Kediaman Keluarga Huxley
"Jadi...?" tanya Edward.
Alfred menyilangkan kedua kakinya, menatap wajah temannya yang menjadi cemas karena perasaan khawatir.
"Tenang saja dia akan baik-baik saja," jawab Alfred santai. Edward menatap Alfred dengan tatapan dingin.
"Biar ku tebak... kau menyukai gadis itu bukan?" Alfred mulai menebak, dan Edward yang diam hanya menggerakkan matanya. Sikapnya menunjukkan, kalau Edward memang menyukai Ella?
"Sudahlah, aku tidak mau membahasnya. Bukankah kau ingin bermain catur denganku?" Ucap Edward.
"Jangan mengganti topik pembicaraan, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan. denganmu." Alfred mulai memainkan bidak caturnya, dan menggerakkan pionnya.
"Terimakasih kau sudah mengantar Ella dan ibunya, dan juga untuk hari ini." Ucap Edward sembari memperhatikan langkah bidak milik Alfred.
"Tidak jadi masalah, lagi pula aku memang ingin bertemu denganmu. Kemarin aku melihat Laras melakukan pemeriksaan kesehatan." Ucap Alfred memperhatikan Edward yang juga menggerakkan pion miliknya.
"Hmm..?" Edward mendongak dan menatap wajah Alfred dengan pengamatan serius. "Apa maksudmu, Alfred?"
"Kanker paru-paru, stadium tiga. Sepertinya ia baru menyadarinya, itu yang kudapat setelah aku merayu seorang karyawan administrasi untuk membaca hasil tes kesehatannya." Jawab Alfred.
Tangan Edward, seketika berhenti dari menggerakkan bidak catur. Matanya mulai bergerak tidak teratur, entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Apa Ella tau mengenai kondisi ibunya?"
"Sepertinya tidak." Jawab Alfred singkat.
"Aku pikir kau harus tau, mungkin saja kau akan membantu Laras. Kau pasti tahu kan biaya pengobatannya tidaklah sedikit." Ucap Alfred.
***
Ella sudah kembali dari rumah sakit, dia sendiri sudah bosan jika terlalu lama berada di sana. Untungnya Alfred memberikan ijin untuk Ella pulang hari itu, walaupun Ella bukan pulang kerumahnya sendiri.
Sesampainya di Kediaman Keluarga Huxley, penyambutan ramah diberikan oleh para pelayan yang bekerja saat itu.
"Aku suka kostum barumu Ella." Sindir Frank, melihat Ella yang baru saja tiba di dapur umum.
Sebuah penahan leher, tangan kanan dan kaki kirinya yang masih di gyps. Masih terpasang di tubuhnya.
"Terimakasih Frank, Nanti aku akan berikan untukmu sebagai kenang-kenangan." Jawab Ella menyengir.
"Alvin..." Seru Ella dengan nada yang tinggi.
"Apa kau tidak merindukanku." Ucap Ella dan merentangkan tangan kirinya, berharap pria itu memberikan sebuah pelukan.
"Hahhhhh... Ella kau mengejutkanku!" Ucap Alvin sambil menatap Ella dengan teliti. "Apa itu sakit?" Tanyanya kembali.
"Tidak, ini tidak sakit. Kau mau mencobanya." Ella kembali menyerangai.
"Kami baru saja ingin menjengukmu hari ini. Tapi kau sudah pulang lebih awal. Apa kau yakin kau tidak apa-apa Ella?" Tanya Frank masih tidak percaya, karena Ella yang sudah pulang terlalu cepat.
Alvin sudah menyelonong masuk lebih dalam, dan mengambil gelas kopinya yang ia cari sedari tadi. "Mungkin aku harus mempertimbangkan seragam baru untukmu, dan kostummu saat ini ... kurasa itu cocok dengan seragammu nanti." Sindir Alvin.
"Alvin..!!! Tidak, dia tidak lagi mengurus kuda-kuda Huxley's. Dari sekarang, kau harus mencari pekerja baru untuk membantu Jason." Laras baru saja muncul, dengan membawa beberapa peralatan porselin.
"Ya...ya...ya...." Alvin hanya mendelikkan matanya, jari jemarinya yang lentik masih memegang cuping dari gelas kopinya.
"Astaga... Ella... Kau sudah pulang..." Belinda baru saja masuk bersama Floretta membawa sekeranjang buah dan sayur.
