webnovel

Perselisihan

Editor: AL_Squad

Dorian memiliki sepersekian detik untuk bereaksi.

Ini merupakan pertama kalinya dia bertemu dengan anggota lain dari Kawanan. Ketika dia berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang harus dikatakan, dia meninjau kembali apa yang telah dikatakan oleh beruang itu.

Beruang itu sudah mengirim 'sepuluh ribu klon.' Bahkan jika semua anggota dari Kawanan dimulai seperti dia, tanpa apapun, tetap saja tidak akan hanya berada di Kelas Langit setelah saat mereka hidup.

Oleh karena itu, ini pasti salah satu dari klon itu. Dan jika dia mengirim sepuluh ribu... tidak mungkin setiap individu klon sangat kuat.

Dia sambil lalu melemparkan beruang itu kembali dengan satu tonjokkan selagi menggunakan Kemampuan Cakar Apinya. Meskipun beruang itu sudah regenerasi, dia tidak terlalu merasa terancam oleh beruang yang berada di depannya. Dia mengangguk saat dia mendapat fakta ini di kepalanya, membuat suatu keputusan.

Entah dia memberitahu beruang itu bahwa dia adalah Anak Sulung, berbohong dan memilih nomor lainnya... atau tidak memberi nomor apapun sama sekali.

"Nomor berapakah Aku? Hmph. Hanya sampah yang akan mengandalkan nomornya untuk kekuatan. Kau bisa memanggilku Dorian." Suara Dorian mendominasi, dipenuhi dengan keyakinan. Mungkin seharusnya dia menggunakan nama palsu, tapi dia tidak perduli. Tidak ada satu orang pun disini yang mengetahui namanya.

Dia memutuskan untuk menggertak, dibandingkan dengan membocorkan bahwa dia adalah Anak Sulung. Dia merasa akan lebih baik untuk menyembunyikan fakta tertentu itu sampai dia sangat kuat. Menanggung gelar seperti itu dengan sangat jelas akan mengundang perhatian, dan mungkin iri hati, dari anggota lain di Kawanan.

Tujuan mereka disini, setidaknya yang diatur oleh Raja Dewa, adalah untuk menciptakan makhluk yang sempurna. Tidak ada pemberitahuan apakah anggota lain harus bersahabat atau tidak.

"Huh, kau tidak salah." Beruang itu menganggukkan kepalanya, sepertinya menerima apa yang dikatakan Dorian dengan tenang.

"Itu bentuk... Titan? Aku mengerti, kau pasti masih berada dalam tahapan adaptasi, huh? Bukan bentuk yang buruk, meskipun kurang dalam keindahan." Dia mempelajari badan kecil Dorian, pemandangan yang aneh untuk seekor beruang besar.

Kemudian Dorian mengingat bahwa dia berada dalam bentuk humanoidnya, dan juga telanjang. Dia sedikit merona, tidak bisa menahan dirinya sendiri. Setidaknya kulitnya memang merah dan menyembunyikan rona itu. Bentuknya seperti balita saat ini, jadi tidak masalah. Tapi tetap saja, dia tidak bisa menahan diri. Beberapa kebiasaan pokok susah hilang.

"Baiklah, Dorian, Aku akan langsung ke intinya." Beruang melanjutkan,

"Aku sedang membangun persekutu-"

Sebelum dia menyelesaikan pembicaraannya, namun, sebuah teriakan menginterupsinya.

"MATI KAU MONSTER!"

WUSH

Sebuah dorongan kekuatan yang tidak terlihat menembak kedepan, kira - kira satu meter diatas kepala Dorian, dan menghantam beruang. Dorongan kekuatan ini sangat kuat, cukup kuat sampai-sampai kekuatan itu memisahkan badan Beruang Kelas Langit menjadi dua, melenyapkannya. Darah hitam tersembur di udara sebagaimana setengah bagian atas Beruang terlempar, dan bagian bawahnya terjatuh ke tanah beberapa meter di depan.

Mulut Dorian berkedut terkejut selagi dia memarahi dirinya sendiri. Dia hampir melupakan Majus dibelakangnya.

Beberapa prajurit berlari, mengelilingi gerbong utama dan menatap Dorian. Beberapa dari mereka memegang pedang kearahnya, berjaga - jaga, ketika yang lainnya berlari ke tenda untuk mengalahkan para pemberontak.

Majus melangkah kedepan, ekspresi kelelahan terpancar di wajahnya saat dia menunduk ke Dorian, kebingungan, rasa ingin tahu, dan kewaspadaan tercampur di wajahnya.

Di kejauhan, beberapa dari beruang jatuh ke tanah, menyisakan satu beruang yang masih bertahan.

