webnovel

Dera Berulah

Dengan tiba tibanya.. sekarang ruangan kelas ku menjadi hening tanpa suara yang terucap sedikit pun dari para siswi, wajah mereka semuanya tampak tegang dengan perasaan takut yang sedang mereka pendam, pose mereka terlihat seperti patung dengan posisi duduk tegap dan pandangannya yang lurus menatap ke depan. Tangan tangan mereka semuanya berada di atas pangkal paha dengan posisi yang sedang menggenggam. Sebuah momen yang sangat menegangkan ketika guru ini mengajar di kelas kami. Seperti.. sedang menduga duga sebuah jumpscare pada film horor yang tak bisa di pungkiri kapan munculnya.

Selain terkenal karna galaknya, guru ini juga tak segan segan memberikan sebuah sanksi atau hukuman yang cukup berat kepada para murid yang tidak bisa menjawab pertanyaannya. Ya.. harus ku akui memang itu sudah menjadi hal yang wajar bagi setiap guru yang membuat peraturan seperti itu, tapi masalahnya.. yang Ia tanyakan adalah sesuatu yang berbeda dari yang Ia jelaskan di depan tadi. Aku saja sampai harus berlari di lapangan sebanyak lima belas kali selama tiga minggu berturut turut. Karena ulahnya yang menekan ku dengan pertanyaannya yang begitu aneh dan jauh melenceng dari pelajaran. Seperti.. kapan menara efiel di bangun dan siapa penerusnya. Ya tamat lah kalau harus di beri pertanyaan seperti itu.

Ntah lah.. aku hanya bisa berpikir kalau mungkin orang tua memang memiliki humor yang berbeda dengan anak muda. Aku hanya bisa mengikuti peraturannya yang sebenarnya terasa sangat sangat tidak adil, masa nama ku terus yang di sebut sementara Saki dan yang lainnya tidak. Ya.. mungkin karena aku pernah terkena hukuman darinya selama tiga minggu berturut turut, jadinya hafal deh guru itu dengan wajah ku. Huhh.. sial apa lagi sih yang menimpah ku ini, kesal ku sambil melucuti diri ku sendiri. ku harap.. Ia tidak menghukum ku lagi hari ini dan mempertanyakan kenapa baju ku menjadi basah setelah berputar putar di atas teriknya matahari. Lalu.. aku hanya bisa membungkam sambil menggerutu di dalam hati ku.. dasar guru laknat, lihat saja nanti.. akan ku tebus semua perbuatan mu.

Guru ini di kenal dengan sebutan " bad luck " atau biasanya, siswi di kelas kami menyebutnya dengan julukan " tunjukan maut ", ya.. siapa pun yang sudah di ajukan pertanyaan olehnya, pastinya mereka sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan. Ya lari.. sampai nafas terengap engap dan setelah masuk terkadang kembali di lempari sebuah pertanyaan yang aneh darinya, sehingga tidak ada kesempatan yang tersisa untuk dapat kembali duduk ke bangku, yang ada malah di suruh berdiri di depan kelas sampai jam pelajarannya habis. Huhh.. tak terbayangkan bukan kalau yang di hukum itu kondisi badannya sedang tidak fit atau lagi sakit. Pastinya.. bakalan pingsan karena hukumannya yang sangat tidak manusiawi.

Melihatnya menghukum para siswi yang tidak bisa menjawab pertanyaan darinya, terlihat jelas kalau guru itu Seperti.. memiliki sebuah rasa dendam terhadap kejadian yang pernah menimpah masa lalunya, namun.. belum terbalaskan juga dendamnya sampai saat ini. Kemudian.. guru itu melampiaskan segala kemurkaannya dengan menghukum siswa siswi yang terkenal nakal dan periang di matanya. Kalau menurut hasil dari analisis ku yang sudah cukup sering di hukum olehnya, bisa di bilang seperti itu. Bayangkan saja.. hampir setiap hari pasti ada beberapa murid yang berlarian di lapangan dengan memakai seragam formal karena ulah darinya. Hhmm.. cukup mengerikan bukan.

Sementara.. ketua kelas kami dan wakilnya mulai bangun dari tempat duduknya untuk pergi menyusul guru galak itu di ruangannya, walau bagaimana pun.. Dera sang ketua kelas kami dapat beradaptasi dan menyesuaikan dirinya dengan tepat terhadap guru itu, dan berhasil menjadi sedikit lebih akrab walau tindakannya masih sering di anggap salah oleh guru itu. Ya.. maklum lah namanya juga sudah tua dan sebentar lagi mau pensiun. Betapa susahnya bukan untuk mendapatkan perhatian lebih darinya, walau begitu.. Dera sudah membuktikan keberanian dan kesabarannya dalam mengahadapi ocehan darinya yang tak bisa di prediksi kapan terjadinya, dan hanya waktu yang mampu menjawabnya. Ku rasa.. anak itu adalah titisan dewa yang di turunkan untuk meringankan beban kami dalam mengahadapi guru jutek tak berperasaan seperti itu. Sedangkan.. saat ini aku masih tidur tiduran di atas meja sambil memejamkan mata ku seperti tak ada beban yang tersisa di dalam hidup ini.

