webnovel

Sekolah dan teman baru part 2

Beberapa minggu kemudian.

Andika menjalani kehidupan baru sekolahnya sendiri. Maksudku di sini Andika jarang sekali bergaul dengan teman-teman sebayanya, apakah karena Andika-

"Sudahlah kau narator tidak usah banyak bicara! Nanti juga dijelaskan di alur ceritanya." Kata Andika.

Benar juga sih, baiklah aku lanjutkan ceritanya.

Di sekolah Andika jarang bergaul degan teman-temannya. Jangankan bicara bertatap muka pun jarang. Sikap Andika membuat Yatna kesal hingga suatu hari.

Di kantin, itulah yang mereka sering sebut, bertempat di luar sekolah. Tempat di mana banyak para pedagang kaki lima berjualan.

"Yatno, Maya. Bukankah menurut kalian sikap Andika terlalu egois." Kata Yatna

"Egois?" mereka berdua menoleh.

"Ya, saat itu aku ingin mengajaknya makan bersama di sini, lalu dia bilang maaf aku tidak lapar."

"Di mana egoisnya Yatna?" balas Yatno. "Egois itu maksudnya adalah seseorang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Pantas saja nilai bahasamu 50. Mungkin maksudmu Andika tidak suka bersosialisasi."

"Maaf kalau nilai Bahasaku tidak bagus, akan ku perbaiki lagi. Lagi pula sifat Andika membuat kesabaranku habis. Dia memang pintar tapi sifatnya itulah nilai minus miliknya."

"Kau saja mungkin Yatna yang berpikir seperti itu." Balas Maya

"Kalian bisa lihat nanti saat pelajaran bela diri berpedang."

Pelajaran bela diri berpedang adalah salah satu pelajaran wajib bagi semua sekolah di Megazila, berbeda dengan pelajaran olahraga atau ekstrakulikuler, pelajaran ini khusus dilakukan setiap hari saat pulang sekolah untuk mempersiapkan para prajurit cadangan negara dan melatih anak-anak agar dapat menggunakan pedang. Pelajaran ini memiliki beberapa macam teknik yaitu teknik pedang bermata satu, teknik pedang bermata dua dan teknik pedang ganda.

Siang hari, saat pulang sekolah. Semua murid bersiap mengganti baju mereka. Lalu berpindah ruangan untuk belajar bela diri berpedang.

Sesampainya mereka semua di sana, Akna memberikan pelajaran bebas pada murid-muridnya karena Akna diberikan tugas dari pemerintahan pusat yang mengharuskannya pulang malam hari. Kesempatan ini digunakan oleh Yatna untuk menantang Andika.

"Hey Andika, bagaimana kalau kau bertanding melawanku satu lawan satu." Mengacungkan pedang latihan ke Andika.

"Maaf, hari ini aku ada tugas lain. Aku harus pulang." Balas Andika.

"Ada apa, kau takut denganku pengecut!" suaranya terdengar nyaring hingga menghentikan murid lain sedang berlatih pedang.

Andika yang terpojok dengan kata-kata Yatna terpaksa menyetujui tantangannya.

Pertandingan mereka pun dimulai, Yatna mengawali serangan dengan teknik pedang bermata dua miliknya. Andika berhasil mengelak lalu menyerang balik ke bagian kaki Yatna. Yatna dengan cepat melompati pedang latihan milik Andika. Mereka saling mengadu pedang mereka, setiap kali mereka beradu mengayunkan pedang, teriakan para murid yang menonton semakin meriah.

Akna yang diam-diam melihat pertandingan mereka berdua terus memperhatikan. "Andika. Kenapa kau tidak pernah serius dalam hal apapun. Kau mirip sekali dengan pamanmu." Berkata pelan.

Andika mengingat waktu, entah sudah berapa menit dia habiskan untuk melawan Yatna. Andika terpaksa mengakhiri pertandingan. Dengan sengaja Andika mengendurkan pertahanannya dan membiarkan pedang milik Yatna mengenai tubuhnya. Andika pun terjatuh.

Teriakan para murid yang menonton terdengar keras, meneriakkan pertandingan seru mereka berdua.

Yatna mendekati Andika. "Kenapa, Kau mengendurkan pertahananmu?"

"Kau sudah puaskan Akna." Kata kata Andika memecah suara teriakan penonton, ruangan hening seketika.

Akna keluar dari tempanya mengintip, tepatnya di balik pintu keluar menuju halaman. "Wah-wah sepertinya kita ketahuan. Entah puas atau tidak sepertinya kau harus menanyakannya pada ayahmu sendiri."

