webnovel

SAYA BAYAR MAHAL, DEH!!!

"KURANG AJARR!!!"

"Kenapa marah, Nona? kami mau membantumu, kok. hanya saja, seperti yang kubilang tadi, ini bukan hanya masalah uang, Nona. Tapi masalah nyawa. Kau tahu, gold lux yang kau cari itu mungkin berada di tangan orang yang sangat berbahaya."

"Aku tak akan membayar dengan selain uang! kukira disini aku bisa menemukan orang hebat yang bisa membantuku. ternyata hanya hidung belang saja!!"

"HAHAHAHAH! NONA, kau ini selain berparas elok, kau juga lucu sekali! semua lelaki di dunia ini tentu saja hidung belang! ahahahha! yang selalu kami pikirkan dari wanita adalah.."

"...Susu..."

Mata semua orang tertuju pada seorang pemuda yang sedari tadi duduk di dekat tempat gadis itu berdiri. ia tampak seperti setengah mabuk. ia mengenakan coat hitam, dengan scarf merah terbalut di lehernya. Pemuda itu menyapu pandangan ke arah orang-orang yang tertuju kepadanya dengan tatapan tak peduli, seperti angin lewat saja. lalu ia mengangkat gelasnya dengan tangan yang bergemetar seperti orang mabuk. ia berambut pirang, dan terdapat rambut yang mencuat di kepalanya. matanya biru safir, namun sorot matanya terlihat lesu dan tidak bersemangat. pemuda itu

"Bartender, aku minta tambah susu..."

Semua orang di dalam ruangan itu melongo keheranan. masih dalam keheningan, si bartender lalu menuangkan susu ke gelas pemuda itu dengan tatapan aneh. pemuda itu menarik kembali gelasnya.

DORR!!

PRANGG!!!!

Gelas di tangan pemuda itu hancur ditembus peluru yang datang dari arah pintu masuk bar. pemuda itu memandangi gelas di tangannya yang kini sudah tinggal gagangnya dengan tatapan serius. Tanpa terlihat terkejut.

"KEKEKEKEKEK! KENAPA? KALIAN SEMUA TERKEJUT YA MELIHAT KEDATANGAN KAMI, COYOTE BROTHERS!"

Biarpun hanya beranggotakan tiga orang, coyote brothers adalah outlaw yang sudah cukup terkenal di wilayah Redsand. kejahatan mereka banyak meresahkan orang-orang kota, mulai dari merampok bank, memperkosa, dan berbuat kekacauan di kota. pernah suatu waktu seorang sherrif muda yang baru saja diangkat menjadi pelindung kota bertemu dengan mereka di sebuah Saloon. tanpa ragu mereka menembak sherrif muda tersebut di tempat karena menegur mereka.

sambil tertawa mengerikan, mereka bertiga berjalan menuju meja bartender.

"Wah wah wah, beruntung sekali kita, Kakak! datang-datang sudah disuguhi gadis manis.. kekekekek"

"Kita bawa saja, ya? kita bawa? Nanti kita nikmati bersama, Kakak." seorang termuda di antara mereka berkata dengan nada yang terdengar seperti orang yang suka main gila.

"Boleh... tapi, aku dulu yang mencicipi. hehehe." seorang pria kekar mengenakan jas lusuh yang tampaknya adalah kakak yang paling tua dari coyote brothers mendekati gadis itu lalu duduk disebelahnya. Gadis itu tampak bingung dan ketakutan. kalau para hidung belang tadi yang menggodanya ia masih berani, namun kalau di hadapan bandit sungguhan, ia tak mampu bercakap apa-apa. Lidahnya kaku dan pelu, kakinya gemetar, tubuhnya lemas. Pria besar itu lalu mengelus dagu gadis itu dengan jari-jarinya yang besar dan kasar.

