webnovel

Tuna Wisma – Bagian 2

Editor: AL_Squad

Alexander berjalan menuju ke kamarnya tetapi dia berhenti tepat di sebuah ruangan yang terletak di samping kamarnya. Dia dapat mendengar detak jantung Katie dari belakang pintu.

Kucingnya menggaruk pintu sambil menatap Alexander.

"Tidak sekarang, Areo. Dia butuh istirahat," ujarnya sambil berjalan menuju ke kamarnya.

Sejam kemudian ketika dia selesai mandi dan meminum darah yang dibawah oleh pelayannya, dia keluar dari ruangannya menuju ke ruangan Katie. Terkejut, dia melihat Aero tertidur di depan pintu kamar gadis itu. Kucing itu membuka matanya dan menatap kepada tuannya dengan mata setengah tertutup seolah-olah menuduh tuannya itu.

"Salahku, maaf aku lupa kau kucingku," dia bergumam dan memutar gagang pintu dan membuka pintu kamar dengan hati-hati.

Dia duduk di tempat tidur dan kucingnya meloncat di sisi lain tempat tidur dan menggoyangkan ekornya. Gadis itu tidak bermimpi buruk yang artinya itu adalah pertanda bagus, pikir Alexander, sebaliknya gadis itu tertidur dengan lelap.

Dia mengatur selimut untuk memastikan Katie merasa hangat dan nyaman, dan dia menyadari tangan katie memegang erat kalung yang diberikannya dan lehernya seperti memberikan undangan kepadanya. Tangannya menyentuh lehernya yang halus dan angannya tentang darah gadis itu membuat lidahnya menari di atas gigi taringnya. Sudah berapa lama sejak dia minum dengan puas? Darah yang dia butuhkan sekarang ini berada tepat di depannya, tetapi itu membuatnya merasa ingin sekaligus marah di saat yang bersamaan. Dia tidak menyukai perasaan bahwa seseorang mempunyai kekuatan atas dirinya.

Keinginannya atas darah gadis itu oleh karena dia telah mengikatkan jiwanya kepada gadis itu dan butuh enam tahun baginya untuk menyadarinya. Bertahun-tahun telah berlalu dan dia tidak mengerti apa yang menyebabkan ketidakpuasannya atas darah dan berpikir bahwa itu hal yang lain.

Beberapa tahun yang lalu dia telah menggigit gadis itu, meninggalkan tanda untuk Sementara, tipuan yang di lakukan di depan semua orang sehingga gadis itu bisa hidup dengan aman. Menyelimuti gadis itu dengan selimut, Alexander mengangkat kucingnya dan meninggalkan kamar itu dan Areo mengeong.

Ketika matahari terbit keesokan harinya, Katie terbangun dengan kepala yang terasa berat. Dia terbaring tak bergerak saat waktu berlalu. Tidak ada lagi yang bisa dipanggilnya sebagai keluarga.

Hari-hari berlalu begitu saja dan sakit yang dirasakannya berkurang sedikit demi sedikit. Sylvia dan Elliot menemani Katie ketika mereka tidak mempunyai pekerjaan Sementara dia bertemu dengan Alexander saat makan malam dan terkadang dia tidak melihatnya sama sekali.

Dia merasa senang atas kebaikan yang ditujukan kepadanya tetapi dua minggu telah berlalu dan dia tidak bisa hidup seperti ini selamanya. Dia hanyalah seorang tamu dan tidak bisa tinggal seperti itu di istana. Dia mempunyai keluarga yang telah berpindah di desa yang lain dan dia mempunyai temannya Annabelle jika dia membutuhkan pertolongan.

Dihari ke 15, Katie memutuskan untuk bicara dengan Alexander dan pergi ke ruangan belajarnya ketika dia melihat Alexander sedang bicara dengan Elliot dan seorang pria yang lain. Dia tidak ingin mengganggu Alexander tetapi Alexander mengetahui kedatangan nya walaupun dia berada di sisi luar pintu dan akhirnya membuatnya duduk di sebuah kursi yang berada di ruangan itu.

Elliot sedang bermain dengan sebuah alat yang terlihat seperti sebuah jam Sementara Raja dan pria yang lain sedang bicara tentang hubungan antara penduduk desa dan penduduk kota.

"Pajak tidak juga menolong," pria yang mengenakan kacamata berbicara dalam ruangan.

"Mungkin saja, jika kita bisa menurunkan pajak kita bisa menggunakannya untuk keuntungan kita," saran Alexander.

"Akankah itu bisa berhasil?"

"Kita bisa mendapatkan uang dari hal yang lain," Jawab Raja Valerian yang mengambil sebuah perkamen kosong dan menuliskan sesuatu di atasnya sebelum menyerahkannya pada pria berkacamata, "Kau tahu apa yang harus kau lakukan dengan ini, Oliver."

"Ya, Tuan," jawab Oliver singkat mengambil perkamen dan bangkit dari kursinya untuk pergi.