" Sudah.. jangan terlalu di pikirkan, nanti sakit lo.. " Ucapnya Saki dengan nada yang masih meledek, sesaat aku ikut tertawa ketika mendengar ejekan darinya. Lagi pula.. siapa yang memikirkan hal itu. Aku hanya masih mengantuk saja karena lelah saat fokus menyalin tadi. Aku mulai terbagun dari tidur ku dengan raut wajah yang terlihat lemas tak bertenaga. Dan sebagian rambut ku menjadi acak acakan setelah cukup lama tertidur di atas lengan ku. Yang terlihat seperti gelandangan malam.

Aku mengucek ngucek bagian mata ku sambil menguap ke arah depan, mata ku sekarang tampak berlinangan air mata karena rasa kantuk ku yang semakin menjadi. " Ahh.. " Ucap ku dengan sedikit keras sambil merentangkan kedua tangan ku ke belakang. " Kamu gak apa kan Mugi, apa kamu masih pusing karena menyalin tadi? " Kata Saki dengan nada lembut dan perhatiannya yang spontan membuat ku tersenyum ke arahnya. " Nggak kok.. aku cuman sedikit lelah aja, sama tadi malam tidur ku kurang nyenyak " Ucap ku untuk meyakinkan Saki yang tampak khawatir memandangi wajah ku.

" Kamu gak bohong kan.. " Ancamnya Saki sambil menempelkan tangannya ke arah kening ku untuk memastikan apakah kepala ku terasa panas, dan sekarang.. aku merasakan kehangatan dari sentuhan tangannya. Sementara.. keringat dingin ku mulai tampak membasahi kening ku. " Sudah.. tidak apa, nanti juga bakal baikkan lagi kalau sudah makan " Ucap ku tersenyum seraya menurunkan tangannya Saki dari kening ku.

Dan akhirnya.. Ketua kelas kami bersama dengan wakilnya sudah mulai kembali dari ruang guru itu, " Sebentar lagi guru galak itu akan datang, jadi.. tetap tenang dengan posisi seperti itu ya. " Dera memerintahkan seluruh murid untuk tetap berada pada posisi sebelumnya, ntah.. setiap kali Ia berbicara rasanya seperti sedang memarahi orang yang tak bersalah. Tapi.. memang seperti itu kan cara berbicaranya yang sedikit kasar. Lain halnya dengan wakilnya yang sangat sigap kalau soal uang dan wisata, tapi.. semua planning darinya selalu tepat dan tak pernah meleset jauh. Mereka duduk bersama di bangku paling depan pada barisan kedua dari pojok kiri.

" Mugi.. aku membawa satu termos kecil berisikan coklat panas, apa kamu mau? " Saki membisikkan ku yang sedang memperhatikan ke arah papan tulis yang kosong, sontak membuat ku penasaran dengan coklat panas yang Saki bicarakan. " Mau donk Saki, tapi.. nanti kalau guru itu lihat gimana? " Tanya ku dengan bimbangnya, karena sebentar lagi tunjukan maut itu akan datang dan meminta setengah dari para murid di kelas kami untuk keluar, dan menunggu ulangan giliran setelah siswi yang ulangan pertama sudah keluar dari kelas. Sungguh merepotkan bukan sistem yang guru galak itu buat.

" Iyah juga ya, sebaiknya nanti saja " Ucapnya Saki sambil merapihkan bukunya dari atas meja, Ia memasukkannya ke kolong meja sambil membuka resleting pada bagian besar ranselnya, " Saki.. kamu bawa kertas polio lebih kan? " Tanya ku pada Saki yang sedang menghadap ke belakang. " Ada.. " Ia mengeluarkan lima kertas polio yang menumpuk menjadi satu bagian di atas mejanya. " Aku minta satu ya.. " Pinta ku pada Saki dan dengan cepatnya Ia membagikan satu buah kertas polio miliknya ke arah ku. " Tapi.. kira kira susah gak ya ulangannya.. " Tanya ku dengan penasarannya sambil menekan lipatan pada bagian tengahnya, karena aku lupa belajar sewaktu berada di dalam bus tadi.