"Nona manis, santai saja. silakan duduk. hehehe." gadis itu terpaksa duduk mengikuti perintah pria besar itu dengan ketakutan. tidak ada seorangpun pria di dalam bar itu terlihat berani menolong gadis itu. mereka semua tampak ketakutan, beberapa dari mereka sudah keluar diam-diam dari tempat itu tanpa ketahuan. ada yang bersembunyi di balik kursi sambil gemetar ketakutan. ada juga yang sampai terkencing-kencing di celana.

"TUNGGU APA LAGI?! BIR! CEPAT BERI KAMI BIR DINGIN! KAU TIDAK TAHU HARI INI PANAS SEKALI??"

DOR! DOR!

coyote brother yang paling tua itu menembak beberapa botol anggur yang dipajang di belakang meja bar. "BAIK!!" bartender yang sedang panik itu mengambil tiga gelas bir. dua orang coyote lainnya mengambil tempat duduk, namun salah satu tempat duduk masih ditempati oleh pemuda dengan scarf merah yang masih saja menatapi gelasnya dengan serius.

"MINGGIR KAU!! KEKEKKEKEKEK"

DUAK!

pemuda itu jatuh tersungkur di lantai. biarpun tubuhnya kurus kering, coyote kedua ini cukup kuat untuk mendorong pemuda itu hingga jatuh.

"Kakak, aku sudah tidak tahan. ayo kita bawa saja gadis ini, ya? kita bawa ya? eehehehe.. biarpun badannya kecil, tapi dia cukup.. "BESAR" eheheheh" dengan tatapan bergejolak oleh nafsu birahi, coyote termuda itu menatapi tubuh gadis itu tanpa henti seolah sedang menggerayanginya.

"Aduhh manisnya.. aduh besarnya... aku sentuh ya?? pahanya... uuhhh.. aku sentuh yaaa?? aku mau sentuh itunyaa... mau sentuh.."

"...Susu..."

Coyote ketiga yang berbadan gemuk pendek itu melongo, ia mengerling mencari siapa yang lancang memotong pembicaraannya.

"...Susu..."

Suara itu terdengar lagi. lirih. Suara itu keluar dari mulut pemuda yang tadi jatuh tersungkur didorong oleh coyote kedua. Perlahan dia mulai berdiri. Para coyote terdiam mencoba menerka apa yang akan dilakukan pemuda aneh ini selanjutnya. pemuda itu lalu berbalik arah, menatap ke arah si coyote yang tadi mendorongnya dengan kemarahan. pemuda itu siaga, mengepalkan tinjunya.

"KEMBALIKAN SUSUKUUU!!!!!!!" pemuda itu berteriak sambil menerjang coyote kedua.

PLOK!

tanpa sempat dihindari, kepalan tinjunya mendarat telak di pipi coyote itu. Namun...

"LEMAHHH!!!"

Orang-orang yang sedari tadi menonton mereka dari sudut bar mengolok-olok tinju pemuda itu yang tidak membuat coyote kurus kering itu bergerak. pukulannya begitu lemah seperti orang menepuk seekor nyamuk di pipinya.

"KALAU LEMAH JANGAN SOK JAGOAN, HEY!!" timpal yang lain. si coyote kurus yang tadi sempat terkejut melotot ke arah pemuda itu.

"KURANG AJAR!! BIARPUN PUKULANMU TIDAK SAKIT, TAPI KAU KURANG AJAR!!" coyote kurus itu lalu menyeringai, memperlihatkan giginya yang ditambal emas. ia mendorong pemuda itu, lalu merogoh revolver hitam legam yang terpasang di sabuknya. mengarahkan revolver ke pemuda ber-coat hitam itu.

DORR!!

tembakan itu meleset, terkena lantai, lalu terpantul ke langit-langit.

