webnovel

CHAPTER 5 : KALA SENJA DATANG

Sore itu aku sangat mengantuk mungkin karena terlalu lelah dengan pekerjaan. Tanpa berpikir panjang aku menyeduh coffe di meja berharap rasa kantuk ini segera hilang. Hanya aku sendiri di dalam office, semua orang telah pulang. Dalam keheningan aku menjadi terlena, terlalu sayang jika kesempatan ini dilewatkan sampai akhirnya aku tertidur pulas.

Begitu terkejut diriku saat membuka mata terbangun dari tidur. Ruang kerjaku menjadi berantakan, ada apa ini? Apa aku melantur saat tidur tadi? Aaaahhh itu rasanya tidak mungkin.

Segera kubereskan ruang kerja yang berantakan, lebih terkejut lagi diriku saat menemui uang anggaran perusahaan yang hendak aku setor ke bank tak ada di lokerku. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?

Aku mencari ke semua sudut, dan celah barangkali terjatuh, hanya kehampaan yang kutemukan, "Haaaah—merepotkan saja, yang lebih penting aku harus menutupinya dulu"

Terlintas di benakku tuk menelepon seseorang, "hallo… tante, bagaimana kabarnya? Aku tadi liat postingan tante di Instagram cantik sekali lhoo hehe. Syalnya benar-benar cocok dengan warna rambutmu, kau beli dimana syal itu?"

"hhmmm—jadi mau minta berapa?" tanya tante to the point

"waaaaahhhh… tante luaaaar biasa, langsung tau apa yang keinginanku ahaha"

"tak usah menjadi penjilat—kau pikir aku mengenalmu baru kemarin?"

"wahahaha—jahat sekali tante ini… sebenarnya aku sedang dalam situasi yang cukup rumit. Singkatnya bisakah aku pinjam uang sepuluh juta rupiah?"

"yaa" setelah jawaban singkat itu dia menutup teleponnya, duuhh—orang ini sinis sekali. Jika kau terus seperti itu kau bisa jomblo seumur hidup lhoo tante, yaaa tapi harus aku akui kau memang orang baik.

Oke saatnya pulang.

Sayang sekali di pabrik kalau malam liftnya mati terpaksa aku harus menuruni tangga. Yang benar saja ini lantai 13 lhhooo… sampai bawah mungkin aku sudah tidak punya tenaga kembali ke rumah.

Tunggu… sepertinya ada seseorang yang membuntutiku, apa aku ketauan? Sebaiknya kupastikan dulu, lalu aku berlari untuk memancingnya supaya mengejar diriku.

Beberapa anak tangga telah aku turuni, dan dia sudah semakin dekat. Baiklah saatnya kau pura-pura jatuh saja biar dia menolongku

"hei nona kenapa kau terus berlari daritadi" kata satpam

"hehe—maaf pak aku kira kau hantu jadi aku lari" kataku

"apaaa? Apa semenakutkan itu mukaku?"

"yaaa kalau aku perhatikan dengan seksama muka bapak memang menakutkan, apalagi di bawah kelopak mata anda terlihat hitam seperti zombie"

"haaahh-bercanda mu tak lucu nona, aku hanya kurang tidur saja, bagaimana lagi pekerjaan ini menuntutku untuk tetap terjaga di malam hari"

Warna hitam di bawah kelopak matanya itu, bukan sekedar efek kurang tidur. Itu pasti dikarenakan stress yang berlebihan. Kekurangan zat besi dalam jumlah banyak menjadi sebab utama memiliki kantung mata hitam. Apalagi pipinya terlihat ompong dan terlalu ceking untuk pria seumurannya. Terlebih lagi dia terus saja mengusap hidungnya, semua petunjuk ini semakin jelas.

Sesampainya di bawah aku bertemu dengan Ringgo, aku menceritakan bahwa ada zombie di pabrik kertas. Jelas, dia takkan percaya dengan itu, hanya menganggap ucapanku sebagai candaan. Laki-laki ini malah menyangkutpautkan diriku yang terlalu lelah bekerja, menyaranku agar lekas pulang.

Aku menjadi tak sabaran hingga menyeretnya kembali ke dalam pabrik, untuk membuktikan apa yang kukatakan bukanlah kebohongan belaka. Selain itu, sejak hari pertama magang tempat ini sudah terasa aneh, bahkan Ringgo juga merasakan anomali pada sikap karyawan gudang. Aku menjadi salut, karena bukan hanya diriku yang menyadari kejanggalan itu.

Ringgo kembali pada percakapan tentang barang yang diterur oleh pelanggan, saat ia memeriksma barang retur dari pelanggan, ia sama sekali tidak menemukan kecacatan dalam barang tersebut. Tapi kenapa malah di retur, bukankah itu aneh? Itu membuatnya semakin penasaran. Lalu ia menyelidiki lebih dalam, ternyata dalam pengiriman barang tersebut terdapat paket yang tidak dikirimkan. Itu alasan pelanggan meretur barangnya.

