Hari itu Li Xin muda pulang ke rumahnya dengan perasaan berbunga-bunga, tak sabar untuk segera menemui hari esok.
Baru selangkah ia memasuki gerbang depan rumahnya, seorang pelayan muda berlari-lari menghampirinya, "Tuan dan nyonya menunggu tuan muda di aula utama."
Jantung Li Xin berdetak cepat, saat ia di panggil ke aula utama, artinya :
1. Bahwa ia melakukan sesuatu yang baik dan akan mendapatkan suatu reward atau hadiah.
2. Atau mungkin ia telah melakukan sesuatu yang salah dan harus di berikan hukuman
Ia berpikir keras tentang kesalahan-kesalahan yang ia perbuat belakangan ini. Tapi hasilnya nihil. Sembari menarik nafas panjang ia pun memasuki ruangan aula utama Keluarga Li.
Ruangan itu sangatlah luas dengan berbagai ornamen giok dan perak yang menghiasi setiap sudut ruangan. Di tengah ruangan, seorang pria setengah baya duduk dengan gagahnya, ditemani dengan beberapa wanita yang duduk di sisi kanan dan kirinya.
"Li Xin memberi salam kepada ayah dan ibu."
Li Man Chin, pria setengah baya, itu hanya berdehem dan melihat istrinya, Xu Fei.
"Xin'er kami ingin membicarakan sesuatu. Duduklah."
Sembari beranjak duduk, ia melihat ke sekelilingnya, belasan wanita muda sedang tersenyum kepadanya. Belasan senyuman yang terlihat tulus namun penuh kelicikan dan kesinisan. Mereka semua yang berjumlah 18 adalah selir ayahnya.
Wanita-wanita itu jelas bukan merupakan wanita dari keluarga biasa. Tampilan dan tindak-tanduk mereka sendiri mampu menunjukkan asal keluarga mereka. Ia mendengus pelan, tentu saja, bukankah ayahnya merupakan seorang menteri kerajaan. Wajarlah apabila seorang aristokrat dengan kekayaan dan kekuasaan melimpah memiliki beberapa selir lagi sebagai 'mainan'nya.
Ayahnya memiliki total 23 putra dan putri termasuk dirinya. Tapi ia tak perlu khawatir, diantara mereka semua hanya ia yang berhak atas keluarga Li. Hanya ia satu-satunya putra yang lahir dari istri sah ayahnya. Apalah arti wanita-wanita selir ayahnya apabila harus dibandingkan dengan ibunya yang merupakan seorang anggota kerajaan. Ibunya, Xu Fei, merupakan putri kesayangan dari pangeran ke-7 yang merupakan sepupu dari raja yang sekarang memerintah.
"Usiamu sudah menginjak 18 tahun dan tidak lama lagi akan menjadi 20 tahun. Kami sebagai orang tuamu ingin memberikan jodoh yang terbaik bagimu," Kata ibunya sembari menilik raut wajah Li Xin kemudian lanjutnya,
"Setelah kami pertimbangkan, kami setuju bahwa putri Jenderal Gao adalah pasangan yang pantas untukmu. Bagaimana?"
Li Xin mengerutkan alisnya, hatinya memberontak. Ia tidak ingin wanita lain menjadi istrinya selain gadis dari keluarga Liu itu. Ia bahkan belum pernah melihat wajah di putri jenderal tadi, mana sudi ia menikah dengan seseorang yang belum pernah ia temui sebelumnya. Ia tak mau menikah dengan seorang yang buruk rupa.
"Maafkan Xin'er tapi ada seorang wanita yang telah Xin'er sukai."
Ayahnya memukul meja dengan keras, "Anak tak berguna! Tak tahu diri!"
Li Xin segera berlutut meski dalam hati ia mencaci maki ayahnya. Ia tahu dengan jelas tujuan ayahnya menjodohkan ia dengan putri jenderal itu. Ayahnya telah memegang kendali politik kerajaan dengan cara menikahi ibunya dan untuk dapat menguasai kerajaan, ia hanya perlu kekuatan militer. Dan hal itu bukan hal yang tak mungkin bila ia berhasil menikahi si putri jenderal.
"Bagaimanapun Xin'er tidak akan menarik ucapan Xin'er. Ayah ingin kekuasaan? Xin'er akan mewujudkannya, dengan satu syarat. Biarkan Xin'er memilih istri sah Xin'er sendiri!"
