webnovel

Minimal Tiga Tahun, Maksimal Hukuman Mati~

Editor: Wave Literature

Otak Seiji tersiksa memikirkan bagaimana cara mengatasi Shika Kagura yang sangat manja.

Meskipun mereka berada di sudut taman sekolah, melihat siswa SMA sedang memeluk siswi SMP itu…

Hei hei, ada yang salah dengan bagian yang paling penting!

Dia harus memikirkan cara untuk menolaknya; kenapa dia berpikir tentang bagaimana cara mengatasi hasil akhirnya!?

Komentator dalam dirinya membantu Seiji kembali sadar.

Itu berbahaya. Dia hampir tergoda oleh keimutannya.

Seiji membulatkan tekad dan akan menolak dengan tegas permintaan gadis yang amnesia itu, tapi saat ini gadis itu sudah membuka tangannya kepada Seiji, dengan wajah yang penuh harapan dan mata yang berkilauan terlihat imut dan polos.

'…Memeluknya bukan masalah yang besar, bukan?'

"Seiji." Kata Chiaki, "Meskipun aku tidak ingin mengatakan ini, tapi…"

Seiji memperhatikan si tomboy dan melihatnya tersenyum seperti petugas toko.

"Minimal tiga tahun, maksimum hukuman mati~"

Wajah Seiji berkedut.

'Hei, jangan katakan hal yang menakutkan dengan nada suara palsu seperti itu! Kamu terdengar seperti orang yang bekerja di industri pelayanan!'

"A…aku tidak akan seperti itu!"

"Eh, kamu tahu apa yang aku katakan?"

'Bukannya kamu harus mengomentari apa yang aku maksud?' Itu apa yang dikatakan oleh senyum Chiaki.

Seiji berkeringat dingin.

"Aku… sudah pasti tahu! Aku sudah melihatnya di internet!"

"Di website apa kamu melihatnya?"

"Aku lupa! Kapanpun itu, aku sudah melihatnya. Apa itu masalah!?"

Seiji dengan sekeras jiwa menjawab, tapi ia mengalihkan pandangannya dari Chiaki.

"Kakak~" Shika masih menunggu dengan penuh harapan dari Seiji.

Chiaki yang melihat ini tersenyum dengan lebar.

Mika… auranya sedikit menakutkan!

Saat Seiji melihat sekeliling untuk mencari solusi, dia akhirnya mengulurkan tangannya yang lebar… dan mengusap kepada Shika Kagura.

"Aku sudah memelukmu tadi. Jadi bersabarlah."

Usap~ Usap~~

"Mmm… Mew…"

Shika tidak mendapatkan pelukan yang ia inginkan, tapi usapan kepalanya juga efektif. Dia terlihat seperti anak kucing.

Senyuman Chiaki sedikit lebih ceria.

Aura Mika juga entah mengapa melembut.

Untuk saat ini damai telah kembali.

Bel sinyal jam pelajaran awal akhirnya berdering.

"Kalian berdua kembalilah ke kelas. Aku perlu menemaninya hari ini, jadi aku tidak akan ikut kalian," Seiji menginformasikan mereka berdua.

Chiaki mengangguk.

"Saat istirahat makan siang… apa kamu akan kesini?" Tanya Mika.

"Aku akan makan bersama di rumah ketua… apa mungkin kamu sudah menyiapkan kotak makan untukku?"

Mika mengangguk.

Seiji merasa sedikit bersalah.

Sejujurnya, seiji ingin makan bersama dengan Mika dan Chiaki. Tapi Shika selalu menempel padanya, dan dia adalah 'Kutukan Malaikat Maut…"

Kalau bertemu sebentar tidak akan jadi masalah, tapi jika mereka makan bersama, seiji tidak akan tahu bencana apa yang akan menimpa Chiaki dan Mika.

Seiji tidak ingin mereka mengalami malapetaka yang misterius.

Untuk yang pertama kalinya, dia merasakan apa yang Shika Kagura dulu rasakan ketika dia menolak orang lain.