"lalu apalagi yang kau tau?"

"paket yang tidak dikirimkan itu sangat mencurigakan karena tidak ada deskripsi jelas apa yang ada di dalamnya. Saat aku kembali ke gudang, tiba-tiba aku menjadi pusing dan mual. Aku hanya membuat alasan kepada Leo bahwa aku terlalu banyak makan cabe, tapi efek pusing ini adalah disebabkan dari asap sisa pembakaran kertas. Tapi jika itu kertas biasa seharusnya tak menimbulkan efek halusinasi" ungkap Ringgo

"tak salah lagi—itu adalah marijuana" balasku

"yaaa—aku juga berpikir demikian. Jika spekulasi kita mendekati kebenaran, maka tak diragukan lagi bahwa perusahaan ini adalah tempat memproduksi marijuana. Mungkin ini adalah modus baru mengolah marijuana menjadi kertas, sehingga tak ada yang menyadari bahwa kertas itu berbahan dasar marijuana. Ketika dibakar maka akan menimbulkan efek halusinasi"

Di tengah pembicaraan, kami bertemu lagi dengan Pak Satpam

"bukankah tadi kau tadi sudah dimakan zombie pak? Kemana zombienya?"

"haaahhh—zombie? Bercandamu jelek sekali tak ada zombie di sini? Memang zaman apa ini?"

"haaaah—apa kau mempermainkanmu? Bukannya kau tadi yang memintaku untuk mencari bantuan? Itu buktinya ada bekas sayatan di hidungmu! Pasti habis dicakar zombie tadi?"

"tidaaak nona—ini hanya karena flu saja" aku malah berdebat dengan satpam bodoh ini

"sudahlah-sudahlah Alice, mungkin kau memang kelelahan—pak satpam ini juga mengatakan tak ada zombie di sini? Ayo kita pulang saja" kata Ringgo

"TUNGGU—maaf sekali bukankah ini sudah terlalu malam. Apa sebaiknya kalian tidak menginap di sini saja. Di luar sangat bahaya lhoo sering terjadi kasus perampokan!" kata Pak satpam

"yaa—sepertinya aku harus menolak kebaikan hatimu Pak" kataku

"waahahahaha—menarik sekali, karena kalian sudah terlalu banyak tau, tentu saja aku tak akan membiarkannya" balas satpam

Dari arah pembicaraan Pak Satpam mungkin dia telah mendengar obrolonku dengan Ringgo sebelumnya, spontan aku menendang tulang kering satpam di depanku, terus berlari menuju pintu keluar. Tendangku barusan setidaknya bisa menghambatnya untuk mengejar kami. Sekuat tenaga kami berusaha untuk keluar dari sini. Tempat ini sudah tidak aman lagi.

Hossshhh… hooosshhh.. nafasku mulai terengah-engah, tapi untunglah satpam itu sudah tak terlihat, nampaknya dia terhambat dan kami berdua berhasil lolos. Realita berkata pikiran itu terlalu naif, seseorang menghadang kami dari depan. Sudah pasti dia adalah komplotannya.

"sebaiknya kalian menyerah anak muda, tenang saja aku tidak akan melukai kalian" kata orang yang di depan kami

Gawat kita harus mencari jalan lain. Saat aku berpikir untuk kembali, di saat itu pula satpam muncul di belakang kami. Yaa dia berhasil mempersempit jarak dan mengepung kami.

"bagaimana ini Alice?" tanya Ringgo

"sepertinya tak ada jalan lain—selain bertarung"jawabku

"yaa kau benar" kami langsung membentuk posisi membelakangi untuk saling melindungi

Satpam di depanku mulai menyerang, ia tidak memukulku tapi berusaha untuk meraih bajuku. Aku berhasil menghindar, ku balas dengan upper cut

"Arrrggghhh… dasar jalang sebenarnya aku tidak ingin melukai perempuan. Tapi kau yang memaksaku" dia mengerang lalu meraih tongkat yang ada di pinggangnya

Sambil memainkan tongkat itu dia mendekatiku lagi. Sedangkan di belakangku juga terjadi perkelahian yang panas.

Ringgo memulai serangan kepada lawan dengan tendangan kaki kanan. Dengan mudah lawan mampu menangkis menggunakan kedua lengan. Balasan dilakukan dengan tinju tangan kanan. Dengan gesit Ringgo berhasil menghindarinya. Tapi pukulan bertubi-tubi dilakukan oleh lawan. Ringgo berhasil menangkap lalu membantingnya sekuat tenaga.

Sedangkan aku juga merasa was-was karena lawanku menggunakan senjata.