"Kami baru saja akan menjengukmu Ella." Floretta mengatakan hal yang sama.
"Tidak apa-apa. aku sudah lebih baik. Lihat." Ella menunjuk dirinya sendiri. Floretta tampak tidak setuju.
"Kau akan menghabiskan sisa liburanmu seperti ini, Ella?" Tanya Floretta kembali.
"Ahhhh.....Tidakkk..." Ella tiba-tiba berucap dengan kesal dan kencang.
"Ada apa?" Tanya Laras bingung.
"Ibu... besok adalah acara prompt night.. dan lihat diriku...apa lebih baik aku tidak ?perlu hadir saja?" Ella mulai menunjukkan ekspresi menderita.
"Hahh?! masalah anak muda jaman sekarang." Alvin mulai berbicara kembali.
"Anak muda sekarang sangat aneh, contohnya kau Ella. Kau bisa menderita karena sebuah acara prompt night, tapi tidak menderita dengan nyawamu yang hampir melayang." Sindir Alvin sudah meletakkan gelas kopinya, dan berjalan mendekati Laras.
"Berikan kepadaku, aku saja yang akan menaruhnya." Ucap Alvin meminta peralatan porselen, membuat Laras langsung memberikannya.
"Jangan dengarkan dia Ella! Alvin itu terlahir sudah menjadi tua, jadi dia tidak tahu bagaimana rasanya jiwa muda yang bergelora." Kata Frank menahan geli ke arah Alvin.
"Diam kau Frank! Floretta tolong bantu aku!" Ucap Alvin kesal, dan bersama Floretta meninggalkan ruangan dapur.
"Bahkan aku belum memiliki gaunku sendiri." Ella duduk di kursi bar yang tinggi, seraya ia meletakkan tongkat penopang disamping tubuhnyanya. Pikirannya pun kembali menerawang.
***
Keesokan harinya.
Ella dan tongkatnya berjalan dengan hati-hati, pagi hari itu ia berjalan menuju kebun bunga.
Ia masih memikirkan acara nanti malam, mengambil ponsel dari sakunya sambil berpikir. Apakah dia perlu mengirimkan pesan kepada Ron, dan membatalkan acaranya malam ini?
Kebun bunga keluarga Huxley sangat indah, Ella mulai menyentuh beberapa bunga yang sudah mulai bermekaran.
Pikirannya sudah membuat kesimpulan, karena tampaknya keluarga Huxley termasuk Edward tidak peduli dengan dirinya yang sudah pulang.
"Buat apa juga peduli, memangnya siapa aku?" Ucap Ella kesal, sambil mempercepat laju kakinya. Tapi Ella kurang berhati-hati, dan ia merasakan tanah yang ia pijak menjadi licin.
Seketika Ella berpikir bahwa ia akan tergelincir dan kembali melukai dirinya sendiri, tapi ada seseorang yang menahan dan menangkapnya dari belakang.
Edward Huxley, sudah memegang erat Ella. Ella tentunya tidak bisa menengok siapa yang telah menyelamatkan dirinya, karena penahan leher yang masih ia kenakan membatasi pergerakan kepalanya.
"Apa kau akan menghancurkan tubuhmu lagi?" Ucap Edward, ia pun membantu Ella berdiri dengan benar.
"Pegang tanganku!" perintah Edward.
"Hah? Apa? Pegang apa?" Ella menjadi heran.
"Berpeganganlah padaku, supaya kau tidak tergelincir lagi." Ucap Edward sambil memberikan lengannya agar Ella dapat mengaitkan tangannya.
Ella dengan canggung berpegangan pada Edward, "Tuan Edward, aku rasa ini sudah cukup. Apakah bisa kau melepaskan tangan saya?" Ucap Ella dengan ragu.
Edward menatap Ella dan tampak tersinggung, ia pun berdeham dan langsung melepaskan tangan Ella.
"Terimakasih.. karena kau menyelamatkanku." Ucap Ella kembali.
Edward hanya terdiam sesaat, sebelum kembali menatap wajah Ella.
"Sampai dengan sekarang, aku tidak mengerti dengan semua sikapmu kepada diriku." Ella kembali membuka obrolan di antara mereka berdua.
"Aku memang tidak pantas untuk kau, Tuan Edward. Tapi aku juga tidak pantas untuk kau terus permainkan." Ella menundukkan pandangannya, agar tidak terlalu kesal menatap wajah Edward terlalu lama.
