webnovel

Pencarian

*Di taman*

 

 

Key dan Seoyoung duduk berdua memandang langit.

"Kebanyakan di sini jiwa-jiwa namja." Ucap Seoyoung memandang langit.

"Kau bisa melihatnya?" sahut Key.

"Ne~ aku lahir dan besar di neraka jadi aku bisa melihat jiwa." Ucap Seoyoung.

"Jika aku memiliki kemampuan sepertimu pasti aku tak perlu repot-repot begini." Cletuk Key.

"Aku berharap tidak dapat melihat mereka. Mereka sungguh menakutkan." Ucap Seoyoung.

"Seperti apa mereka?" tanya Key.

"Seperti dirimu. Sungguh menyeramkan." Jawab Seoyoung memandang Key.

"Ah di sana ada. Sebentar aku akan menangkapnya." Cletuk Seoyoung lalu pergi meninggalkan Key.

Ia menangkap jiwa seperti menangkap serangga. Bedanya ia menggunakan tangan kirinya. Beberapa saat kemudian ia kembali. Ia duduk di sebelah Key.

"Aku dapat tiga." Cletuk Seoyoung menyodorkan tiga jiwa kepada Key.

"Letakkan saja di kalungku." Ucap Key.

Seoyoung meletakkan jiwa-jiwa itu ke dalam kalung Key.

"Aku lapar~ ayo makan malam Key." Cletuk Seoyoung.

"Aku juga. Kau ingin makan apa?" tanya Key.

"Apa saja yang pedas." Ucap Seoyoung.

Key mengangguk.

 

 

 

 

*Keesokan harinya*

 

 

Key mendesah.

"Mengapa hari ini begitu panas ya." Ucapnya mengusap keringat di dahinya.

Seoyong tertawa.

"Waeyo?" sahut Key heran.

"Itu karena kau menelan bola milikku." Ucap Seoyoung.

"Jinca?" sahut Key.

Seoyoung mengangguk.

"Kembalikan saja padaku." Ucap Seoyoung.

"Aniyo~" sahut Key.

"Hari ini kau harus menangkap lebih dari dua puluh lima jiwa." lanjut Key.

Seoyoung mendesah.

"Ne~ tapi kau juga harus ikutan menangkapnya. Kau cari dengan caramu dan aku mencari dengan caraku. Kita berpencar." ucap Seoyoung.

"Kenapa harus berpencar?" sahut Key.

"Agar kita dapat banyak, pabo!" sahut Seoyoung menjitak kepalah Key.

"Kita bertemu di kedai ramen yang kemarin malam saat makan malam OK." ucap Seoyoung beranjak pergi meninggalkan Key.

 

 

 

*Malamnya*

 

 

Key sibuk bermain PSP di kedai ramen. Ia sudah memasan dua mangkuk ramen untuknya dan Seoyoung. Ia juga memeasan dua gelas soda. Tak lama kemudian Seoyoung duduk di sampingnya. Ia mengunyah sesuatu. Kecapannya itu menganggu Key.

"Berhentilah mengunyah. Kau mengganggu saja." cletuk Key tidak berpaling dari PSPnya.

"Waeyo? Aku hanya mengunyah permen karet." ucap Seoyoung.

Key sedikit kesal, ia terus konsentrasi bermain PSP.

"Kau dapat berapa?" tanya Seoyoung.

"Dapat apa?" sahut Key yang sedang sibuk.

"Jiwa!" sentak Seoyoung.

"Dua." sahut Key tidak berpaling dari layar PSP.

"Mwo?" sentak Seoyoung merampas PSP Key.

"Aku susah-susah membantumu menangkap duapuluh lima jiwa hari ini dan kau hanya mendapatkan dua jiwa?" ucap Seoyong kecewa.

"Astaga~ apakah kau seorang Lucifer?" lanjut Seoyoung.

"Bukankah itu sudah tugasmu untuk menangkap jiwa-jiwa. Jadi buat apa aku repot-repot." cletuk Key.

Kemudian seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka lalu pergi.

"Kau tahu, kau sudah menelan bola milikku. Aku tidak dapat menangkap banyak jiwa tanpa itu." cletuk Seoyoung.

Key tidak menggubris. Ia berusaha mengambil PSPmiliknya dari tangan Seoyoung. Seoyoung langsung membakar PSP milik Key dengan tangannya.

"Aish~ kenapa kau lakukan itu?" sentak Key.

Ia melihat sekeliling berharap tidak ada yang melihat mereka. Kedai itu sepi, tidak ada yang memperhatikan mereka. Pemilik kedai dan pelayannya sibuk menonton acara tv.

"Kau menelan sumber kekuatanku. Aku cepat lelah menangkap jiwa-jiwa tanpa itu. Cahaya yang biasa ku gunakan untuk merampas jiwapun perlahan-lahan sirna. Hanya kekuatan bawaan dari lahir yang masih bertahan. Yaitu api. Sudah lama aku tidak mengaktifkannya. Mungkin karena bola itu." terang Seoyoung lalu menumpahkan sambal di kedua mangkuk berisi ramen.

"Aish~ kenapa kau memasukkan samabal ke makanananku?" sentak Key.

"Kau pesan lagi aku akan memakan ini semua. Aku sangat lapar." ucap Seoyoung lalu memuntahkan permen karet dan meletakkannya di tangan Key.

"Aish~ apa-apain ini?" omel Key menatap permen karet di tangannya.

"Itu jiwa-jiwa yang ku dapat." cletuk Seoyoung lalu menyantab makanannya.

"Kenapa kau simpan di permen karet?" sahut Key.

