webnovel

Jangan Khawatir, Aku Tidak Akan Mati.

Editor: Atlas Studios

Setelah hidangan disajikan, mereka berdua makan dengan membisu. Tidak satu pun yang bicara. Gadis itu benar-benar lapar; dia belum makan apa pun sejak meninggalkan rumah sakit; karenanya, perutnya kram. Dia tidak punya pilihan selain pergi ke swalayan, berharap mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan dengan berhutang. Tetapi tidak terpikirkan kalau segala sesuatu akan begitu cepat memanas. Kasir ingin mengirimnya ke kantor polisi.

Dia melahap makanannya dan menatap pria di seberangnya. Makanan Mo Han hanya disantap setengahnya. Pria itu makan dengan punggung sangat lurus, posturnya yang tegak memancarkan rasa aman. Dia tetap bungkam sembari makan dengan kepala yang terus tertunduk. Gerakannya yang cekatan tampak jelas kalau ia sering mengunjungi restoran-restoran Barat.

Melihat hidangan sup dengan hanya tersisa sedikit kuahnya, dia tidak lapar lagi. Tetapi dia bosan dan duduk diam di sini memperhatikan pria itu makan jadi terasa aneh. Dia memutuskan untuk bangkit dan pergi ke kamar kecil.

"Maaf, aku harus pergi ke kamar kecil." Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, dia tidak sengaja membenturkan perutnya pada sudut meja ketika bangkit berdiri. Seketika, ada rasa sakit yang membakar di perutnya yang meliputi sekujur tubuhnya.

Dia meringis sambil tangannya memegangi perut. Menundukkan kepala memeriksa dirinya sendiri, dia menyadari tangannya berlumuran darah. Beberapa bercak darah telah menodai pakaiannya. Lukanya pasti terbuka lagi.

Mo Han berhenti makan, garpu dan pisau masih di tangannya. Ketika melihat gadis itu mencengkeram perutnya yang kesakitan, dia tampak bingung. "Apa yang terjadi?"

Dia sangat kesakitan sehingga tidak mampu bicara, dan giginya gemeletuk.

Mo Han merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dia bangkit menghampiri gadis itu dan baru saat itulah dia melihat darah mengalir dari perutnya. Setengah bagian bawah pakaiannya berlumuran darah. Dia segera memegang pundaknya dan bertanya dengan alis berkerut, "Ada apa?"

Gadis itu menjawab dengan lemah, "Lukaku … sudah menganga. Bisakah kamu membawaku ke rumah sakit?"

Mo Han membopongnya ke mobil, bersiap untuk pergi ke rumah sakit.

Bai Yu sedang duduk di meja depan ketika melihat Mo Han, yang membopong gadis itu, pergi dengan tergesa-gesa. Dia mengejar dari belakang dan terus bertanya, "Eh! Apa yang terjadi? Bisakah kamu ceritakan apa yang terjadi?"

Mo Han menggendong gadis yang lemah dan hampir tak berbobot itu dan berkata, "Aku membawanya ke rumah sakit, masukkan makanan ini ke tagihanku."

Dari belakang, Bai Yu mencondongkan tubuh ke depan. "Bawa aku juga! Akan ada orang tambahan yang bisa membantu."

Mo Han mulai mengendarai mobil sementara gadis itu terbaring lemah di kursi belakang. Kedua tangannya memegang perutnya, darah segar mengalir di sela jari-jarinya. Bai Yu duduk di sebelahnya. Terpana pada apa yang dilihatnya, dia bertanya pada Mo Han, yang mengemudi sekencang mungkin, "Apa yang terjadi padanya? Bagaimana dia bisa mengeluarkan begitu banyak darah? Bukankah dia baik-baik saja beberapa saat yang lalu?"

"Lukanya terbuka lebar."

"Luka? Luka apa? Dari situasinya yang sekarang, itu jelas bukan luka kecil. Masalah apa yang dialami gadis kecil ini?" Bai Yu menatap wajahnya yang pucat, hampir seolah-olah akan pingsan, dan dia merasa agak takut.

"Dia tidak akan mati di sini, kan?" Bai Yu bicara tanpa berpikir panjang, menatap Mo Han yang mengemudi dengan sangat serius.

Di kursi pengemudi, Mo Han memperlihatkan ekspresi dingin dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Gadis itu, yang berbaring di sebelah Bai Yu seolah-olah pingsan, tiba-tiba berjuang untuk membuka mulutnya. "Jangan khawatir, aku tidak akan mati, aku hanya berdarah sedikit."

Bai Yu memperlihatkan rasa tidak percaya ketika menatap gadis itu, yang masih bisa mengatakan dirinya baik-baik saja, sekalipun mengalami rasa sakit. Dia tentu bertanya-tanya, apa latar belakang gadis ini? Bagaimana dia bisa tetap tenang? Dia mengeluarkan darah sangat banyak. Gadis lain pasti ketakutan hingga menangis, tetapi gadis ini masih punya waktu untuk berdebat dengannya apakah dia akan mati atau tidak.

Lagi pula, Mo Han adalah seorang pria yang cenderung menjaga jarak dari orang asing, sedingin es dan tidak ramah bagaikan sebuah gunung. Mengapa dia mengambil inisiatif mengantarnya ke restoran untuk makan?

Apa sebenarnya hubungan mereka?

Bab berikutnya