"Kalau kau memang tidak memiliki perasaan terhadapku, tolong kau katakan sekarang. Tolong katakan di depanku, bahwa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadapku." Ella sudah menatap mata Edward.
"Aku.... " Ucap Edward dengan bingung.
"Tolong Tuan. Edward, katakan saja sejujurnya. Jima memang kau tidak memiliki perasaan padaku, aku akan segera menjauh dari hidupmu." Ucap Ella dengan sedih.
Edward terdiam, dan ia masih memandang Ella dengan bingung. "Istirahatlah Ella, kau belum benar-benar sembuh." Jawab Edward kemudian membalikkan badannya dengan cepat dan berlalu meninggalkan Ella tanpa memberikan jawaban.
Tangan kirinya terkepal dengan erat, Ella sangat kesal dengan sikap Edward barusan. Kenapa Ella harus kembali menangis hanya untuk pria yang menggantungkan rasa cintanya?
"Bodoh sekali aku?" Batin Ella dengan sedih.
Diam-diam Mr. Huxley sedang menatap dari ruang bacanya yang berada di lantai dua. Ia melihat semuanya, dan timbullah rasa curiga pada Edward dan Ella. Apakah karena ini, putranya menolak pertunangan yang ia rencanakan dengan Abigail Smith?
***
>>>>
Malam Hari
"Ohh... lihat betapa cantiknya dirimu, Ella." Puji Laras menatap Ella yang sudah mengenakan gaun berwarna merah muda.
Gaun itu tidak memiliki lengan, bagian dadanya juga masih sopan tertutup dengan rapat. Potongan lehernya yang berbentuk kotak, menampilkan tulang selangka leher Ella yang terlihat menonjol.
Potongan gaun itu juga tidak terlalu pendek, mungkin sekitar 10cm diatas lututnya. kaki Ella sudah sangat jenjang, jadi ia tidak perlu memakai sepatu yang tinggi. Walaupun sebenarnya ia juga tidak bisa memakainya, karena Ella masih harus berjalan menggunakan tongkatnya.
"Mereka bilang gaun ini hadiah untukmu, karena mereka tidak sempat menjengukmu di rumah sakit." Ucap Laras masih takjub melihat putrinya yang sudah menjadi dewasa.
Ella kembali melihat dirinya dalam cermin, Acara Prom Night kali ini sungguh berkesan bagi dirinya. Dengan semua alat penopangnya masih berada pada tubuhnya.
"Kapan Ron akan menjemput?" Tanya Laras kembali. "Seharusnya sebentar lagi, Bu." Ucap Ella tidak yakin.
Dibantu dengan Ibunya, Ella berjalan menuju arah depan rumah keluarga Huxley. Tapi ternyata baru melewati ruang keluarga Huxley, mereka berdua bisa melihat Mr & Mrs. Huxley sedang bercengkrama dengan Clarissa.
"Wah Ella.. kau akan pergi dengan memakai itu?" Ucap Clarissa yang penasaran, "Uumm.. maksud nona, gaun ini?" Tanya Ella ragu.
"Bukan maksudku, ini (Menunjuk ke arah semua tongkat penopang milik Ella). Kau akan membuat ini tidak menjadi berkesan, kalau aku jadi kau lebih baik aku tidak datang. Daripada kau mempermalukan dirimu sendiri." Clarissa mulai memberikan nasihat.
"Clarissa.. kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau tetap terlihat cantik Ella," ucap Mrs. Huxley sungguh-sungguh. Sedangkan Mr. Huxley tampak tidak peduli, dan masih sibuk membaca berita dan artikel di tablet miliknya.
"Terimakasih Mrs.Huxley." Balas Ella sopan. Edward Huxley baru saja menuruni anak tangga. Pandangannya tiba-tiba teralihkan oleh Ella yang sudah rapi dan bersiap untuk pergi.
"Apa kau akan pergi dengan seseorang?" Clarissa masih saja penasaran,
"Yah.. ada.. kami sudah membuat janji malam ini." Ella dengan sengaja mengeraskan suaranya agar Edward bisa mendengar jelas perkataannya barusan.
Mr. Huxley sedikit melirik dari balik kacamata bacanya. Laras menatap heran putrinya yang tiba-tiba mengencangkan volume suaranya.