DORR! DORR! DORR!!!

tembakan lainnya menyusul, namun tetap meleset, pemuda itu dengan gesit menghindari peluru itu. ataukah itu hanya kebetulan? kakinya seolah olah menari saat peluru-peluru itu melewati tubuhnya, dan salah satunya hampir mengenai lehernya. Dua orang coyote lainnya hanya tertawa terbahak-bahak sambil menenggak bir. Melihat kesempatan itu, gadis muda berambut pendek sebahu itu mengendap-endap bersembunyi di balik meja bar. lalu meringkuk. ia memang membawa sebuah pistol, tapi ia tak berani untuk menembakkannya. ia tak pernah membunuh apapun selama hidupnya, terkecuali serangga. pernah seekor kupu-kupu hinggap di hidungnya ketika ia sedang tidur siang di kursi di depan rumahnya dengan santai. seketika ia panik. menggelengkan kepalanya agar kupu-kupu itu terbang, lalu ia mengambil revolver yang berada dekat pintu rumahnya. lalu menembaki kupu-kupu itu dengan sembarangan, dan secara kebetulan salah satu pelurunya berhasil mengenai kupu-kupu itu. ayahnya seorang gunsmith. Tidak heran jika dirumahnya terdapat berbagai macam revolver, pistol, dan senapan. ayahnya mengajarinya menembak sewaktu ia kecil, namun itu hanya menembak target di halaman belakang rumahnya. menembak manusia, ia tidak pernah.

Dengan lincah, pemuda itu masih menghindari peluru-peluru yang menghujaninya. bar itu kini kosong melompong karena semua orang yang berada di dalamnya telah lari terbirit-birit keluar dari bar. menyisakan pemuda itu, si gadis, dan para coyote brother di dalamnya. dua orang coyote lainnya yang tadi terbahak-bahak kini ikutan kesal, mereka mengeluarkan revolver mereka dan ikut menembaki pemuda tersebut.

DOR! DOR! PRANG!

benda-benda dan botol anggur di bar itu pecah tertembak peluru yang memantul.

"CIH! GESIT SEKALI!! " coyote tertua semakin kesal.

CLAK! CLAK! CLAK!

tampaknya pelurunya tanpa ia sadari sudah habis. dengan cepat ia mengambil beberapa peluru yang disabukkan di pinggangnya lalu mengisi ulang revolvernya.

pemuda yang ditembaki itu melompat ke kursi, lalu melompat lagi ke atas meja bar, ia lalu meloncat ke arah coyote yang sedang mengisi peluru. lalu menendang wajah coyote itu.

DUAKK!!

coyote itu tidak bergeming. walaupun tendangannya kena telak, tapi..

"LEMAHH SEKALI!!" sahut coyote itu mengolok.

"Aduduh, sakit" ia memegangi kakinya yang kesakitan karena gagal menjatuhkan lawannya. ia terpojok, tiga coyote itu sudah berbaris di hadapannya dengan menodongkan revolver mereka.

"AMBIL INI!!!" suara gadis itu memecah suasana. membuat para coyote itu sempat menengok ke belakang.

WUUNG! WUUNG!

TAKK!!

sebuah pistol, terbang mengenai kepala coyote pertama dan memantul ke atas, lalu jatuh berputar ke arah pemuda itu.

"KAKAKK!!!"

dua orang coyote lainnya terbelalak.

"KURANG AJAARR!" para coyote itu marah lalu menembaki meja bar yang menghalangi gadis itu.

"KYAAAAH~!!!"

DOR! DOR! DOR!

Tiga suara ledakan itu membuat gadis itu ketakutan dan menutupi telinganya. Namun, setelah tiga ledakan tadi. tidak terdengar lagi suara tembakan. gadis itu menengok ke arah suara tembakan, ia terkejut. tiga orang coyote yang menyeramkan itu kini telah jatuh bersimbah darah di atas lantai kayu. ia melihat pemuda itu memegang pistol yang tadi ia lempar sambil berjalan ke arah coyote kedua yang bergigi emas itu, merogoh sakunya, lalu mengambil sekantong uang.