" Hahaha.. jangan bilang kalau kamu gak belajar tadi malam. " Ledeknya sambil mencubit bagian lengan atas ku. " Aww.. sakit tau.. " Ucap ku yang spontan terdengar cukup keras karena kesakitan. Sesaat beberapa siswi yang berada di depan menoleh ke arah kami berdua yang sedang heboh sendiri di belakang. Dan dengan sigapnya kami langsung duduk megikuti posisi mereka, setelah salah satu siswi yang berada di depan sana mengisyaratkan kami untuk tenang. " Sssttt.. jangan berisik " bisiknya dari kejauhan untuk meminta kami berhenti bercanda.

Setelah cukup lama kami menunggu dan menanti kedatangan guru itu, dengan rasa penasaran yang tiba tiba muncul di benak ku, kenapa lama sekali ya.. tidak seperti biasanya. Ia selalu hadir tepat waktu pada jam pelajaran pertama yang tidak pernah telat sampai satu menit dan menyusahkan kami untuk mendapatkan izin darinya pergi ke toilet, jadi.. kebanyakan para siswi sebelum pelajaran guru galak itu di mulai, mereka lebih memilih untuk melepaskan beban di kamar mandi terlebih dahulu, dari pada harus menahannya selama jam pelajarannya yang membosankan, bisa bisa nanti.. malah ngompol di kelas.

" Ciee.. lagi pada nunggu ya.. " Sontak.. Serunya Dera yang secara tiba tiba menghebohkan suasana kelas yang sebelumnya terasa sunyi dan hening, Dera menengok kebelakang dengan tawa kecilnya yang terpasang di wajahnya, seketika membuat seluruh kelas curiga dan kebingungan dengan ulahnya. " Memangnya kemana Dera guru itu.. " Kata salah satu siswi dari barisan depan yang penasaran saat melihat tingkahnya.

" Dia.. dia tidak masuk hari ini.. " jawabnya yang seketika membuat kelas menjadi heboh dan menyorakinya. " Huhh.. gimana sih, kenapa diam saja.. " Dengan kompaknya mereka menghakimi Dera seperti maling penggaris yang ketangkap basah saat melakukan aksinya. " Hahahaha.. maaf maaf, aku hanya mengerjai kalian saja " Cetusnya Dera yang mencoba mengelak sambil tersenyum senyum karena usahanya yang berhasil untuk mengerjai para siswi. Sebagian siswi pun mulai bangun dari tempat duduknya untuk pergi ke kantin, ke perpustakaan, atau pun menyusup ke kelas lain.

" Ehh.. Tunggu dulu, bukan berarti kalian semua sudah bebas ya.. untuk ke sana kemari, kalian ingat kan.. kalau uang kas belum di bayar sejak tiga minggu yang lalu " Ucapnya Dera yang membuat para siswi kembali duduk pada tempatnya, sekarang pandangan mereka berpusat pada Dera yang mencoba menarik perhatian para siswi. Tumben sekali.. perkataan yang terlontar darinya cukup lembut dan tidak menggunakan nada tinggi seperti biasanya. " Trus.. kita harus bayar gitu, memangnya untuk apa " Tanya dari salah satu siswi yang duduk tepat di belakangnya. " Ya.. tentu saja, kalian memangnya tidak mau pergi liburan? " Sontak jawabnya Dera yang membuat para siswi sadar jika mereka tidak ingin seperti kelas lainnya yang menghabiskan waktu liburannya hanya di rumah saja.

" Apa mau seperti kelas Sepuluh C dan D yang tidak mengadakan acara berlibur bersama " Tegasnya Dera kepada para siswi dengan raut wajahnya yang ngeselin seperti sedang mengintrogasi seorang tahanan. " Oke.. kalau uangnya untuk berlibur minggu depan nanti.. kami sih setuju setuju saja " Ungkapnya dari salah satu siswi yang sudah menyadari dan mulai mengerti dengan fungsi dari berjalannya uang kas ini, " Bendahara.. bendahara... tolong rampas semua harta milik mereka " Perintahnya Dera kepada bendahara yang sedang sibuk dengan ponselnya, " Oke.. siap kapten " Jawabnya Lily sang bendahara kelas yang sekarang langsung bergegas bangun dari tempat duduknya setelah memberikan hormat kepada ketua kelas, Ia mengambil sebuah buku catatan bersama pulpen hitam miliknya dari kolong meja, Lily mulai memutar dari bagian pojok paling kanan, Ia mulai beroperasi dari bagian paling depan pada barisan ku.