Edward menuruni anak tangga dengan perlahan dan hati-hati, matanya masih menatap Ella. Tapi terlihat dari raut wajahnya, bahwa ada rasa cemas yang sedang ia perlihatkan tanpa disadari.
"Ahh... biar kutebak... apa dia pacar barumu?" Clarisa menyeringai lebar, seperti tahu jawabannya adalah benar.
Ella hanya tersenyum dan tidak menjawab, ia sedikit melirik ke arah Edward, yang ia tau lelaki itu menunjukkan ketidaksukaan dengan ucapan adiknya sendiri.
"Permisi semua, maaf kami harus pamit dulu." Ucap Laras menunduk dengan sopan, dan membawa Ella melangkah ke luar.
"Hai kak, kau mau kemana?" Tanya Clarissa lagi.
Mr. Huxley masih tampak tidak peduli dengan dengan Edward yang sudah mau berjalan keluar.
Pertengkaran dan perdebatan terakhir mereka masih sangat bisa dirasakan ketegangannya. Belum ada yang ingin mengalah antara anak dan ayah tersebut.
"Mencari udara segar." Jawab Edward langsung saja melengos pergi, sedangkan Clarissa hanya menatap dengan bingung, "Kenapa dia tiba-tiba mau pergi ya..?"
Mrs. Huxley memegang paha Thomas, berharap suaminya bisa menahan emosi di depan Clarissa. "Tenangkan dirimu sayang, ini bukan waktu yang tepat untuk kau berdebat." Ucap Mrs. Huxley.
Sebuah Honda Civic biru edisi 90an sudah terparkir di depan pintu gerbang, Ron tersenyum lebar melihat Ella yang cantik malam itu.
"Malam Mrs.Laras, Malam Ella. Dan ... wow kau terlihat berbeda malam ini. Kau terlihat lebih cantik." Ron kembali memuji.
"Kau juga Ron, kau terlihat tampan tanpa kacamatamu." Ella balas memuji. Dan memang benar, Wajah Ron tidaklah jelek. Tanpa kacamatanya ia menjadi manis dan rupawan.
"Ron, aku titip putriku. Dan jangan lukai dia malam ini, OK!" Laras mulai mewanti-wanti. "Tenang saja Mrs. Laras. Aku akan menjaganya dengan segenap jiwaku." Ron menjawab dengan polos.
Ella tertawa mendengar perkataan ibunya, sehingga membuat Ron tersipu malu.
"Silahkan tuan putri, " Ron membuka pintu mobil. Dan dengan hati-hati Ella masuk ke dalam mobil tersebut.
"Semoga kau bisa menikmati perjalanan mewah ini." Ron sudah akan menjalankan mobil tua milik ayahnya.
***
Suasana pesta prompt night sangat meriah, hiasan balon, dekorasi kain dan lampu-lampu benar-benar membuat para siswa lupa kalau tempat itu adalah sebuah aula olahraga yang sudah berubah fungsinya.
Kristy, tampil cantik dengan gaunnya berwarna hijau pastel, dan Calvin terlihat tampan dengan balutan tuxedonya.
"Kau sangat cantik Ella," Puji Kristy, "Kau Juga Kristy, dan kau Calvin.. kau juga terlihat sangat tampan malam ini." Balas Ella.
"Ahh.. kenapa semua cepat berlalu. Sepertinya baru saja kemarin kita bertemu dan bersahabat." Ucap Kristy dengan tatapan penuh keharuan.
"Aku juga merasakan hal yang sama, rasanya baru kemarin aku mengenalmu dan menembakmu menjadi pacarku, Kristy." Calvin merangkul Kristy dan memandang dengan tatapan sayangnya.
Ron yang berada di samping Ella, hanya bisa diam dan tampak canggung. Dia sedang berandai-andai apakah dia perlu untuk melakukan hal yang romantis pada Ella?
Pembawa acara sudah memutar musik untuk berdansa.
"Kau ingin berdansa?" Tanya Calvin sambil mengeluarkan tangan kanannya, berharap Kristy menjawab ajakannya.
"Tentu saja, Calvin." Jawab Kristy, mereka berdua pun sudah menuju lantai dansa, mulai mengikuti alur musik yang indah.
Ron menatap harap ke arah Ella, "apa?... Heh?... Tidak... tidak....."
"Ayolah Ella, apa kau seorang pemalu? Hanya sebuah dansa." Ron mengulurkan tangannya.