"Ini untuk ganti susuku..." pemuda itu lalu berjalan ke arah pintu sambil mengantongi kantong uang itu ke saku kanannya.

"TUNGGU!"

Kata itu meluncur bukan dari mulut gadis tadi, melainkan seseorang yang kini berada di depan pintu masuk bar yang sedang menodongkan senapan laras ganda dengan sebelah tangannya ke arah pemuda itu. umurnya sekitar 30 tahun. pakaiannya rapi, kemeja dan jas hitam, topi bundar, dan lambang berbentuk bintang berwarna emas di dada kirinya. Suaranya berat dan tegas.

"Kau ikut aku, kau ditahan!

******

"HEI LUKE!.. LUKE! HEI, TUNGGU!!" Ruka, nama gadis itu. Ia memanggil nama pemuda itu, namun pemuda itu sama sekali tidak menoleh.

"Namamu Luke kan?"

Pemuda itu lalu berbalik. Masih dengan tatapan kosong seolah tiada semangat hidup.

"Ya?"

"Kau tidak boleh pergi dulu!"

"Kenapa?"

"Dasar bodoh! Kau berhutang padaku! Kau rupanya sudah lupa ya siapa yang menebusmu agar bisa keluar dari penjara?" Suaranya manis, namun sedikit galak.

"Ah, terima kasih."

"Itu saja? Terima kasih saja tidak cukup, bodoh! Kau berhutang 9.000 Dollar!" Ruka menjitak kepala Luke.

"Aw, maaf, tapi untuk apa kau menebusku?" jawab luke sambil mengelus kepalanya yang tampaknya sedikit membenjol.

"Tentu saja untuk membantuku. Kau kan tadi dengar pembicaraanku di bar. Aku mencari seseorang untuk membantuku. Dan ketika melihat aksimu tadi aku kagum. Kau sepertinya cocok dan bisa diandalkan."

"Hoo... "

"Aku telah menebusmu sebesar 9.000 Dollar kepada sherrif. Anggap saja itu uang muka untuk menyewamu. Dan kau tidak bisa pergi begitu saja karena sudah kubayar. Kalau kau tidak mau, aku akan menyerahkanmu kembali ke sherrif karena kau tidak bisa mengembalikan uangku." Ruka menyeringai.

"Ah, kalau begitu, kembalikan saja aku ke penjara. Aku tidak mau membantumu, itu merepotkan. Dan aku juga tidak bisa membayar kembali."

"Ho ho ho hoh!" Ruka tertawa licik. "Kau yakin? Apa kau tidak tahu apa akan dilakukan orang-orang penjara pada pemuda tampan sepertimu?" lanjutnya. "Kau tidak akan tenang siang-malam. Sesuatu yang berharga darimu akan direnggut. Ohohohohoho! Jika memang mau kembali, sana! Selagi kita masih di depan kantor sheriff. Ohohoho!" tawa ruka semakin terdengar mengejek.

Luke keringat dingin, tak sanggup ia membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika ia masuk penjara. ia jatuh terlutut, tangannya menyentuh tanah. Wajahnya yang hampir tak pernah menunjukan ekspresi itu tiba-tiba menjadi pucat. Wajahnya semakin pucat kalau membayangkan orang-orang penjara yang bau dan berbadan besar itu sedang melakukan hal yang tentunya tidak ingin dialami oleh lelaki manapun. Luke merasa mual. Rasanya seperti ingin muntah.

"Ba.. baiklah.. aku akan ikut... " jawab Luke terpaksa.

"Bagus! Anak baik, Sekarang, panggil aku Nona Ruka!"

"Ba.. Baik Nyonya Ruka!"

"AKU MASIH GADIS, HEI! PANGGIL AKU NONA!"

DUAK!!

Tinju Ruka mendarat di pipi Luke yang sedang berlutut.