" Hhhmm.. uang kas.. berapa ya kira kira? " Tanya ku pada saki yang sedang memainkan jari jari lentiknya sambil memperhatikan Lily meminta uang kas kepada para siswi, " Aku tidak tahu Mugi, memangnya kenapa? " Ucapnya saki yang kembali menanyakan pertanyaan ku, yang seketika membuat ku bingung tak berpetunjuk. " Yah.. kalau banyak, bisa bisa uang ku untuk mentraktir nanti bakalan gak cukup " Jawab ku dengan nada yang lesuh kepada Saki, Ia hanya memandangi wajah ku dengan tatapan herannya sambil menekuk wajahnya ke arah ku. " Ohh.. mau alasan ya, bilang aja mau kabur dari kekalahan.. benar kan " Ledeknya Saki sambil menutupi sebagian wajahnya dari tawa jahatnya.

Sesaat.. membuat pandangan ku begitu melebar ke arahnya, " Eh.. apa sih, bukannya aku gak mau mentraktir kamu ya.. tapi kalo nanti uangnya kurang bagaimana, masa mau ngutang.. " kesal ku pada Saki yang mengira kalau aku ini mau melepas tanggung jawab ku dari kekalahan, lagi pula kan.. desain pada bangunan kafe itu terlihat cukup mewah dari bagian luarnya, jadi.. dugaan ku terhadap mahalnya harga kopi yang di jual di sana tidaklah salah. " Hhhmm.. intinya aku mau di traktir di kafe itu, bukannya kamu sendiri kan yang minta ke sana sejak kemarin " Kekehnya saki kepada ku, tumben sekali Saki ini bersikeras terhadap keinginannya dan tidak memperdulikan keadaan finansial ku yang sedang kritis.

Rasanya ingin cepat cepat pulang dan pergi ke toko baju tanpa sepengetahuan Saki, lalu membeli berbagai baju yang terkesan nakal dan sedikit nyeleneh, seperti celana sobek dan baju pendek yang di lapisi dengan rompi berbahan jeans. Tak lupa juga dengan masker bergambar tengkorak bersama dengan baldut hitam yang semuanya sudah di kenakan di sana. Kemudian berjalan pulang ke rumah tanpa beban dengan mengelabuhinya ketika kami saling bertemu dengan memakai semua penyamaran mekanis ini, dengan begitu aku tidak lagi memiliki tanggung jawab untuk mentraktirnya besok. Pikir ku dengan sedikit memaksa.

Sesaat Lily berjalan menghampiri meja kami, huhh.. kira kira berapa ya, Tanya ku sendiri dengan rasa penasaran saat melihat banyaknya lembaran uang yang berada di genggaman tangannya Lily. " Saki.. uang kas nya? " Pintanya Lily pada Saki dengan sedikit memaksa, Lily menjulurkan tangannya ke arah ku yang sontak membuat ku terkejut saat sedang memperhatikannya meminta uang kepada Saki. " Mugi.. mana uangnya " Tegasnya yang sekarang membuat ku langsung memasukkan tangan ku ke dalam kantong jaket oblong ku untuk meraih sejumlah uang di dalamnya.

" Memangnya brapa Ly.. " tanya ku pada Lily yang sedang mengembalikan uang dua ratus ribu rupiah milik Saki, " Murah kok.. cuman seratus delapan puluh ribu aja.. " Jawabnya Lily dengan nada santai yang terdengar cukup merendahkan seperti tidak memiliki beban sedikit pun saat mengucapkan perkataan itu. Huh.. harus kah membayarnya sekarang juga. " Hhhmm.. kalau besok gimana? " Tanya ku dengan sedikit malu malu, " Kalau besok berarti nama kamu di coret dari daftar peserta " Ungkapnya dengan nada yang pelan tapi terkesan menyeramkan. Seketika membuat genggaman ku terhadap uang itu menjadi lebih erat.

" Ehh.. jahat " Ungkap ku setelah Ia menjelaskan konsekuensinya jika membayar besok, aku langsung mengalihkan uang ku kepada Lily walau dengan berat hati. " Ehh.. lepas kan, nanti robek lo " Tegasnya Lily saat aku masih mempertahankan tahta ku di atas dua lembar uang berwarna merah ini, dan.. uang pun terlepas begitu saja dari genggaman ku. berarti.. saat ini aku sudah tidak memiliki harga diri lagi. Ah.. untuk apa aku hidup, seketika mata hati ini menjerit tak karuan. " Relakan saja apa yang kamu punya Mugi, itu lebih baik dari pada menahan rasa sakit sendirian " Tambahnya Lily saat Ia memberikan kembaliannya kepada ku. Tapi.. memang benar juga apa yang di katakannya, ketimbang berada di rumah sendirian saat yang lainnya sedang asik berlibur ke luar kota.

Bab berikutnya