"Kau lihat kan, berjalan saja aku susah, apalagi berdansa." Tolak Ella dengan mentah-mentah.
Ron menatap Ella, dan melihat semua penopang tubuh Ella. Ya Dia benar, Ella tidak mungkin bisa berdansa.
"Kalau begitu ... bagaimana kalau kita keluar sebentar mencari suasana baru?" Ajak Ron kembali.
"Hai Ella.." Suara seorang pria memanggilnya, Ella menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, hanya untuk bisa melihat siapa yang memanggilnya. 'Wah apa kau akan perang dengan semua kostummu?" Gerorge dengan sengaja menyindir.
George sedang berdiri dan menatap Ella dengan senyum kemenangan, disebelahnya ada seorang wanita yang menggandeng tangannya dengan penuh manja.
"Hai George." Ron yang membalas sapaan George. Pria itu menatap Ron dengan pandangan jijik.
"Ron ayo kita keluar, tiba-tiba aku merasa panas disini, apa kau juga merasakannya?" Ucap Ella melotot kearah Ron.
"Hah?.. Oh ya.. ayo kita keluar. Mari kubantu." Ucap Ron, dan ia membantu Ella berjalan dengan memegang lengan Ella.
Mereka berdua duduk di taman sekolah, sebuah bangku menjadi tempat mereka berdua untuk menghilangkan rasa suntuk Ella.
Taman itu pun ternyata dihias dengan lampu kelap kelip, tidak banyak tapi cukup indah. "Wah mereka, benar-benar sangat berniat dengan acara ini, sampai taman sekolah pun ikut dihias." Ella menatap kagum.
Ron tersenyum mendengar ucapan Ella, membuat dia pun memandang Ron dengan curiga. "Tunggu... kau yang mengajak dan memintaku untuk keluar. Apa kau yang menyiapkan ini semua Ron?"
Ron kembali tersenyum, dan ia bangkit dari duduknya. Lalu menunduk hormat dan mengulurkan tangannya ke arah Ella, yang langsung tercengang.
"Apa kau mau berdansa denganku, Putri Ella?" pinta Ron dengan senyum yang tulus.
"Apa? berdansa.. Ron.. aku..."
"Tuan putri, tolong jangan menolak dan melukai hati ku.." Ron kembali meminta, dengan tangan yang masih terulur.
Ella menghela napasnya dan akhirnya ia pun menggapai tangan Ron dengan senyuman di wajahnya. Tidak ada yang salah menurutnya, Ron pria yang baik dan sopan. Sebuah dansa, tidak akan melukai dirinya.
"Kau boleh memegang pundakku, sebagai pengganti tongkat." Ucap Ron menyarankan.
Ella hanya tersenyum dan ia pun menurut. Tongkatnya ia lempar pelan ke arah samping dan langsung memegangi pundak Ron.
Ella sempat kehilangan keseimbangannya, tapi Ron dengan sigap memegangi pinggang Ella.
"Maaf," Ucap Ron, dan saat ini mereka sudah sangat dekat.
"Lihat kan, bagaimana aku bergerak saat ini?" Balas Ella yang kesulitan untuk bergerak.
"Tidak apa-apa, kita tidak perlu bergerak banyak. cukup diam seperti ini aku juga sudah merasa senang." Ucap Ron tampak malu.
"Ella??"
"Ya..?"
"Kau benar-benar cantik, dan aku... aku menyukaimu, Ella." Ucap Ron tergagap dan masih malu-malu.
"Ron... aku..." Ella tampak bingung harus menjawab apa ucapan Ron.
"Ahh.. kumohon... kau tidak perlu menjawab apapun. Aku tau kau tidak mencintaiku, pastinya cintaku sudah bertepuk sebelah tangan. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja Ella." Ucap Ron lebih malu lagi, wajahnya bahkan mulai memerah.
"Maaf Ron," Ella tampak merasa bersalah.
Tiba-tiba saja Ron mengecup pipi Ella. Ella menatap dengan tidak percaya, dan ia langsung secara otomatis memundurkan wajahnya sendiri.
"Ahh..maafkan aku Ella. Aku sudah sangat menahannya.. Aku.... benar-benar... ahh aku harap kau tidak...."
"ELLA AMBER!!!!"
Suara pria yang sangat nyaring dan lantang terdengar oleh telinga Ella, suara yang menggelegar dan terdengar sangat marah.
