeram dengan mengancam, memamerkan taringnya yang tajam dan mengintimidasi.

Hewan itu harimau.

"H-HARIMAU!!!" pekik Leta.

"Ssst..." Leo membekap mulut Leta. "Kalo ada yang datang, nanti semakin repot."

Hewan itu menatap kami dengan mata tajam yang tampak lapar dan bengis.

Nafasku tercekat. Mungkin, aku mengagumi spesies hewan ini ketika meliat dari luar kandang. Tapi, saat ini jarak kami hanya 8 meter tanpa penghalang sama sekali.

Grr... Geraman itu membelah kesunyian sekolah yang damai.

Aku bisa merasakan kakiku menjadi lemas.

"Aduh, Na..." desah Leta. "Kakiku gemeter, nih. Kita harus ngapain?"

"Lari?" usulku.

"Jangan," larang Leo. "Entar kita malah dikejar kemana-mana."

"Terus, kita harus diem aja disaat harimau itu akan menjadikan kita sebagai makan siangnya, huh?!" sewotku.

Leo cengegesan.

Harimau itu berjalan pelan menuju kami, seolah mengambil ancang-ancang untuk melompat dan menerkam kami.

Benar saja...

Harimau itu melompat ke arah kami. Tepat sebelum cakarnya menyabik Leta, Leo dengan sigap menyeretku dan Leta pergi.

Sekali lagi, Leo benar. Harimau itu mengejar kami hingga koridor, hanya berjarak 3 meter.

Harimau itu membuat pot-pot dan patung logo sekolah besar roboh dan hancur. Lukisan-lukisan karya murid yang digantung di dinding terkoyak akibat cakaran.

Leo mendorong kami ke tempat penyimpanan alat olahraga dan mengunci pintu setelah dia masuk.

Kami bersandar di dinding, duduk di lantai berdebu. Bersembunyi di balik rak tinggi yang penuh alat olahraga yang sudah udang.

Ruangan itu sepi, hanya terdengar nafas yang terengah-engah dan langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Sepertinya mereka mau tau apa yang ngebuat patung-patung berat itu hancur," gumam Leo.

"Dimana harimau itu?" desis Leta ketakutan. "Apakah dia nyerah?"

Aku mengangkat bahu. Sejak kami masuk, tidak ada gebrakkan di pintu akibat harimau yang mencoba masuk.

Suasana riuh di luar, semakin lama semakin teredam oleh sesuatu.

Aku menatap sekeliling. Sebenarnya itu tidak ada gunanya. Karena ruangan ini gelap.

"Perlukah kita menyalakan lampu?" tanya Leta. "Ini gelap sekali."

"Jangan, Let," cegah Leo. "Tunggu sampai orang di luar kembali."

Leta kembali duduk.

"Aku bosan terus di sini, Na," keluh Leta. "Aku mau kembali ke rumah dan menonton serial drama korea di laptop."

"Serius, Let?" Aku mengernyit. "Kita baru saja dikejar-kejar harimau buas, dan kamu malah mau nonton drakor?"

Leta cengegesan.

Dzing...

Kami terdiam. Itu bunyi apa?

Aku memberanikan diri untuk mengintip ke arah pintu masuk. Pintu itu masih tertutup rapat.

Plop!

Suara itu terdengar berkali-kali, sekitar 8×.

"Jangan bersembunyi, Gadis kecil~" Suara serak yang datar itu menyapa. "Kamu sudah ketahuan sejak lama."

Bab berikutnya