Dia melancarkan serangan dari atas, tapi aku meloncat ke samping sehingga serangannya mengenai lantai. Kemudian aku melompat dan berusaha melakukan tendangan di atas kepalanya. Pintarnya dia menangkis dengan tongkat.

Ia membalas dengan seluruh kekuatan menggunakan tongkat di tangan kanannya untuk memukul perutku. Aku kena telak, tapi dengan balasan yang setimpal aku memukul wajahnya dari sudut kiri. Aku masih melanjutkan serangan ini yaitu berlari ke dinding melakukan lompatan dengan dinding sebagai tumpuan. Lalu menghajar wajahnya.

Satu serangan dengan dengan dorongan ini cukup kuat untuk membuatnya terkapar—Sepertinya aku menang.

"hahaha—itu mustahil" kata lawan Ringgo, mengunci Ringgo dengan sebuah pisau

Melihat Ringgo yang terancam aku berusaha untuk menyelamatkannya. Tapi aku mengurungkan niatku. Hingga sebuah tongkat mengarah dari belakang, rupanya si satpam masih bertahan. Karena aku kaget jadi tak sempat menghindar, dan aku tangkis dengan tangan kiri, berakibat terpental penjuru laintai.

"aaarrgghhh sakit sekali. Rasanya tulangku patah" aku mengerang kesakitan

Akhirnya kami terpojokkan, pukulan di tengkuk leher dilancarkan membuat kami berdua jatuh pingsan. Sesaat samar-samar aku mendegar pembicaraan mereka.

"bagaimana ini apa kita bunuh saja"

Tangan kekarnya itu lalu membungkam mulutku hingga aku sesak dan hilang kendali atas tubuhku.

Entah berapa lama aku pingsan, akhirnya aku pun tersadar.

Suara yang tidak jelas memanggilku, pandanganku masih kabur

'Alice… Alice…' begitu katanya

Ternyata itu suara Ringgo yang meneriakiku. Sepertinya dia ingin memberitahu sesuatu yang penting. Aku melihat dia tak jauh di depanku, tapi tangannya terikat.

Aahh betul juga, aku juga terikat makanya tubuhku tak bisa digerakkan.

Pipiku terasa gatal, basah dan lengket. Aku melirik ke sebelah kiri.

"Baaaangggssaaatt!" ternyata seorang pria menjilat pipiku—langsung aku meludahi wajahnya.

"siaaallaan kau jalang" kata pria itu, dia menamparku ganas

"heeiii Alice bertahanlah" teriak Ringgo

"heeii nona jangan kasar begitu… biarkan aku ini sedikit menikmati keindahan parasmu ini. Sungguh mubazir kalau tidak ada yang menikmatinya hahahaha" lanjut pria hidung belang

"ciiihh… aku tak sudi melayanimu… lebih baik aku mati"

Lalu dia kembali memukulku" coba saja kita lihat seberapa tinggi harga dirimu hahaha"

Ia mulai membuka kancing bajuku, "hentikann atau aku akan membunuhmu" ancamku. Seseorang tolong aku! Siapa saja kumohon, aku tak sudi pria ini menyentuhku, apalagi di depan Ringgo.

Tookkk… tookkk… tookk… suara ketukan pintu, untunglah itu mengalihkannya. Kuharap tidaka akan menjadi lebih buruk.

"haaah itu pasti si boss—dasar boss dasar tidak pengertian, menganggu kenikmatanku saja" keluh si pria hidung belang sambil membuka pintu, "heeiii boss—biarkan aku bersenag-senang sedikit"

Sebuah kursi melayang menghantamnya, belum sempat melakukan perlawanan beberapa orang langsung memborgolnya—mereka adalah polisi.

"haaahh—syukurlah kau datang Obama… terima kasih" kataku

"heeiii—kenapa kau lama sekali? Bukankah aku sudah memberitahumu saat di perempatan tadi?" ucap Ringgo

"maaf-maaf teman-teman aku harus memberikan bukti yang kuat terlebih dahulu kepada senior supaya mereka percaya, bahwa pabrik ini digunakan sebagai tempat produksi narkoba. Apa kalian baik-baik saja?"

"tentu saja tidak—bodoh" balas Ringgo

"sudahlah tolong lepaskan ikatan ini… sisanya kuserahkan padamu. Aku ingin pulang" jawabku sambil mengelus tangan kiriku yang lebam.

Kedua satpam dibawa polisi untuk interogasi, untuk mendapatkan informasi keberadaan bos mafia yang menjadi buronan polisi bertahun-tahun. Demi mendapatkan informasi itu, pihak kepolisian meminta kami untuk menyusup ke pabrik kertas dan tetap menjadi karyawan magang di perusahaan tersebut.

Apa yang kami rencanakan tak berjalan mulus, kemungkinan ahli strategi sang mafia telah mengetahui penyergapan yang hendak dilakukan. Langkah itu dimulai dengan pemecatan kami berempat siswa SHS sebagai karyawan magang dalam perusahaan kertas.