....
Li Man Ching dan Xu Fei tidak dapat menolak tawaran Li Xin dan akhirnya mereka mengijinkan putranya itu untuk menikah dengan Liu Qian Qian setelah 2 tahun berlalu penuh perdebatan.
Tentu saja Li Man Ching tidak puas dengan wanita pilihan putranya yang hanya berasal dari keluarga pedagang yang tidak akan menambah kekuasaannya, baik secara politik maupun militer.
Apalagi ketika Liu Qian Qian ternyata hanya berhasil melahirkan seorang putri. Sehingga ia pun memaksa putranya untuk mengambil beberapa selir lagi dari putri keluarga-keluarga yang berpengaruh.
Sama seperti layaknya pepatah lama mengatakan, 'habis manis sepah dibuang.'
Pada awalnya Li Xin kurang setuju akan ide ayahnya untuk mengambil beberapa wanita sebagai selirnya karena ia takut jikalau Qian Qian akan membencinya dan menjadi cemburu. Namun, atas desakan ayahnya dan juga setelah dilihatnya bahwa wanita-wanita pilihan ayahnya merupakan wanita-wanita muda yang luar biasa cantik, maka hilanglah sudah akal sehatnya. Bagaimanapun ia adalah seorang pria muda yang sehat dan bugar, selain itu sungguhlah sayang baginya apabila harus menyia-nyiakan darah ningrat serta kedudukan keluarganya hanya untuk menjaga hati seorang wanita.
Li Xin pun akhirnya mengambil beberapa selir lagi sebagai teman untuk 'menemani' malam-malamnya. Ia juga merasakan bahwa dengan menikahi wanita-wanita tadi, kedudukannya naik dengan sangat cepat sehingga hampir setiap bulan akan ada seorang wanita muda yang datang ke kediaman Li untuk 'bekerja' sebagai selir si tuan muda.
Hal ini tentunya membuat Liu Qian Qian dan putrinya yang masih berusia dua tahun kala itu semakin terasingkan. Li Xin lebih senang menghabiskan waktunya dengan wanita-wanita yang jelas sangat muda apabila dibandingkan dengannya.
Ia tidak cemburu ataupun marah, namun ia muak dengan segala tipu-daya dan kemunafikan gadis-gadis yang mengaku dari keluarga baik-baik itu. Mereka semua mengincar posisinya sebagai istri sah dan nyonya Keluarga Li, yang sejujurnya pun ia sendiri tak pernah menginginkannya.
Terkadang, Li Xin akan menemuinya dan berkata manis untuk mendapatkan kembali hatinya. Hm, mendapatkan kembali hatinya.
Entah apakah kalimat tersebut pantas untuk dikatakan karena memang sejak awal hatinya tak pernah berada di sini. Qian Qian tersenyum getir. Seringkali ia berpikir bagaimana yang akan terjadi apabila seandainya hari itu ia tidak pergi ke kuil. Akankah pertemuan dirinya dengan Li Xin tidak akan terjadi? Akankah sekarang ia masih menjadi gadis kesayangan ayah dan ibunya? Akankah ia menikahi orang yang ia cintai ?
Entah sudah untuk yang keberapa kalinya ia merenung sejak ia menikah dan menjadi bagian dari keluarga Li. Permasalahan-permasalahan ini selama ini merupakan duri dalam hatinya. Ingin ia keluarkan tapi sayang tak mungkin.
"Qian Qian. Sedang apa kau di sini?"
Qian Qian menoleh sejenak, menemukan suaminya yang berjalan ke arahnya dengan senyum tipis. Ia hanya merunduk memberi salam tanpa berkata apapun.
"Aku ingin meminta ijinmu. Aku akan mengambil putri dari Keluarga Cui sebagai selirku. Apakah kau keberatan?" Kata Li Xin sembari memegang tangan istrinya.
Qian Qian tersenyum sinis, ia sudah menduganya. Matanya menatap tajam suaminya,
"Untuk apa kau tanya lagi hal yang sama berulang kali? Ini sudah yang ke 24 kalinya semenjak aku menikah denganmu dalam 3 tahun. Terserah padamu. Hanya saja aku punya permintaan lain."
Li Xin memegang tangan istrinya sembari mengusapnya lembut, "Maafkan aku. Kau memang perhatian sekali. Apakah permintaanmu itu wahai istriku tersayang?"
"Ceraikan aku."