"Sekarang itu tidak beralasan, huh, Majus?" Suara dalam yang sama tajam dan aneh terdengar saat beruang terakhir berjalan ke depan, memelototi Majus yang baru saja membunuh beruang pertama.

"Semua yang kulakukan hanyalah mencoba untuk membunuhmu dan menyerap garis keturunanmu." Mello menggelengkan kepalanya dengan sedih sambil dia memutar bahunya, menyesuaikan, dan mengembalikkan perhatiannya kepada Dorian. Hujan gerimis yang konstan mulai berkurang, berubah menjadi tetesan sesekali.

Para Aethmen, penjaga, dan Majus, menatap beruang itu dalam keterkejutan dan ketakutan. Majus terguncang dengan kelelahan sembari dia menautkan jemarinya, seolah - olah dia akan terjungkal dalam sekejap.

"Seperti yang aku katakan, Dorian, teman baruku. Aku sedang membangun persekutuan antara para anggota Kawanan. Kita semua memiliki Kemampuan dan garis keturunan yang kuat. Ketika tujuan kita sama, tidak ada alasan mengapa kita tidak bisa bersekutu bersama untuk membantai siapapun yang menghadang. 30.000 Dunia jauh dari bersahabat dengan kita, dan berdiri sendiri adalah pilihan bodoh." Beruang itu tersenyum, giginya yang tajam berkilau.

Selagi dia berbicara, dia mulai melangkah maju, menuju para penjaga dan Majus mengelilingi kereta. Badannya sedikit melebar sebagaimana ototnya berkembang, kekuatan yang luar biasa terkonsentrasi di dalamnya. Matanya menyala merah gelap, mengancam,

"Dan untukmu, belatung-belatung... Garis keturunanmu akan menjadi tambahan yang bagus untuk koleksi-k..."

BUGG

BUG

Suara Mello terpotong ketika beruang besar itu terlempar, tangan kanannya hancur akibat kekuatan pukulan Dorian.

Ketika beruang itu mulai berlari maju, untuk menyerang para penjaga dan Majus, Dorian maju kedepan dan mencegatnya.

Darah hitam merembes keluar dari tangannya ketika beruang itu berputar di udara dan mendarat dengan kasar, menabrak tanah. Dia berdiri dalam sekejap, bulu di lehernya naik sementara tatapannya menusuk kepada Dorian.

"Kau berani menyerangku?" Suara Mello dipenuhi dengan rasa marah yang tidak bisa disembunyikan. Pada saat yang sama, bagaimanapun juga, sedikit keraguan dapat terlihat di matanya.

"Apakah kau akan melakukan sesuatu? Atau hanya berdiri disana dan berdarah-darah?" Kepercayaan yang luar biasa tergambar dari setiap kata yang dikatakan Dorian selama dia maju, menginjak tanah dengan keras dan menyebabkan timbulnya retakan - retakan.

Apakah lebih baik untuk berteman dengan seorang pembunuh? Atau ditakuti oleh seorang pembunuh?

Suasana hati Dorian muram sementara dia memalsukan sosok yang berkuasa, kepalanya terangkat tinggi.

Kalau dia benar - benar seorang binatang yang kuat, tidak akan ada alasan dia akan berkenan untuk bersekutu dengan seseorang yang lebih lemah dari dia, tidak akan juga dia menunjukkan sedikitpun tanda akan rasa takut. Kesan pertama ini sangatlah penting untuk dipelihara, terutama jika dia bertemu anggota Kawanan, atau salah satu dari para sekutunya, lagi.

Ada kemungkinan Mello jujur dalam upayanya untuk bersekutu dengan dia. Tetapi ini adalah dunia membunuh atau terbunuh, dan Dorian meragukan apakah niat beruang itu akan tetap baik.

Dan, terlepas dari segalanya, pembantaian tanpa alasan tidaklah benar. Membunuh dalam upaya pertahanan diri dapat dimengerti,tetapi menyerang orang yang tidak bersalah tanpa alasan? Itu melewati batas terendahnya dan bukan merupakan sesuatu yang akan diizinkannya.

Moncong beruang Mello terkulum dalam senyuman licik,

"Hmph, kau sama saja seperti nomor 11, huh? Hanya karena kau memulai dengan kuat tidak berarti apa-apa dan-"

Sebelum beruang itu dapat selesai berbicara, Dorian meluncurkan dirinya menuju dia. Ekspresi marah terlihat di mata Mello saat dia menggeram, badannya gemetar. Beruang itu menusukkan cakarnya kedepan, berniat menusuk tubuh kecil Dorian.