Kalau memang benar begitu, polisi telah kalah dua langkah sebelumnya, karena rencana pemecatan kami dimulai saat senja menjemputku di ruang kerja. Pada saat itu seseorang telah mencampurkan marijuanan ke dalam coffeku sehingga membuat aku tertidur, lantas orang itu mencuri uang di dalam lokerku. Selanjutnya rencana mereka menggunakan satpam yang sudah berjaga untuk menangkapku yang telah ditandai sebagai mata-mata polisi. Semua praduga ini hanya bisa dibuktikan dengan tindakan esok hari, apa yang akan dilakukan Pak Claude menentukan segalanya.

Rabu, 19 Mei 2019 pukul delapan pagi tepat aku sampai di kantor. Langkah musuh terbaca jelas dalam benakku, sejak aku tiba di sini semua orang memandang sinis. Walau begitu aku tetap melakukan perlawanan, pagi ini aku pasti dituduh sebagai pencuri. Seseorang telah mengatur itu semua dari kemarin sore, untungnya aku memiliki tante yang baik hati meminjamkan uang sepuluh juta di tasku tanpa banyak tanya.

Jika mereka menuduhku sebagai sebagai pencuri, aku hanya aka berdalih bahwa lupa menyetorkan uang perusahaan yang kusimpan dalam tasku. Umumnya alasan ini akan diterima oleh perusahaan, karena kami hanyalah siswa magang yang masih belajar. Tidak dengan Pak Claude, ia bersikeras memecatku dengan beribu alasan sebagai tindakan preventif. Itu membuat jati dirinya semakin jelas, siapa dia sebenarnya.

Pemecatan kami menandai penyergapan polisi ke dalam gedung penyimpanan jutaan kertas. Mungkin sekarang semuanya sudah berakhir, tempat itu telah dipasang garis polisi menjadikan area yang melarang orang awam dilarang masuk. Begitulah kami menjelaskan kepada Leo alasan dibalik perolehan reward bintang.

Malam harinya aku kembali ke pabrik untuk menemui seseorang, aku menunggu di balik pohon tuk menyapa kedatangannya. Pasti saat ini dia sedang mengambil sesuatu di dalam lokernya.

"aku sudah menunggumu lho"

"apa yang kau inginkan?"

"tentu saja yang ada di dalam ranselmu itu" menudingkan jemariku

"hahahaha—menurutmu aku akan langsung memberikannya?"

"ohhh—tentu saja Mawar. Kenapa tidak?"

"hahaha… maaf yaa Alice aku sudah menjadikanmu kambing hitam" kata Mawar

"yaa—itu sudah kuduga kau yang mencuri uang perusahaan dalam lokerku"

"hahaha—tak kusangka kau menyadarinya, lalu bagaimana kau bisa mendapatkan uang sepuluh juta dalam waktu semalam?"

"yaaa… itu mudah, kau tak perlu tau. Sekarang cepat kembalikan uangku!"

"tidak—semuanya menjadi berantakkan aku telah gagal, setelah ini aku pasti dikeluarkan!" jawab Mawar dengan panik

"tidaak—kau tidak gagal magang. Kita berhasil… karena kau menjebakku aku berhasil mengungkap peredaran narkoba yang dilakukan di pabrik ini?"

"mustahiilll! Heeii kau apa benar kau melakukannya!" kata Mawar bergegas dia berlari ke arahku memegang erat lenganku

"yaaa—itu benar kita bahkan mendapatkan lencana bintang. Ini bintangmu aku berikan kepadamu" sambil mengeluarkan dari kantong. Kemungkinan Mawar adalah bagian dari mafia adalah sembilan puluh persen. Awal kecurigaanku saat dia sebagai orang pertama yang menawarkan kepada kami untuk magang di pabrik kertas, kemudian menyarankanku kepada Pak Claude untuk menjabat sebagai admin magang. Tapi aku juga mempunyai pemikiran untuk menjadikan Mawar sebagai agen ganda, oleh karena itu aku tak menceritakan perbuatan Mawar kepada siapapun.

"bodoh—kenapa kau melakukannya! Mereka bisa membunuhmu!" ujar Mawar

"hhmmm… coba saja lakukan kalau memang bisa!" jawabku tersenyum lebar

Melihat ekspresiku Mawar menjadi syok seketika jatuh ke tanah, "heeii—Alice kau benar-benar dalam bahaya! Mereka itu mafia Internasional, mereka bisa mendapatkan apa saja yang mereka mau!"

"sudahlah-sudahalah tidak apa-apa… tenang saja! yang terpenting ayo kita makan dulu aku yang traktir hehe" jawabku sambil tersenyum masam, karena aku tak sabaran jadi aku menyeretnya.

Bab berikutnya