Sambil berlutut Luke mengelus-elus pipinya yang kesakitan. Baginya, gadis ini kuat sekali. Di masa kecilnya, Luke jarang keluar rumah, ia lebih sering bersantai di dalam rumah, melihat keluar jendela sambil menunggu kakak perempuannya membawakannya segelas susu. Ia gampang letih dan jatuh sakit. Karena itu kakaknya melarangnya keluar rumah, dan selalu memberinya susu agar ia kuat.

"Tolong saya, Tuan. Saya pasti akan membayar anda. Tolong temukan putri saya." Seorang pria tua tak jauh dari situ tampak sedang memohon kepada seorang pria berjubah coklat yang berbadan tegap dan gagah. Pria itu menghisap cerutunya, lalu menghembuskan asap cerutunya ke arah pria paruh baya tersebut.

"MINGGIR! CARI SAJA SENDIRI!" tanpa sedikitpun rasa iba, pria berjubah coklat itu menendang pria tua yang sejak tadi mengemis-ngemis meminta tolong kepadanya.

"Tapi, Tuan. Tuan orang terkuat disini, kemampuan Tuan tidak diragukan. Hanya tuan yang dapat menolong saya. Tolong saya, Tuan... Tuan??" Tanpa memperdulikan pria tua itu, pria berjubah coklat itu menaiki kudanya, dan beranjak pergi. Pria tua itu terlihat sangat sedih sekali.

"Anda tidak apa-apa pak?" mendengar suara yang begitu lembut, pria tua itu menengadahkan kepalanya. Ia teringat kembali akan anak gadisnya yang seumuran dengan Ruka, yang tadi menyapanya."

"Putriku... anak perempuanku... " pria tua itu terisak. "Mereka mengambilnya. Hartaku, nyawa istriku, dan anak gadisku..." lanjut pria tua itu.

"Siapa yang mengambilnya, pak? Apakah sherrif sudah mencarinya?"

"Perampok... perampok itu datang pada malam hari.. sherrif sudah mencarinya, dua orang deputi tewas. Sherrif kembali tanpa membawa anakku. Sherrif bilang mereka terlalu berbahaya, senjata mereka tidak biasa. Dan memintaku untuk mengikhlaskannya saja. Oh, andaikan tuan yang gagah tadi mau membantuku. Tentunya mungkin Anakku bisa diselamatkan."

Senjata tidak biasa? Ruka berpikir, kemungkinan itu adalah salah satu benda yang ia cari-cari. "Dasar Sherrif tidak bertanggung jawab. Kemana mereka perginya, pak?" tanya Ruka kembali.

"Tidak bertanggung jawab, katamu?" pria dengan lambang bintang di dada kiri bertuliskan "sherrif" yang sedari tadi mendengar keributan dari dalam kantornya yang di dekat itu berjalan mendekati mereka yang kini dikerumuni banyak orang.

"Mengapa kau tidak mencarinya? Kau kan sherrif. Kau memiliki tanggungjawab!" Ruka merasa kesal. Menurutnya, sherrif haruslah bertanggungjawab demi melindungi warga kota.

"Kau tidak tahu apa yang kami hadapi, Nona." Sherrif itu membuka jasnya. Ruka terkejut. Lengan kiri sherrif itu terlihat lubang bekas peluru di tiga tempat. Salah satunya berada di lengan, tepat di bawah bahu. Peluru itu sepertinya telah merusak tulangnya. Ruka kini sadar kenapa tadi ketika di bar, sherrif itu hanya menggunakan sebelah lengannya untuk menodongkan senjata. Sherrif itu tidak lemah. Ia tetap bertahan walaupun dengan luka bekas peluru yang seharusnya sudah diamputasi. Ia sama sekali tidak terlihat kesakitan. "Dua orang deputi itu adalah sahabatku, kami mengejarnya hingga sungai yang terletak di kaki bukit. Jumlah mereka banyak. Sekitar sepuluh orang. Dan pemimpinnya. Ia memegang senjata yang tidak biasa. Senjata itu bisa memuntahkan peluru dengan sangat cepat, berbeda dengan revolver schofield milikku. "

