Sesampainya di kontrakan, Ditya membersihkan diri kemudian merebahkan badannya diatas kasur. Baru saja dia mengambil salah satu novel koleksinya, terdengar suara nada dering yang keluar dari handphone nya. Ditya meraih handphone dan melihat nama Kak Randy di layar HP nya.
Randy adalah anak dari sahabat almarhum ayahnya. Dia juga merupakan anak tunggal dan selalu bermimpi mempunyai seorang adik. Itulah alasannya kenapa sejak kecil Randy dekat dengan Ditya dan menganggap dia sebagai adiknya. Dari Randy pula lah, Ditya mengenal kampus ini. Randy juga kuliah disini mengambil jurusan management bisnis semester akhir.
Tersenyum, dia langsung menjawab panggilan itu.
"Hai, Kak." sapa Ditya.
"Halo, adik kecil ku tersayang. Bagaimana tadi perkumpulannya?"
"Kak Randy. Sekarang aku sudah jadi seorang mahasiswi. Sampai kapan sih, kakak mau manggil aku adik kecil?" bantah Ditya.
"Terus kamu mau aku panggil apa? Jangan-jangan kamu lebih suka aku manggil kamu 'Ditya sayang' ya?" ledek Randy sambil tersenyum.
"Ok, aku nyerah. Panggil aku apapun kecuali itu."
Randy tertawa mendengar keputus-asaan Ditya. Dari dulu Ditya memang paling sensitif dengan hal-hal seperti itu. Selama dia sekolah, belum pernah sekalipun dia berpacaran. Bukan karena tidak ada satupun pria yang suka sama dia. Tapi karena Ditya memiliki komitmen untuk tidak berpacaran selama sekolah. Setidaknya sampai dia lulus SMA.
"Oh ya, Dit. By the way, kapan acara peresmian mahasiswa baru? Soalnya aku gak ikut kumpulan Hima¹ kemarin" tanya Randy.
"Minggu depan, kak. Katanya kita disana 3 hari 2 malam ya kak?"
"Iya. Pokoknya kamu harus jaga kesehatan dari sekarang. Soalnya disana kalian bakalan ditatar habis-habisan."
"Kenapa sih, harus ada acara kaya begini?" Ditya mendengus pelan. Hal yang paling dia benci dari awal tahun sekolah atau universitas adalah masa orientasinya.
"Hahahaha.. Kamu tuh, udah jadi mahasiswi tapi masih takut aja sama hal-hal kaya gitu."
"Bukannya apa-apa kak. Kadang beberapa senior menjadikan event kaya gini sebagai ajang balas dendam atas apa yang mereka alami dulu."
"Tenang aja, nanti kan aku juga ikut. Jadi nggak akan ada yang berani ganggu kamu." Randy berusaha menenangkan Ditya.
"Wow. Jadi Kak Randy itu preman kampus yang ditakutin sama mahasiswa?? Lagipula nggak ada satupun yang tau kalau kita itu saling kenal dan dekat" tanya Ditya geli.
"Kamu tuh, ya, kalau dibelain malah ngeselin," Randy terdengar kesal, "Pokoknya nanti kamu harus bawa selimut dan bantal kecil. Soalnya disana udaranya dingin dan kita tidurnya di barak. Kamu udah tau kan kalau acaranya diadakan di tempat pelatihan militer?"
"Siap!" jawab Ditya tegas.
"Terus, pas kumpulan kemarin kamu udah dapet gebetan belum? Sampai kapan kamu mau hidup ngejomblo?"
"Kak, aku baru aja seminggu kuliah disini. Aku bahkan masih beradaptasi sama lingkungan disini dan belum terpikirkan sama sekali masalah itu."
"Tapi masa sih, nggak ada satupun pria yang mencoba mendekati kamu? Kamu itu cantik, smart. Siapapun akan tertarik begitu melihat kamu. Terus kalau si Desta bagaimana?" Randy pernah mendengarkan Ditya menyebut nama Desta setiap kali dia menceritakan masa-masa orientasinya.
"Aku sama kak Desta cuma berteman kak. Sama seperti halnya aku dan kak Randy. Lagipula kakak tau kan seberapa juteknya aku sama lawan jenis. Aku rasa mereka akan mundur terlebih dahulu sebelum berani mendekati aku karena melihat wajah aku yang jutek." Ditya tertawa membayangkannya. Waktu SMA pun, banyak laki-laki yang suka sama dia tapi tidak pernah mengutarakannya karena mereka terlalu takut menghadapi kejutekan Ditya.
"Mungkin itulah alasan kenapa kamu selalu jadi jomblo." cibir Randy.
"Aku itu jadi jomblo bukan karena nggak laku tapi karena pilihan hidup" Ditya berusaha membela diri. "Lagipula, apa bedanya sama kakak? Bukankah kakak juga lagi ngejomblo sekarang?" ejek Ditya.
"Setidaknya aku pernah punya pacar. Walaupun akhirnya putus. Daripada kamu, jomblo abadi. Hahahaha." Randy tertawa terbahak-bahak. "Dit, aku punya ide. Berhubung aku jomblo dan kamu juga jomblo, bagaimana kalau kita pacaran aja?" goda Randy.
"Don't ever think about it, brother. Coz, it sounds very funny. I can't imagine to have a boyfriend like you!" balas Ditya.
"What's wrong with me, honey? Am I so handsome, so you are so afraid there are some women around me and crazy of me?" Randy makin menjadi-jadi menggodanya.
"Yuck. How confident you are, brother!" Ditya merinding mendengar setiap kata yang dilontarkan oleh Randy. "Udah ah, aku mau ngerjain tugas dulu. Biar bisa tidur lebih awal. Aku capek banget hari ini."
"Kamu memang paling pandai menghindari topik pembicaraan. Ya udah, belajar yang bener, tapi jangan lupa makan ya." Randy akhirnya menyerah.
" Siap komandan!"
Ditunggu komentar dan kritik serta saran yang membangun, ya. Actually, it's my first time to publish my work. Jadi, saya yakin banyak kekurangan didalam penulisan cerita ini. Terimakasih bagi yang sudah membaca.