"Edward Huxley? Tuan Edward apa yang sedang kau lakukan disini ?" Tanya Ella kaget, bahkan Ron langsung melirik ke Edward dengan bingung. Walaupun tangannya masih memegang pinggang Ella.
Edward mengambil tongkat penopang Ella dengan wajah kesal, lalu ia melepaskan tangan Ella yang bersandar di pundak Ron.
Lalu pria dengan wajah yang kesal memberikan tongkat penopang ke tangan Ella, sambil memberikan tatapan seram untuk Ron.
"Tuan Edward, APA MAKSUD ANDA BERSIKAP SEPERTI INI?" Teriak Ella.
Ron terpaksa melepas pinggang Ella sambil ia berkat, "Maaf, tapi kau tidak boleh bersikap kasar seperti ini pada seorang wanita," Ron mulai memprotes.
Edward kembali memberikan tatapan terkejamnya pada Ron, yang bersikap sok pahlawan.
"JANGAN PERNAH BERANI KAU MENDEKATI GADISKU!" ancam Edward.
Ella langsung terperanjat dengan perkataan Edward. "Tuan Edward!! Apa kau sudah sinting? dan tidak WARAS?!"
Edward langsung melihat Ella dengan kesal,
"Ron maafkan aku, kurasa ini hanya sebuah kesalah pahaman." Ella merasa tidak enak dan ia berusaha mendekati Ron.
"KAU INGIN TAU JAWABANNYA,ELLA? KALAU BEGITU KAU HARUS IKUT DENGANKU, SEKARANG!!" Edward mulai menggila lagi.
"Tidak, aku tidak mau. Apa kau sedang mabuk Tuan Edward, Ayo Ron kita pergi dari tempat ini...."
"Edward Huxley!!! Turunkan aku... !!" Ella sudah berada dalam gendongan dan pelukan pria tersebut.
"Kau tidak boleh bersikap Kasar, aku akan panggil keamanan." Ucap Ron panik dan kesal.
"Kau, menyingkir dari jalanku! Silahkan saja kalau kau ingin memanggil keamanan, aku sama sekali tidak takut. Dan Ella, apa ini maumu? Kaerna aku sudah siap membuat keributan di sini." Ancam Edward,
Ella menatap wajah Edward, ekspresinya benar-benar mengatakan dia serius dengan semua ucapan dan ancamannya.
"Maafkan aku Ron, aku akan selesaikan masalah ini. Dan Tuan Edward, aku bisa berjalan sendiri, kau tidak perlu repot menggendongku." Ucap Ella lebih keras.
Edward tidak peduli dengan semua kemarahan dan kekesalan Ella, ia membuka mobilnya dan meletakkan Ella di kursi depan.
Dengan cepat ia mulai mengendarai mobilnya, dan menjauh dari sekolah.
Mereka hanya terdiam selama lima belas menit, sampai Edward memberhentikan mobil mereka di suatu tempat.
"Dimana kita? Taman bermain? Untuk apa kau bawa aku kesini?" Ucap Ella kesal.
Edward memegang kemudinya dengan erat, menahan rasa kesalnya. Ia menatap Ella, malam itu ia memang terlihat cantik. "Jadi kau sudah belajar menggoda pria?" Ucapnya.
"Apa maksudmu Edward?!"
Edward sudah mendekat ke arah Ella dengan cepat, ia mendekatkan wajahnya ke arah Ella dan mulai mencumbu bibirnya dengan kasar.
>>>
Ella sampai merasa sesak pada dadanya, karena Edward mencumbunya tanpa memberikan jeda. Edward masih terus memaksanya, dan Ella semakin tidak menyukai irama cium yang semakin tidak beratur, dan ia benar-benar sesak hingga kesulitan bernafas.
Semakin Ella melawan, Edward semakin menjadi liar dan tidak memberikan ampun kepadanya.
Ella berusaha mengumpulkan semua tenaganya, dan akhirnya ia berhasil mendorong wajah Edward agar bisa jmenjauh dari wajahnya. ia bahkan langsung melayangkan sebuah tamparan kerad pada pipi laki-laki tersebut.
Edward tampak terkejut dan ia menunduk diam, tidak menyangka Ella akan menamparnya.
"Kau benar-benar memang BAJINGAN! Edward Huxley!!!"