Pria itu pergi tetapi Katie tidak melewatkan tatapan Oliver dari sudut matanya, itu adalah tatapan yang tidak menyenangkan. Pria itu kelihatannya galak dan tenang, tidak menunjukan emosi apapun. Mungkin ini adalah dia yang disebut pria tanpa perasaan. Tetapi mungkin caranya itulah yang menyebabkan dia mencapai posisinya sebagai orang kedua di kerajaan Valerian.

"Dan bagaimana aku bisa membantumu, Nona Katherine," Alexander bertanya setelah Oliver meninggalkan ruangan belajar.

"Maaf aku mengganggu pekerjaanmu," Katie meminta maaf. Ketika dia bertanya kepada Sylvia dimana Alexander berada dan apakah dia sibuk maka dia bisa menunggu beberapa jam lagi.

"Tidak perlu meminta maaf, kau tidak mengganggu," Alexander memberikannya senyuman yang membuat Katie terlena, melupakan alasan mengapa dia datang ke tempat itu untuk beberapa detik.

"Kami berencana untuk mengunjungi teater minggu ini, apakah kau mau ikut?" Elliot bertanya setelah meletakan alat di tangannya ke atas meja.

"Teater?"

"Kelihatannya kau belum pernah pergi ke tempat itu," Komentar Alexander ketika Katie menggelengkan kepalanya. Pria itu begitu baik kepadanya dan jika dia tinggal lebih lama maka dia hanya akan merasa menggunakan kebaikannya sebagai keuntungan pribadi, "Kau harus datang. Kau pasti akan menyukainya."

Katie berpikir pelan tetapi dia ingat rencananya untuk meninggalkan istana.

"Aku rasa aku tidak akan bisa ikut," Katie melayangkan senyuman kegugupan, dia bingung harus memulai dari mana, "Sebenarnya aku kemari untuk mengatakan bahwa aku akan meninggalkan istana ini esok hari."

Mendengar hal ini Alexander memicingkan matanya untuk sedetik tetapi dia mengembalikan ekspresi wajahnya seperti semula.

Ah-tentu, Elliot berkata dalam pikirannya ketika sikap raja berubah seperti awan yang berlalu begitu cepat di atas langit.

"Apa kau tidak nyaman di sini?"

"Aku sangat nyaman," Katie merasakan tangannya mulai berkeringat ketika merasakan tatapan Raja Valeria, "Tetapi aku berpikir bahwa aku telah tinggal terlalu lama di sini dan sudah saatnya aku mencari pekerjaan. Aku kenal seseorang yang akan menolongku."

Walaupun dia mempunyai sebuah rumah, tetapi dia tidak bisa kembali ke sana. Dia adalah seorang pengangguran tanpa pekerjaan ataupun uang.

"Rupanya begitu," Alexander menjawab dengan tenang, "Jika boleh, pekerjaan apa yang akan kau cari?"

"Pekerjaan dengan cukup bayaran dan aman, pekerjaanku yang terakhir adalah asisten perpustakaan tetapi sekarang aku harus mencari dua pekerjaan lain."

"Hmm…" adalah jawaban Alexander dan dia melanjutkan," Aku tahu pekerjaan yang memberikan bayaran yang pantas dengan keamanan dan tempat tinggal."

"Benarkah?" Katie duduk dengan tegak.

Elliot tahu kemana arah pembicaraan ini. Ada terlalu banyak perbudakan manusia yang terjadi di kota-kota dan melihat Katie di istana adalah lebih baik daripada dia pergi jauh tanpa mereka tahu apakah dia aman atau tidak.

"Ya, ada di sini di mansion," dia menawarkan dengan mata berkilauan, "Kita bisa menggunakan bantuan ekstra, Elliot?" Dia bertanya pada temannya.

"Alexander benar. Kita butuh pengerja selama pesta-pesta" Elliot menggengam tangan Katie sebelum dia memberikan protes, "Kau tidak perlu khawatir tentang apapun juga. Aku akan memberitahukan hal ini kepada Sylvia, sampai jumpa nanti," Elliot tersenyum lebar dan pergi meninggalkan ruangan.

"Tetapi, apa pekerjaannya?"

"Hanya pekerjaan biasa, membersihkan rumah dan taman," Alexander kembali menyandarkan dirinya di kursinya, "Kau juga akan membantuku nanti. Contohnya membersihkan kamarku, membawakanku sarapan dan menjaga Areo."

Tidak terlihat buruk, pikir Katie. Mungkin aku harus bekerja di sini dan pergi mencari pekerjaan lainnya nanti. Ketika dia berjalan menuju pintu Raja Valeria memanggilnya,

"Dan Katherine."

"Ya?" Dia bertanya sambil membalikan badannya.

"Kau akan tidur di ruangan yang sama di mana kau tidur sekarang dan bukan di bawah tanah di mana pelayan lain tidur."

Bab berikutnya