Seiji terpaksa menolak kebaikan dari orang lain dan harus menjaga jarak dari mereka.

"Terima kasih… saat istirahat makan siang, aku akan mampir dan mengambilnya."

"Bukannya kamu harus menemaninya…"

Seiji tersenyum. "Kediaman ketua cukup dekat dengan sekolah, jadi tidak akan lama."

Mika berkedip terkejut sambil tersenyum dan mengangguk.

Dengan begitu, mereka berempat berpisah.

Mika dan Chiaki berjalan kembali ke gedung sekolah. Setelah berjalan beberapa langkah, mereka tidak bisa melakukan apapun selain melihat ke arah Seiji dan Shika.

Apa yang mereka lihat adalah seorang anak laki-laki tinggi yang memegang tangan gadis mungil sambil berjalan menjauh.

Seiji selalu disamping Mika sepanjang pagi.

Mereka melihat TV bersama, menelusuri internet, bermain petak umpet, baca manga, bermain Monopoli, dan bermain beberapa kartu…

Sang pelayan Mai Houjou membawa semua yang mereka lihat, baca, dan mainkan kepada mereka, termasuk laptop, manga, kartu, dan yang lainnya…

Ya, sang pelayan juga tidak bisa masuk sekolah.

Katanya, melayani tamu tuannya lebih penting daripada sekolah.

'Senpai, kamu adalah siswa tahun ke tiga; apa ini tidak apa-apa?'

Dia tidak memikirkannya, jadi… itu tidak apa-apa?

Seiji dengan mudahnya melupakan keberadaan senpainya sambil bersenang-senang dengan Shika tapi ketika dia butuh sesuatu, dia segera menyadari keberadaannya.

Kemampuannya sebagai pelayan sangatlah luar biasa.

Seiji menyimpulkan kalau dia bukanlah orang biasa!

Dia berkata bahwa dia ada untuk melayani Seiji dan Shika, tapi mungkin… dia hanya mengawasi mereka?

Yah, bagaimanapun juga, itu tidak masalah.

Seiji hanya menemani seorang gadis… yang mengalami amnesia dan menyebabkan umur kejiwaannya berkurang. Mereka hanya bermain secara normal.

Senja.

Lelaki tinggi itu duduk di lorong dan melihat pemandangan di halaman belakang.

Sedangkan seorang gadis mungil menggunakan pangkuannya sebagai bantal, dan mengistirahatkan kepala di pahanya. Gadis itu tertidur selagi mencengkram tangan Seiji yang besar.

Sang pelayan muncul di ujung lorong dengan sebuah nampan di tangannya dan berjalan mendekat.

Berjalan melewati anak laki-laki itu, dia berjongkok, meletakkan nampan, mengatur cangkir teh dan perlahan mulai menuang teh.

Gerakannya tidak bersuara sama sekali, dan ada keanggunan yang tak tergambarkan dari aksinya!

Mengingat fakta bahwa dia melakukan semua ini dengan menggunakan pakaian pelayan berwarna hitam dan putih, hal itu meningkatkan kesulitan untuk melakukan semua hal tanpa bersuara.

Mata Seiji berkilau dalam kekaguman.

Sang pelayan tidak mengatakan apapun saat tersenyum lembut dan meletakkan satu cangkir teh dengan tangannya. Kemudian dia mengambil secangkir lagi untuknya.

Dan kemudian, mereka dengan tenang menyesap teh bersama.

Tubuh Shika sedikit bergerak sambil menggumamkan sesuatu. Ada senyuman tipis terlihat di wajah tertidurnya.

Seiji memperhatikannya untuk beberapa saat dan tersenyum lembut.

Dia menghabiskan tehnya dan meletakkan cangkir tersebut.

"Terima kasih atas usahamu hari ini, Harano… Haruta-san," Kata Mai dengan suara lembut sambil mengisi cangkir Seiji yang kosong.

Seiji berkedip terkejut karena ini.