Namun, Sebelum dia mencapai beruang itu, Dorian tersenyum. Perasaan hangat timbul di hatinya.

Kemudian dia memuntahkan sebuah gelombang api yang besar, menyinarkan hijau zamrud yang terang.

Mata Mello terbuka lebar dengan keterkejutan dan amarah ketika dia melihat Api Nagawi berkobar ke arahnya.

"Kau bajing-" Kata - kata terakhir beruang itu terpotong ketika api hijau menyatu dengannya, dan membunuh beruang tersebut seketika itu juga, benar-benar membakarnya.

BUG

Mayat beruang itu jatuh ke tanah, sepenuhnya terbakar habis. Seluruh badannya meleleh, tak ada satupun titik tersisa dalam keadaan tidak rusak. Aroma daging yang terbakar berdesir di udara, melawan aroma hujan yang kuat.

Setelah Api Zamrud nya mencapai level tertinggi dari level pertumbuhan, mereka menjadi lebih kuat dan lebih berkekuatan penuh. Potensi mereka, menurut Dorian, kuat yang menyeramkan.

Dan ini semua hanyalah api dari seorang Naga kelas Grandmaster. Dia bergidik saat dia membayangkan kekuatan yang dimiliki oleh Naga Kelas Raden.

Keheningan tiba-tiba menyapu karavan ketika api hijau yang membakar tubuh beruang itu mulai padam perlahan-lahan, mendesis dalam hujan ringan.

Dengan perlahan Dorian berbalik untuk melihat pada berbagai Aethmen, dan kemudian memberi mereka lambaian yang bersahabat.

"Akankah kau keberatan kalau Aku menanyakanmu beberapa pertanyaan?"

..

"Bajingan licik itu..." Mello menderu, aliran dalam dari amarah yang berderak keluar dan menciptakan gelombang kejut yang kecil.

Suatu air gelombang besar meledak keluar dari pulau kecil tempatnya bermeditasi, mengguncang batas - batas danau berukuran sedang. Sedikit petunjuk akan Aura Kelas Raden menghentak keluar, mengirimkan binatang apapun yang terdekat melarikan diri.

Lebar pulau tersebut hanyalah belasan meter atau lebih, dengan sebuah, pohon kecil agak jauh dari pusat. Tanah coklat dan batu berantakan di sisa pulaunya, memberikan penampakan yang liar.

Pulau itu terletak di tengah danau selebar 800 meter, berbentuk seperti lingkaran. Danau itu dalam, berwarna biru tua, diisi dengan kehidupan kecil di air, dan beberapa kura-kura air Kelas Bumi. Danau itu dikelilingi oleh hutan besar, sekitar dua lusin mil jauhnya dari kota besar Mill, kota terbesar di Kerajaan Bullion di Planet Yelter.

Daerah yang biasanya damai, tenang, tersembunyi, tanpa ada yang menarik di dalamnya.

Mello menjadi tenang ketika dia dengan cepat mendapatkan kembali kendali atas emosinya. Tubuh humanoidnya gemetar ketika dia melipat tangannya dengan lebih erat, kulit biru dan sisik yang menutupi tubuhnya menggigil. Mata hijau gelapnya berkilauan dalam cahaya sore, namun amarahnya masih menyala.

Penampilannya sangat mirip dengan ras yang dikenal sebagai Aeth, kecuali kulit biru dan sisiknya, dan sepasang insang yang ditemukan di sisi lehernya.

Mello tahu dia harus tetap rendah hati terhadap Yelter.

Itu merupakan sebuah dunia yang dikontrol oleh Keluarga Aurelius, dan pertemuannya sendiri dengan para vampir itu sudah terbukti cukup menjengkelkan.

Meskipun dia merupakan seorang Binatang Kelas Pseudo-Raja yang sangat kuat, kekuatannya menipis pada saat itu.

Dia menggelengkan kepalanya saat dia menunduk dan melihat bentuk humanoid-nya. Itu adalah perbandingan yang lemah jika dibandingkan dengan bentuk, agung indah yang telah dikaruniai oleh Raja Dewa kepadanya. Dia bergidik dengan senang ketika dia mengingat lehernya yang kuat dan kuasa, sisik biru yang indah dan mulut indah yang penuh dengan ribuan gigi tajam.

Hal itu hampir saja membuatnya menangis.

Tetapi, sayangnya, ketika dia menggunakan Kemampuan Seribu Kepala nya, mustahil memproyeksikan dirinya pada kekuatan penuh. Bentuk Aeth Laut nyaris merupakan pengganti yang bisa ditolerir. Dia ingin agar salah satu klonnya membawa kembali garis keturunan dari salah satu keturunan Aeth itu dan bajingan sialan itu telah memotongnya.

