»Rumah Keluarga Kim«
Sesaat kemudian, Nana dan Yuri sampai di rumah dengan gembira.
Tiba-tiba Nana terkejut melihat seseorang yang sedang duduk mengobrol dengan Ny Tresia dan Tuan Kim.
"Nah..itu Nana dan Yuri sudah pulang" kata Ny Tresia sambil menunjuk kearah Nana dan Yuri yang terdiam mematung.
Yuri melirik Nana dengan ekspresi rumit sambil berbisik.
"My Nana apa aku tidak salah lihat? "
"Tidak" jawab Nana dengan sedikit gemetar.
Ny Tresia melangkah mendekati Nana dan Yuri sambil berkata, "Kenapa kalian bengong? teman datang jauh-jauh dari Indonesia hanya untuk bertemu kalian, tapi kalian malah berdiri saja di sini"
"Kami hanya kaget karena dia tidak menghubungi kami dulu jika dia mau kesini" jelas Yuri sambil menggandeng Nana untuk duduk di sofa. Jelas Yuri terlihat kesal karena Nana sudah menceritakan semuanya.
Lelaki itu menatap Nana penuh kerinduan, kulitnya yang hitam manis sangat cocok dengan kemeja yang di gunakanya.
"Nana bagaimana kabarmu di sini? " tanya Raka setelah Nana duduk tepat di seberang tempat duduknya.
"Tentunya sangat baik." jawab Yuri mewakili Nana sambil tersenyum pahit pada Raka.
"Ya udah kalian ngobrol saja ya, bibi sama paman akan ke kamar dulu " kata Ny Tresia sambil menggandeng suaminya masuk ke kamar.
Setelah itu Raka melirik Yuri. "Bisakah kamu memberikan kami waktu bicara berdua? " Yuri melirik Nana, dan Nana mengedipkan matanya, setelah itu Yuri berkata, "Baik, tapi awas kalau kamu menyakiti nya lagi!"
"Tidak akan" jawab Raka. Setelah itu Yuri meninggalkan ruang tamu.
"Kita bicara di luar " kata Nana sambil melangkah menuju pintu keluar. Raka pun mengikuti Nana dengan patuh.
Di salah satu tempat duduk di halaman depan, Raka duduk dan menatap Nana yang masih tanpa ekspresi. "Kenapa kamu di sini? " tanya Nana memecah keheningan diantara mereka.
"Aku ada tugas dari kantor, dan aku ingat kalau kamu ada di rumah bibi nya Yuri, jadi aku mencari tau alamatnya setelah menemukannya aku langsung ke sini" jelas Raka.
"Untuk apa kamu menemuiku? " tanya Nana dengan sedikit sinis.
Mendengar pertanyaan sinis Nana, Raka menatap Nana dengan lembut, seketika itu Raka berniat meraih tangan Nana, tapi dengan segera Nana menyembunyikan tangannya.
"Apa kamu jijik padaku? apa kamu masih membenciku?" tanya Raka dengan suara lemah.
Nana memalingkan wajahnya dari tatapan memelas Raka, " Aku sudah melupakan semuanya."
"Tapi sikapmu menunjukkan kalau kamu begitu membenciku, apakah tidak ada sedikitpun kenangan bersamaku yang kamu simpan di hatimu? " tanya Raka.
Mendengar pertanyaan Raka, eskpresi Nana berubah gelap, dia berfikir kalau kehadiran Raka benar-benar menguji kesabarannya, bagaimana mungkin dia mengingat kenangan diantara mereka sedangkan Raka adalah kenangan indah yang berusaha dia lupakan dari hati dan fikirannya.
"Tidak ada yang perlu di bicarakan kembali diantara kita, lebih baik kamu perhatikan istri dan anakmu karena mereka lebih membutuhkanmu" ucap Nana.
"Anak itu sudah lahir, jika kamu mau kembali bersamaku maka aku akan segera menceraikan Dania" perkataan Raka terdengar begitu kejam di telinga Nana.
"Apa kamu gila? " ekspresi Nana berubah gelap.
"Iya, aku gila karena jauh darimu, sebenarnya selain untuk pekerjaan, aku juga berniat untuk membawamu kembali bersamaku " jawab Raka tanpa rasa bersalah.
Nana tau betul watak keras Raka, tapi yang dia sesalkan bahwa Raka terlalu mencintainya tapi tidak berfikir akan hatinya.
Padahal dia dan Raka adalah sepasang kekasih yang dulunya selalu membuat teman satu kampusnya merasa iri, tidak hanya itu hubungan mereka terjalin sejak masih SMA, watak mereka yang sama-sama keras menjadi warna tersendiri dalam hubungan mereka, meskipun sikap mandiri Nana sering kali membuat Raka merasa tidak berarti.
"Munafik, bagaimana kamu bisa menceraikan seorang istri yang cantik dan sukses seperti Dania terlebih dia memberikanmu gadis kecil yang cantik, aku juga melihat betapa bahagianya kamu di hari aqiqahnya anakmu" sahut Nana.
"Baik, kalau kamu tidak percaya, aku akan menelpon Dania sekarang dan langsung mentalaknya di depanmu" ucap Raka.
Nana menyeringai kearah Raka. "Kamu hanya akan melakukan hal sia-sia sebab aku sudah punya calon suami"
"Kamu bohong,?" kata Raka tak percaya.
Nana tersenyum pahit sambil berdiri dari duduknya.
"Sayangnya aku tidak berbohong. Jadi kembalilah bersama keluargamu. Maaf aku harus masuk karena aku capek"
Sebelum Nana melangkah masuk, Raka menarik tangannya seraya memohon belas kasih Nana.
"Tolong katakan padaku siapa calon suamimu karena aku tidak percaya kalau kamu secepat itu menggantikanku, aku mohon Nana kembalilah padaku"
"Ahh sakit Raka, lepasin tanganku, kamu menyakitiku !" Nana meringis kesakitan sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Raka yang menekan pergelangan tangannya.
Langkah kaki berat terdengar mendekati dua orang yang lagi adu mulut, dengan cepat dia menarik tangan Nana dan membawanya kepelukannya.
Dengan ekspresi gelap Lion menatap tajam kearah Raka yang masih terkejut dengan ulahnya yang tiba-tiba menarik Nana.
Lion berkata dengan lantang sambil mengeratkan pelukannya, "Aku adalah calon suaminya"
Pengakuan Lion yang tiba-tiba, sukses membuat Raka terkejut, jantungnya berdetak tak karuan, tatapannya mendadak kosong, entah apa yang menusuk jantungnya ketika dia melihat gadis yang teramat dicintainya ada di pelukan laki-laki lain, sungguh itu teramat sakit baginya.
Apakah sesakit ini yang di rasakan Nana waktu melihatku menikahi Dania? Batin Raka.
"Lion lepasin aku..!" bisik Nana pada Lion. Selain terkejut dengan pengakuan Lion, dia juga tidak ingin membuat gosip baru, meski marah dia tidak ingin melihat Raka salah paham.
"Maaf kami akan segera makan malam, sebaiknya tuan segera meninggalkan rumah ini" kata Lion dengan tegas tanpa memperdulikan bisikan Nana.