"Itu bukan masalah yang besar… Senpai, aku kira kamu akan terus diam."

Sang pelayan meliriknya sekilas. "Aku tidak bisu. Semua orang punya waktu dimana mereka ingin berkomunikasi."

Karena dia masih tersenyum setelah meliriknya, lirikan ini sebenarnya terlihat sedikit imut.

Seiji hampir tertawa keras karena pemandangan ini.

"Baiklah, hanya itu Senpai… kamu terlihat sangat profesional… terlalu profesional."

"Aku di bayar untuk melakukan ini. Sudah pasti aku akan melakukannya dengan serius."

"Bagaimana dengan apa yang kamu lakukan sekarang?"

"Bahkan saat bekerja dengan serius, ada waktunya dimana seseorang perlu sedikit bersantai~"

"Mmm… sepertinya benar apa yang kamu katakan."

"Sudah pasti aku benar."

Mereka bertukar pandangan selagi tertawa tanpa suara.

"Aku sudah mengawasimu hari ini." Nada suara Mai tiba-tiba berubah menjadi lebih serius selagi dia berlanjut, "Aku sudah mengawasimu, untuk melihat kamu tipe orang seperti apa."

"Dan sekarang, aku mengerti… kenapa Milady mau mengundangmu ke rumahnya, bersama dengan… gadis amnesia yang sangat bergantung padamu."

Seiji menggaruk wajahnya canggung. "Er… haruskan aku menerima itu sebagai pujian?"

"Itu pujian. Aku belum pernah memuji lelaki sebelumnya, jadi kamu seharusnya bangga pada dirimu."

"Heh, kamu hanya seorang pelayan~"

"Aku punya identitas lain, dan itu akan membuatmu takut saat mendengarnya~"

"Aku sudah tahu tentang itu; kamu adalah mantan ketua OSIS, bukan?" Seiji melihat ke arahnya dengan tatapan mengejek. "Tapi sekarang kamu tidak lebih dari seorang pelayan."

Mai sedikit mengembungkan pipinya. "Hmph… kamu perlu memperbaiki sikapmu, junior!"

"Karena kamu melihatku sebagai juniormu, maka kamu tidak perlu bersikap sopan. Jangan panggil aku dengan Harano atau Haruta-san; itu terdengar agak aneh."

Mai terhenti sebentar setelah mendengar ini, sebelum tertawa. Cemberut yang tadi sudah tidak terlihat lagi.

"Kalau begitu, kamu… kamu menang, junior Haruta."

"Apa yang aku menangkan? Apa ada hadiahnya, Houjou-senpai?" Seiji mengedipkan matanya dengan polos.

"Aku hanya seorang pelayan; hadiah apa yang bisa kuberikan kepadamu?" Mai tersenyum selagi menyesap tehnya.

"Tapi," Mulai Seiji, "Menurut legenda, pelayan bisa menyediakan beberapa pelayanan 'spesial'…"

Melihat Mai tersenyum sambil mengangkat ketel teh untuk dilempar ke Seiji, Seiji dengan cepat menghentikan aksi konyolnya.

"Sudah pasti semua itu palsu! Tolong lupakan apa yang aku katakan!"

Senyuman itu masih terpatri pada wajah Mai saat dia memiringkan ketel teh… dan menuangkan teh lagi untuknya.

Seiji juga menundukkan kepalanya dan meminum teh lagi.

"Omong-omong, Senpai…"

"Hmm?"

"Kalau… Kalau aku tidak lolos inspeksimu… er, pengamatanmu, apa yang akan terjadi?"

Mai dengan pelan menunjukan senyuman paling indah yang pernah dia tunjukan kepada Seiji.

"Apa kamu tahu, junior Haruta? Pekerjaan pelayan yang paling penting bukanlah menjaga kehidupan tuannya. Yang paling penting adalah menyingkirkan hama di sekitar tuannya~"

Seiji hanya bisa terdiam mendengar ini.

Bab berikutnya