Itu tidak penting, dia hanya akan menargetkan karavan yang berbeda. Tetap saja...

"Layaknya seperti Anak Ke Sebelas. Sombong tetapi sangat kuat." Dia bergumam, matanya suram.

Haruskah dia mengirimkan beberapa klon untuk menyerang Dorian? Dia mungkin memaksanya untuk menampilkan bentuk aslinya, dan jika dia beruntung, mengambil beberapa dari bentuk asli dari garis keturunannya yang sangat kuat. Dia punya beberapa klon Kelas Pseudo-Raden yang layak di Taprisha, lagipula, ada kesempatan.

Dia menggelengkan kepalanya setelah beberapa saat, ingatan akan Api Nagawi itu menyemburnya merasuk ke pikirannya.

Dia sudah mencoba mempelajari informasi yang tersimpan dalam Matriks Mantra Jiwa-nya untuk menyamai Kemampuan, tetapi menemukan terlalu banyak kemungkinan. Dia meluncurkan tinjunya di pulau kecil itu dengan frustrasi, menyebabkannya tenggelam sedikit lebih dalam ke danau, fondasi tanahnya retak.

Setidaknya dia sudah bisa mengidentifikasi bentuk anggota Kawanan baru yang berbentuk sebagai Titan. Itu adalah informasi yang berharga. Itu berarti dia akan memiliki Kemampuan Memadat segera, membuatnya bahkan lebih kuat.

Jelas dari tindakannya bahwa itu adalah jumlah yang tinggi, mungkin jauh lebih tinggi daripada dia. Akan sangat bodoh untuk berhadapan langsung dengannya.

Dia tidak bisa secara akurat menilai kekuatannya ketika berada dalam periode adaptasi dalam bentuk yang baru, tetapi dia menebak bahwa bentuk aslinya adalah yang Nagawi, dan salah satu yang kuat dalam hal itu.

"Sama seperti Anak Ke Sebelas yang sombong itu…" Seringai aneh muncul di wajah Mello ketika dia menyadari,

"Dia menuju ke Taprisha, kan? Itu adalah arah yang dituju oleh Anak Ke Sebelas... Sepertinya kita mendarat di kelompok yang relatif dekat." Mello tersenyum lebih lebar.

"Aku bisa bekerja dengan ini."

..

Helena melihat sekelilingnya dengan angkuh ketika dia melangkah di atas Kelelawar Hitam Raksasa, mempertahankan ketenangannya. Binatang itu besar dan kuat, seekor binatang transportasi Kelas Grandmaster sering digunakan oleh anggota kelas-tinggi di Keluarga Aurelius.

Binatang itu memiliki lebar sayap yang besar, dan ukuran tubuhnya saja hampir sepuluh meter panjangnya dan beberapa meter lebarnya. Dia memiliki kulit hitam, kasar, dan wajah bulat, gelap dengan mata abu-abu yang bercahaya.

Kelelawar raksasa itu dapat membawa hingga dua belas orang sekaligus, dan terbang dengan kecepatan yang luar biasa.

Saat ini dia berdiri di tepi dataran tinggi yang menjadi Istana Kegelapan, pangkalan rumah dari Keluarga Aurelius, dan dimana pahlawannya, Raden Mas Marcus tinggal.

Dia tersenyum, melihat kembali saat beberapa anggota lain dari Keluarga Aurelius bergabung dengannya. Dia tidak memiliki bawahan pribadi, tetapi karena dia secara teknis melayani di bawah Jenderal Carus di Para Penculik, dia telah meminjam beberapa anak buahnya, termasuk Pelacak Darah, beberapa Majus Darah Kelas Grandmaster, dan dua Pembunuh Darah, pembunuh kuat yang terspesialisasi dalam serangan mendadak.

Pelacak Darah adalah penguasa Sihir Darah yang berfokus pada komunikasi dengan hukum dunia sehubungan dengan darah berbagai makhluk. Bidang sihir sangat mirip dengan Sihir Takdir, tetapi memiliki putaran yang unik dan sering dipasangkan dengan pelacakan fisik dan menemukan petunjuk lain yang ditinggalkan oleh target.

Dia akhirnya punya kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri, terlebih setelah penampilannya yang memalukan ketika Raden Mas berhadapan dengan Naungan Raja. Dia merona dengan perasaan malu pada pemikiran belaka, dengan cepat menggelengkan kepalanya saat dia mengumpulkan kembali fokusnya.

"Baiklah, semuanya bersiap! Kita akan menuju Jembatan Dunia ke Torrin, dan setelah itu, ke Taprisha!"

"Ayo Pergi!"

Bab berikutnya