webnovel

Mengumpulkan Tanaman Obat Sendirian

Editor: Wave Literature

Menggigit daun terakhir dari tanaman obat yang dia genggam di tangannya, dia lalu melempar batangnya ke samping. Dengan hati-hati, dia menggali Akar Pohon Beri pada kaki pohon tadi, dia berjongkok di lantai dan berfokus pada hal yang dilakukannya, dan dia pun tidak menyadari kalau ada ular berbisa berwarna hitam putih sedang merayap lewat rerumputan menuju ke arahnya.

Ketika ular itu sampai di dekatnya, tubuhnya yang panjang mendorong kepalanya dan menjulurkan lidahnya yang bercabang lalu berdesis pelan. Saat itu juga, ular berbisa tadi menyerang, dagunya melebar untuk mencoba menggigit betis milik Feng Jiu.

Ekspresi Feng Jiu tiba-tiba berubah, dan aura pembunuh menyelimuti seluruh tubuhnya, pandangan matanya pun langsung berubah menjadi dingin. Tubuhnya berputar dengan cepat lalu tangannya segera menerkam kepala ular itu, tangannya yang lain menggenggam bagian tubuh penting sepanjang 7 inci milik sang ular. Jari-jarinya pun mengerat dan dengan tiba-tiba, jemarinya yang menggenggam bagian tubuh penting milik ular sepanjang 7 inci tadi mendorong tubuh ular tersebut.

"HISS!" Ular itu mengeluarkan mendesis dengan keras kemudian tubuhnya kejang dan terjatuh dengan lemas.

"Oh? Seekor ular Cincin Perak?" Aura dingin tadi terasa seperti halusinasi. Kemudian dia kembali pada sikapnya yang santai seperti di awal, dia berkata sambil melihat ke arah ular itu: "Aku masih belum menemukan babi hutan dan bahkan seekor kelinci kecil. Setidaknya kamu bisa menjadi menggantikan mereka setelah aku akan membakarmu untuk mengisi perutku yang kosong." Tapi, sesaat setelah dia menyelesaikan ucapannya, senyuman di wajahnya pun memudar.

Dia baru saja menemukan satu masalah besar... Yaitu tidak ada api.

Di bawah pepohonan yang lembab, menyalakan api dengan gesekan tidak akan menjadi hal yang mudah. Dia tidak memiliki korek api dan bahkan pemantik atau tongkat bara sekalipun. Pada akhirnya dia tidak akan bisa membakar ular itu !

"Lupakan! Lupakan! Bertahan saja sebentar lagi! Setidaknya aku harus menemukan tempat yang lebih kering sebelum memikirkan cara membuat api." Dia bergumam sendiri dengan suara pelan yang penuh penyesalan sambil memegang bangkai ular di tangannya. Dia berpikir kalau membuang ular itu akan terasa kalau usahanya sia-sia, jadi dia memutuskan untuk membersihkan dan mengolah dagingnya terlebih dahulu.

Pertama, dia memotong kepalanya, lalu mengulitinya, kemudian membuang empedu ular. Kemudian dia menggantung daging yang sudah tidak berbentuk itu di atas ranting pohon dan mengusap tangannya yang dipenuhi darah pada rerumputan. Dia mengambil beberapa tanaman dengan bau yang kuat lalu menggosok mereka dengan kedua tangannya untuk menghilangkan bau darah sebelum kembali mencari.

Jadi, di dalam pepohonan, seorang pengemis kecil berpakaian compang-camping terlihat berjalan sendirian di Hutan Sembilan Jebakan penuh dengan bahaya, dengan ranting di atas bahunya, dan ular yang sudah dikuliti digantung di ranting tersebut ketika dia melangkah sendirian...

Sepanjang hari itu, dia menjelajah seorang diri di dalam hutan untuk mencari tanaman obat penangkal racun. Tanpa sadar dia berjalan dari tepi luar hutan menuju dalam hutan, dan akhirnya dia bisa menemukan semua tanaman yang dia butuhkan sebelum matahari terbenam.

Dengan memanfaatkan sisa cahaya yang membuatnya masih bisa melihat, dia menemukan ranting pohon yang kering, dan menggunakan cara primitif untuk membuat api. Tapi karena daerah sekelilingnya basah dan lembab, dia menghabiskan waktu hampir dua jam tanpa henti sebelum akhirnya berhasil menyalakan api. Kedua tangannya pun lecet karena usahanya, namun ketika dia menyantap daging ular bakar, semua hal yang telah dia lakukan terasa setimpal.

Dia sudah menemukan semua tanaman obat yang dia butuhkan untuk penangkal racun, dan perutnya pun sudah terisi, dia lalu mulai mencampur tanaman-tanaman yang dia temukan siang tadi dan menyimpannya dalam tubuhnya. Dia memadamkan api kemudian memanjat ke atas pohon, untuk menemukan tempat yang nyaman untuk tidurnya.

Berada sendirian di tempat seperti ini, dia tidak bisa membiarkan api tetap menyala. Kalau tidak, ketika malam datang, dia bisa dengan mudah menjadi sasaran para hewan liar, dan dia tidak memiliki banyak tenaga untuk melawan mereka. Jadi, walaupun ranting di atas pohon ini terasa dingin dan tidak ada api untuk menghangatkannya, tanpa pikir panjang dia akan lebih memilih keamanan daripada kenyamanan.

Seperti yang dia duga, ketika kegelapan datang, suara lolongan serigala terdengar dari dalam hutan, bergemuruh di dalam kegelapan malam dan melahirkan rasa takut dalam hati manusia.

Tetapi bagi Feng Jiu, kedua matanya tertutup ketika dia sudah tertidur lelap, menganggap lolongan nyaring para serigala di dalam hutan seperti lagu pengantar tidurnya.

Tentu saja, dia juga tidak menduga bahwa di atas pohon tinggi yang tak jauh dari sana, ada sesosok bayangan gelap yang mengawasi gerak-geriknya di dalam hutan berbahaya ini…

Bab berikutnya