"Jadi kau menganggap kalau sekarang aku adalah wanita penggoda?! Aku sudah muak denganmu Edward!" Ella membuka pintu mobil, dengan tokat penopangnya ia mulai berjalan tertatih-tatih.
Air matanya sudah berlinang, baru kali ini ia merasakannya sakit di hatinya. Merasa tidak dihargai, merasa dipermalukan dan dipermainkan oleh seorang pria yang memberikan harapan cinta pada dirinya.
"Kau akan pergi kemana Ella??!!" Edward sudah ikut keluar dari mobil, dan menatap Ella yang tidak merespon sama sekali.
"Ella!!!!! "
Edward membanting pintu mobilnya, dan mulai berlari ke arah Ella, dan ia berhasil mendekatinya. Edward langsung membalikkan tubuh Ella, dan ia langsung terkejut dengan wajah Ella yang sudah bersimbah air mata.
"Apa maumu Edward, kalau kau hanya ingin MENGHUKUMKU dengan cara menyiksaku seperti ini! Kau telah berhasil! Tapi aku boleh aku bertanya padamu, APA SALAHKU SAMPAI KAU MENYIKSAKU TERUS MENERUS!!! APA SALAHKU EDWARD HUXLEY?!"
Ella kembali menangis, tangisannya sangat memilukan hati Edward yang melihatnya.
"Ella, maafkan aku.. maafkan aku..." Ucap Edward kemudian memeluknya dengan erat.
"Kau tidak salah, aku yang salah selama ini." Ucap Edward sedih.
***
Mereka berdua sudah duduk di taman bermain umum yang sepi. Ella sudah berhasil mengontrol emosinya, dan berhenti menangis walaupun matanya masih sangat sembab. Ella sesekali menatap Edward yang duduk disampingnya.
"Kau tau Ella, pertama kali melihat mu. Aku benar-benar membencimu. Kau dengan semua kekuranganmu, masih bisa tersenyum dan bahagia." Ucap Edward menunduk.
"Kau tidak pernah menolak semua hukumanku, kau selalu menunjukkan bahwa kau adalah wanita yang kuat. Dan aku masih belum percaya saat itu, dan aku semakin tidak menyukaimu waktu itu."
"Tapi tanpa kusadari, justru akulah yang tampak seperti pria yang lemah. Tanpa aku sadari, aku pelan-pelan sudah membuat hatiku mendekatimu. Tapi aku takut, apa kau akan menerimaku. Seperti yang kau bilang, aku adalah pria Bajingan.."
Edward masih saja menunduk, ia tidak berani menatap wajah Ella. Tapi tangan Ella sudah menggenggam tangannya, ia pun tersenyum manis melihat Edward sudah mendongakkan wajahnya.
Ella tertidur dalam mobilnya, Edward memberikan jaketnya untuk menyelimuti Ella. Edward terhenti sebentar, dan menurunkan posisi duduk Ella agar ia bisa nyaman dengan tidurnya.
Edward menyentuh wajah Ella dengan lembut, dan menyesali semua hal jahat yang pernah ia lakukan. Ia pun memberikan kecupan di dahi Ella yang masih tertidur pulas.
Laras dibuat terkejut dengan kehadiran Edward yang sudah berdiri didepan pintu kamarnya, sambil menggendong Ella yang masih tertidur pulas.
Edward tidak berkata apapun, tapi perasaan Laras mengatakan ada sesuatu yang terjadi diantara mereka berdua.
Edward sudah sangat lelah, dan baru akan berjalan menuju kamarnya. Sampai di kegelapan, di ruang keluarga, Mr. Huxley menampakkan diri dan menyalakan lampu ruangan tersebut.
"Jadi karena pelayan itu?" Ucap Mr.Huxley duduk dengan santai, tapi sorot matanya mengatakan hal yang berbeda.
Edward lebih tidak peduli, dan ia masih terus berjalan ke arah anak tangga.
"Kau tahu Edward, aku tidak akan pernah mengijinkan hubungan kalian berdua." Ucap ayahnya dan Edward langsung menghentikan langkahnya.
"Aku tidak peduli, dan aku tidak butuh ijinmu." Edward sedang tidak ingin berdebat, ia pun meninggalkan ayahnya yang masih menatap dengan kesal.
selamat membaca (^^).
jangan lupa comment dan ulasannya.
apa-apa saja yang kurang. supaya author bisa memperbaiki karya Author.❤️❤️