"Entahlah aku puas atau tidak, tapi aku justru malah penasaran kenapa bisa anakku kalah." Keluar juga seorang tokoh besar Pemimpin atau Raja Megazila, Sukirto Kisana.

Semua murid kaget dan menyingkir.

Akna melempar pedang asli berwarna merah milik Andika. Andika langsung mengambilnya lalu bersiap menghadapi situasi terburuk.

Sukirto memperlihatkan pedang miliknya lalu mengayunkan Composite Sword miliknya. Andika menghindari serangannya dengan cepat. Lantai yang terkena serangan Composite Sword hancur membekas.

"Ya ampun baru beberapa bulan sekolah ini berdiri tapi sudah rusak. Kau harus ingat membetulkannya ya Sukirto."

"Ya tenang saja, nanti aku panggil beberapa pekerja." Berkata sambil terus mengayunkan pedangnya ke Andika. "Ada apa, hanya seperti itu latihanmu selama di Javana Greed. Kau hanya lari dari kenyataanmu."

Andika balas menyerang. Sukirto dengan cepat menghindar mundur menjauh dari kelas agar tidak rusak terlalu parah.

Semua murid yang berada dalam kelas ikut keluar menyaksikan pertarungan antara ayah dan anak ini.

Andika yang berusaha maju untuk membalas serangan, terus menerus gagal karena sambaran Composite Sword milik Sukirto yang sangat cepat. Saat Andika berada 3 meter di depan Sukirto, pedang miliknya selalu menggagalkan serangan Andika.

"Jadi ini yang kau maksud Yatna?" Tanya Maya panik melihat pertarungan antara ayah dan anak itu.

"Tentu saja bukan. Lagi pula aku juga terkejut tadi tiba-tiba muncul ayahnya Andika."

"Ada apa? sudah kelelahan." Melihat Andika yang dari tadi nafasnya terengah-engah.

Andika diam tidak menjawab.

"Bukan ini yang ku harapkan dari mu Andika, aku mendidikmu bukan untuk hal ini. Kau harus diberi hukuman."

Sukirto Mengangkat pedangnya lalu menghempaskannya ke arah Andika. Yatna yang melihat Andika terengah-engah refleks melompat dan menangkis sambaran composite sword milik Sukirto. Pedang latihan itu seketika hancur.

"Kau menghalangiku nak, sebaiknya kau minggir, ini masalahku dengan Andika!"

"Aku tidak tahu salah Andika apa. Tapi bukankah sudah terlalu berlebihan menghukum anak hingga seperti ini."

"Kau tidak akan tahu nak. Sebenarnya~

"Sayang. Ternyata kau di sini. Kau bilang akan membantuku di rumahkan." Suara Hamida memotong percakapan mereka. "Ya ampun Andika, kau kenapa sampai terengah-engah seperti itu dan lihat bajumu bisa sampai robek dan sampai berdarah pula." Hamida mendekati Andika lalu mengusap keringat Andika dengan saputangannya

"Sebenarnya~

Andika langsung memotong kalimat Sukirto. "Tadi aku sedang latihan bersama temanku ini. Lalu ayah datang~

"Cukup Andika." Hamida berdiri menghadap ke Sukirto. "Sayang!"

Hamida mengambil tombak yang dia bawa dari rumah untuk jaga-jaga. Hamida melempar tombak ke arah Sukirto.

DUAR, suara pohon terjatuh akibat terpotong terkena senjata Hamida. Beruntungnya Sukirto. Senjata yang dilempar Hamida hanya meleset satu jengkal dari kepalanya.

Sukirto melihat ke arah belakang, menelan ludah. Lalu melihat kembali istrinya yang kelihatan marah.

"Sayang bukankah aku sudah memberi tahumu agar tidak mengusik anak kita belajar di sekolah, jangan sampai aku memberitahumu sampai tiga kali ya!"

"Ada apa ini sebenarnya?" Yatna bingung bertanya.

"Keluarga kami membuat kesepakatan, ayah dan ibu tidak akan ikut campur dalam urusan sekolah, kalau nilai kami di atas rata-rata. Sepertinya ayahku sudah melanggar dua kali."

"Eeh. Bukan itu yang ku maksud."

"Sayang." Menjentikkan jemarinya.

"Hamida, sebentar aku bisa menjelaskannya."

Menjewer Sukirto menariknya pulang. "Simpan nafasmu baik-baik untuk menjelaskannya di rumah."

"Tunggu Hamida lepaskan, lihat senjatamu ketinggalan"

"Berisik."

"Hadeh, kalian berdua ini dari dulu sama saja." kata Akna.

"Ada apa Akna?" Hamida melihat Akna yang sedang tertawa kecil.

