Tak perlu dikatakan lagi bahwa setelah kembali ke rumah besar, baik Leonard maupun Christopher sudah pasti dimarahi atas perilaku buruk mereka. Pelayan yang membawa mereka bersamanya ditegur karena tidak mengawasi mereka. Bocah-bocah itu bukan hanya dipenuhi memar, tetapi juga lumpur, pakaian mereka setengah tercabik-cabik dan rambut yang tampak seperti burung sudah mulai hidup di dalamnya.
Ayah Leonard, Giles menghela nafas dengan lelah menggosok dahinya sementara dia duduk di kursi kamarnya.
"Kau terlalu khawatir," istrinya yang telah menyisir rambutnya berbicara menatapnya melalui cermin, "Dia masih anak laki-laki yang sedang mempelajari hal-hal baru. Suster Isabelle mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengannya. Aku tidak ingat jika ibuku pernah mengatakan sesuatu tentang sifatku atau Sullivan yang berperilaku seperti ini." Renae tersenyum kepada suaminya, meletakkan sisirnya di atas meja rias, dia pergi untuk berdiri membungkuk belakangnya, dan meninggalkan ciuman kecil di bibirnya, dia berkata, "Itu karena sifat Leo sama seperti kakekku."
"Tentu saja," Giles memejamkan matanya ketika memikirkan hal itu. Dari semua cucu, putranya yang mendapatkan sebagian besar sifat baik mental dan fisik dari orang tua itu.
"Itu salahku, Sayang. Aku berharap mereka akan memperbaiki cara mereka berperilaku dan menjadi teman setelah apa yang terjadi pada malam hari ini. Aku pastikan akan menjauhkan Christopher dari Leo di waktu berikutnya," Renae memindahkan tangannya dari pundak suaminya lalu mengusap rambutnya dengan jari-jarinya, dan menaruh tangannya di samping, "Tapi menolaknya untuk pergi lagi dengan Paul agak kasar, benar kan ?"
Giles berdiri dari kursinya untuk pergi ke tempat tidur di mana istrinya sekarang menarik selimut, "Dia menghabiskan terlalu banyak waktu dengan pelayan," dia menyuarakan keprihatinannya. Renae meletakkan tangannya di atas tangan suaminya yang ada di tempat tidur,
"Paul setia dan tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mempercayainya. Kurasa tidak ada orang seperti dirinya di rumah besar ini. Sedikit waktu bersamanya memberinya perspektif yang berbeda dari kekaisaran. Anak kita berperilaku baik. Maafkanlah dia untuk kali ini. Jika sesuatu terjadi lagi padanya, kau bisa mengatasinya," Renae mencoba mengubah keputusannya hanya untuk mendapat senandung darinya. Memahami persetujuannya, saat dirinya tersenyum.
"Negeri kita saat ini aman karena tidak adanya vampir berdarah murni. Terutama untuk anak-anak. Sampai dewan memutuskan apa yang sedang terjadi dan dari mana racun itu dibeli, kita semua harus berhati-hati. Ada manusia yang berusaha membekukan hati kita, merusaknya untuk mengubah kita menjadi sama dengan mereka," katanya sambil melirik ke luar jendela yang terbuka, berjalan ke arahnya ketika suaminya menutup jendela untuk menghindari air hujan yang akan segera jatuh dari langit.
Ketika hujan mulai turun, tanah dan jendela bergetar dengan geraman guntur. Petir menyambar tanah, benda-benda di rumah mendapatkan cahaya sesaat sebelum terbenam kembali ke kegelapan malam. Leonard duduk di tempat biasanya, di ruang kaca di atas lempengan kayu di bawah atap tempat dia bisa mendengar tetesan air turun dengan keras.
Dengan obeng di tangannya, dia memutar sekrup kecil di kotak kayu yang dia pegang di tangannya. Itu adalah kotak yang perlu diputar sebelum menghasilkan musik yang indah. Pada sore hari ketika mereka berjalan melewati kios-kios, ini adalah salah satu barang yang menarik perhatiannya. Bahkan dengan jumlah orang yang mengobrol di dalam dan di sekitar tempat itu, musik itu telah membuatnya menoleh. Sungguh mengherankan bagaimana sebuah kotak kecil dapat melakukan banyak hal. Sayangnya, ketika dia terlibat perkelahian dengan sepupu keduanya, bagian atas kotak tersebut terlepas saat jatuh ke tanah.
Mencoba memperbaikinya, dia memutar sekrup dengan hati-hati. Setelah itu diperbaiki, dia melilitkan tongkat yang menempel di luar untuk mendengar musik berdenting yang dihasilkan oleh kotak tersebut. Dia duduk di sana selama beberapa menit, bermain dengan kotak itu sampai dia menemukan gadis kecil itu berjalan di belakang pilar lagi.
Vivian kecil yang tertidur lebih awal karena kegembiraannya pergi ke pameran, terbangun oleh suara guntur yang sangat besar. Hal itu membuatnya takut karena cahaya yang terus-menerus melewati jendela transparan mengubah hal-hal yang terlihat baik di kamarnya menjadi bayangan menakutkan di matanya. Dengan setiap guntur yang melanda dari langit, dia melompat melihat sekeliling ruangan seolah-olah ada sesuatu yang melompat dan memakannya hidup-hidup. Meskipun demikian dia terus berjalan ke ujung ruangan dengan selimut yang diseret di belakangnya, tidak menyadari bahwa itu membuatnya membersihkan lantai saat dia berjalan.
Berjalan ke tanaman dan bunga-bunga, dia duduk di depannya untuk mendekatkan lututnya ke dadanya. Matanya terkulai pada satu titik hanya untuk dibangunkan oleh guntur lagi. Leonard yang telah mengawasinya, turun dari lempengan untuk pergi dan duduk di sebelahnya dengan tidak ada sepatah kata pun.
"Apa yang kau lakukan pergi dari tempat tidur?" bocah lelaki itu merentangkan kakinya di depannya.
Memberikan tatapan cemas pada gadis itu, dia berbisik, "ada Hantu di kamar," dia memutar matanya.
"Tidak ada hantu. Mereka mengarang cerita supaya anak-anak segera tidur," jawab bocah itu, "Jika memang ada, tidakkah menurutmu itu akan mengikutimu ke sini?" Leo menggambarkan sedikit, menatap pintu seolah ada orang di sana. Tiba-tiba Vivian kecil berbalik untuk melihat apa yang bocah laki-laki itu lihat. Apakah hantu itu mengikutinya? Bergeser lebih dekat dengan bocah itu, dia kembali memegangi lututnya dekat ke dadanya lagi.