"Kamu boleh tinggal disini bersama kami" kata Wati.
"Maaf nak, aku harap kamu senang dengan bertemu ibumu. Sebenarnya ayah juga tidak terlalu mengerti sih, kau tidak usah memikirkan nya" kataku untuk Syifa saat ingin menjelaskan tentang kedatangan ibunya.
Hari itu sangat bahagia aku bisa berkumpul seperti ini. Makan bersama, mengobrol dan bertingkah seperti keluarga.
Aku tidak mengerti mengapa Wati memilih untuk menerimanya lagi. Aku sadar Syifa membutuhkan ibunya. Tapi itu pilihan yang gila!
Dia bilang kalau Lia akan diterima tinggal satu atap lagi. Itu berkat diriku juga. Aku pernah berkata, "Semua tergantung pada dirimu apakah akan menerimanya kembali atau tidak. Aku lah yang akan melakukannya" padanya. Tentu saja aku mengetahui itu, bahwa putriku membutuhkannya. Tapi tetap saja itu tidak masuk akal.
Sungguh, aku sudah tidak mengerti lagi apa yang mereka pikirkan. Bukankah, aku lebih mencintai Lia dibandingkan dirinya. Aku rasa ia mengetahui hal itu. Tapi mengapa ia tetap memintanya.
Akhirnya, kami hidup bersama sehingga terlihat beberapa kecemburuan pada suatu hari. Padahal, aku sudah berusaha untuk berlaku adil. Saat itu, aku tidur bersama dengan Lia itu digilir setiap harinya. Namun, setiap pagi Lia selalu terlihat senang setelah tidur bersamaku. Hal itu membuat Wati penasaran, ia mengintip namun tidak membangunkan kami. Keesokan harinya ia terlihat tidak dalam semangat atau mood.
Tentu saja aku menyadarinya setelah melihatnya memandang sinis kepada Lia. Dalam pikirku, bukankah aku sudah berlaku adil. Kebetulan hari itu aku libur jadi aku dirumah seharian. Saat sore hari tiba, "Maaf, sebenarnya aku cemburu karena tadi malam aku sempat mengintip kalian" katanya menundukan kepala.
Aku senang ia jujur, terkadang aku mengerti mengapa mereka diam, marah, sedih dan senang. Dan juga terkadang aku tidak mengerti mengapa mereka diam, marah, sedih dan senang. Jadi aku senang jika ada yang menjelaskan kondisi mereka padaku disaat aku tidak mengerti.