"Red Vulture" Ruka teringat akan satu jenis senjata yang pernah dibuat oleh ayahnya. Red Vulture berbentuk pistol, namun diciptakan sedemikian rupa supaya bisa memuntahkan peluru berkali-kali dengan cepat, dan begitu juga untuk reloadnya. Suatu senjata yang akan menjadi sangat berbahaya jika digunakan oleh orang-orang tak bertanggungjawab.

"Bukannya aku tidak bertanggungjawab, Nona. Saat kembali, dengan kondisi seperti ini, tentunya aku tidak bisa lagi mengejar mereka. Luka ini masih segar, baru dua hari. Aku lebih memilih untuk menjaga kota ini lebih lama lagi. Maafkan saya, Pak tua. Kalau luka ini sudah sembuh. Aku pasti akan mencarinya kembali." Sherrif lalu menuntun pria tua itu untuk berdiri.

"Red Vulture, ya, menarik. Aku harus mengambilnya kembali." Ruka tersenyum lebar. "Sherrif, jika aku bisa mengembalikkan Anak gadisnya.."

"Aku akan kembalikan 9.000 Dollar milikmu." Sherrif memotong perkataan Ruka sambil tersenyum getir. Antara ia tak percaya, khawatir, atau meremehkan? Ia lalu berjalan kembali menuju ke kantornya, menutupi luka di tangan kirinya itu dengan jasnya.

"BAIKLAHH!! AYO KITA BERANGKAT, LUKE!"

"Merepotkan... " jawab Luke tak bersemangat.

"GRRRR" Ruka geram, matanya melotot tajam ke arah luke. ia mengepalkan tinjunya seolah mengancam. Walaupun begitu, karena Ruka adalah gadis yang manis, betapapun ia berusaha terlihat menyeramkan, ia tetap terlihat seperti seorang gadis yang manis.

"Baiklah...ayo berangkat... Nona."

"OKAY! Tenang saja, Pak. Kami pasti akan membawa kembali putri anda. Dan mendapatkan kembali uangku tentunya. Hehehehehe." Dengan penuh semangat, Ruka memberekan barang-barangnya dan menaruhnya di tas besar yang diikatkan di kudanya yang diikat tak jauh dari kantor sherrif. Ia lalu meloncat naik ke atas kudanya dengan mudah seolah sudah sangat handal dalam berkuda.

"Terima kasih, Nona." pria tua itu merasa agak lega, tentunya ia harap-harap cemas. Ia berharap anak gadisnya dapat kembali.

"serahkan saja padaku!. LUKE! Ayo naik! Tunggu apa lagi?"

"HUPLAH!" Luke melompat, tangannya sudah sampai di punggung kuda milik Ruka. Namun terpeleset.

GUBRAK!!

Luke terjungkal. "Adududuh"

Ruka tercengang "DASAR BLOON!!!!" Ruka segera turun dari kudanya. "CIH! Sudah bodoh, Lemah sekali kau ini, masak naik kuda saja tidak bisa? Sini aku bantu!" Ruka membantu Luke menaiki kudanya. Luke berhasil menunggangi kuda itu, walaupun terlihat amat kikuk seperti takut terjatuh.

"Jangan banyak gerak, nanti.."

"HIIIHEEEEE!!!!" kuda itu meringkik terkejut, sepertinya taji di sepatu Luke tidak sengaja mengenai Pahanya. Naluri kuda yang terpatuk taji, kuda itu lalu berlari menjauh. Menjauhi Ruka. Yang melongo melihat kebodohan rekannya.

"WHOOAAAAAAAHH"

"HEEEEII!!! TUNGGU AKUUUU!!! HEEEII!!!"

*****chapter one end

Bab berikutnya