"Aku tidak punya media untuk menyimpannya. Jadi aku mengunyahnya bersama permen karet agar tidak lepas." sahut Seoyoung lalu kembali menyantab makanannya.

Key geleng-geleng kepalah. Lalu Seoyoung menekan permen karet itu dan membakarnya sehingga yang tersisa hanya jiwa-jiwa yang ia tangkap tadi. Kemudian Key menyimpannya dalam kalungya lalu ia kembali memesan ramen.

Setelah menghabiskan ramennya. Ia menyadari ada yang aneh dengan Seoyoung.

"Seoyoung~ kau tidak apa-apa?" tanya Key.

Samar-samar Seoyoung memandang Key lalu ia terkulai lemas dan tertidur.

"Aish~ kau merepotkan saja." ucap Key meraih tubuh Seoyoung.

Ia menggendongnya dan membawanya ke luar.

"Cepat sekali ia tertidur. Cletuk Key.

Ia tidak mungkin membawa Seoyoung pulang ke rumahnya. Appanya akan marah besar. Dan sangat tidak mungkin membawa Seoyoung pulang ke rumahnya. Appanya akan membantai mereka. Keypun memutuskan menyewa kamar di sebuah motel. Ia merebahkan Seoyoung ke tempat tidur kemudian ia keluar dari kamar meninggalkan Seoyoung sendiri

*Keesokan harinya*

 

 

Key membuka pintu kamar. Ia tersentak kaget melihat Seoyoung. Mata yeoja itu hitam dan wajahnya pucat.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Key memandangi Seoyoung.

Seoyoun menatap ke arah Key.

"Aku lapar." cleteuk Seoyoung pelan.

Key menutup pintu kamar.

"Ini aku membawakan ramen pedas untukmu." ucap Key lalu duduk di lantai membuka bungkusan yang ia bawa.

Seoyoung langsung menyantabnya. Beberapa menit kemudian ia selesai makan.

"Aku masih lapar~" cletuk Seoyoung.

"Apakah kau kelelahan?" tanya Key khawatir.

"Sepertinya~" cletuk Seoyoung memegangi perutnya yang lapar.

"Hari ini kau tidak usah menangkap jiwa. Biar aku saja yang melakukannya. Aku sudah mendapatkan empat puluh jiwa. Masih ada waktu empat hari lagi." ucap Key.

"Ya kau sendiri bisa menangkap jiwa dengan bolaku itu. Kau dapat merenggut lima jiwa sekaligus." cletuk Seoyoung.

"Jinca? Bagaimana caranya?" sahut Key.

"Belikan aku makanan yang pedas-pedas dulu." cleteuk Seoyoung.

 

 

 

 

*siangnya*

 

 

"Penampilanku tak jauh beda dengan hyungku. Ternyata kau lihai juga dalam mendandani orang." cletuk Key memandangi dirinya di kaca.

"Mwo? Hyung? Kau punya hyung?" tanya Seoyoung.

"Ye~ dia Lucifer yang hebat. Sehari ia dapat mendapatkan lebih dari dua puluh jiwa. Dalam sehari." cletuk Key.

"Berarti kau Lucifer yang payah." sahut Seoyoung.

"Ayo beri tahu aku bagaiman mengaktifkannya!" seru Key mengalihkan pembicaraan

*Sehari sebelum hari H*

 

 

Seoyoung menyantab makanannya dengan lahap.

"Pantas saja kau tidak dapat dekat dengan namja manapun. Sikapmu tidak seperti yeoja semestinya." cletuk Key lalu meneguk makanannya.

"Terserah aku." sahut Seoyoung mengunyah makanannya.

"Kurang berapa jiwa?" tanya Seoyoung setelah menelan makanannya.

"Dua belas jiwa lagi. Sepertinya bisa kita selesaikan besok. Tepat seminggu. Semoga berhasil." ucap Key lalu meneguk minumannya.

Seoyoung mengunyah makanannya lahap. Dia senang mendengar sebentar lagi Key akan mengembalikan bola miliknya.

"Ngomong-ngomong kenapa kau ingin mengumpulkan seratus jiwa dalam waktu satu minggu?" tanya Seoyoung lalu lanjut menyantab makanannya.

"Aku ingin menjadi manusia." jawab Key.

Seoyoung berhenti makan. Ia menatab Key.

"Untuk apa kau ingin jadi manusia?" tanyanya.

"Aku tidak ingin menjadi Lucifer. Aku ingin hidup bebas tanpa tanggung jawab yang berat ini. Aku tidak sanggup merampas jiwa-jiwa. Aku ingin bermain layaknya namja jaman sekarang." terang Key.

"Pabo~ kau Lucifer yang paling pabo yang pernah aku lihat." sahut Seoyoung.

"Untuk apa kau ingin menjadi manusia? Manusia adalah makhluk yang lemah. Kau akan menderita menjadi manusia." omel Seoyoung.

Key mendesah. Untung mereka ada di tempat yang sepi.

"Aku sudah lemah menjadi Lucifer. Apa yang perlu aku khawatirkan lagi?" sahut Key.

"Kembalikan bolakku sekarang!" sentak Seoyoung.

"Aniyo~ aku belum mendapatkan seratus jiwa." sahut Key.

"Baiklah. Jika kau tidak mau mengembalikannya sekarang." sahut Seoyoung beranjak meninggalkan Key.

"Kenapa dia berubah seperti itu?" cletuk Key heran.

Ia melihat arlojinya. Masih jam delapan malam.

"Lebih baik aku merampas dua belas jiwa malam ini juga sebelum ia melakukan hal yang aneh-aneh untuk mendapatkan bola miliknya." ucap Key lalu beranjak

Bab berikutnya