"Tidak. Tidak ada apa-apa"

Karena kejadian tersebut semua murid tertawa kecuali Yatna, Yatno dan Maya. Masih bingung dengan apa yang terjadi barusan.

"Ada apa ayo tertawalah." Andika mengajak Yatna untuk tertawa

"Hahaha haha hahh." Suara tawa paksaan dari Yatna.

"Baiklah anak-anak, mari kita masuk," Akna mengajak semua muridnya masuk kelas mereka semua masuk ke dalam kelas dengan tenang.

Di kelas.

"Ya seperti itulah kunjungan raja kerajaan kita. Walau pun tidak ada kuis atau semacamnya." Akna mulai bercanda lagi.

Seluruh murid tertawa dengan candaan Akna.

"Baiklah anak-anak pelajarannya cukup sampai hari ini, kalian boleh pulang. Ketua kelas tolong siapkan."

"Bersiap." Kata kata Yatno terdengar lantang. Dengan cepat seluruh murid bersiap.

"Terima kasih atas pelajaran hari ini."

Seluruh murid kompak melanjutkan. "Terima kasih banyak."

"Baiklah anak-anak kalian boleh pulang. Oh ya, Andika jangan lupa ya, membawa senjata ibumu yang tertinggal dan jangan lupa untuk mengirimkan beberapa pekerja untuk membetulkan ruang latihan kita."

Sekali lagi semua murid tertawa karena candaan Akna. Semua murid pulang ke rumah mereka masing-masing. Tapi.

"Hei Andika, berhenti." Yatna memanggil Andika yang berjalan pulang. Di sana hanya ada mereka berdua.

Andika hanya menoleh, tidak menjawab apa-apa.

"Kenapa. Tadi kau sengaja mengendurkan pertahananmu?" Tanya Yatna.

"Tidak apa-apa." Andika menjawab pendek.

"Kau ini kenapa hah? Kau selalu menolak ajakanku makan bersama, kau selalu mengerjakan apapun sendiri. Aku, Yatno, dan Maya khawatir padamu!"

"Terserah." Andika menjawab pendek. Andika membalikkan badannya dan berjalan pulang.

"Kau ini laki-laki macam apa sih! Kau ini perempuan ya!"

Kata-kata Yatna membuat kaki Andika berhenti melangkah. Andika membalikkan tubuhnya mengarah ke Yatna. "Aku ini laki-laki kau ingin melihatnya."

"Bukan itu maksud gua~

Andika tertawa.

"Ada apa, memangnya ada yang lucu saat aku bicara tadi."

Andika berhenti tertawa, mendekati Yatna lalu menepuk bahu Yatna. "Tidak, aku hanya mengira kalau sudah tidak ada orang seperti kalian. Ternyata masih ada."

"Apa sih yang kau maksud aku tidak mengerti."

"Kalian juga yang di sana ayo keluarlah."

Keluar Maya dan Yatno yang sedang menguping dibalik pohon.

"Ku kira kalian sudah pulang." Kata Yatna.

"Sebenarnya Maya masih penasaran, lalu Maya mengajakku untuk menguping kalian." Jawab Yatno.

"Ya ampun kalian ini."

"Inilah yang ku maksud Yatna."

"Apa sih yang kau bicarakan. Aku masih tidak mengerti?"

"Kalau begitu biar kuceritakan kenapa aku keluar dari sekolah Javana Greed."

"Maksud mu sekolah yang terkenal di Javaind itu?" Tanya Yatno memotong pembicaraan.

"Iya. Saat aku sekolah di sana semua murid di sana orang tuanya kebanyakan golongan atas, sisanya murid berprestasi dan murid dari negara lain."

"Lalu kau keluar hanya karena itu?" Tanya Maya.

"Tentu saja bukan. Itu karena di sana~

"Kenapa?" mereka bertiga bertanya bersamaan.

"Karena aku bosan sekolah di sana."

"Hanya karena itu." Kata Maya

"Ya."

"Ya ampun, kau ini Andika. Hanya karena hal itu kau rela keluar dari sekolah yang memiliki fasilitas super. Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu." Kata Yatna.

Andika tersenyum kecil. "Itu lebih baik. Karena aku bisa bertemu kalian bertiga dan yang lain."

Mereka berempat tertawa, entah tertawa karena hal apa.

"Aku minta maaf atas prilaku tidak baikku awal waktu."

"Sudahlah tidak perlu minta maaf. Kami tidak mempermasalahkannya."

"Kalau begitu, ayo kita pulang. Dan mempersiapkan semangat baru untuk besok sekolah." Yatno memberi semangat.

"Ya." Menjawab kompak.

Mereka pun pulang ke rumah mereka masing-masing. Tapi Andika tidak akan memberi tahu alasan sebenarnya.

Bab berikutnya